bc

Overprotective Husband [Indonesia]

book_age16+
5.0K
FOLLOW
50.0K
READ
love after marriage
arrogant
dominant
goodgirl
CEO
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

[Only For 18+]

"Pria posesif menyebalkan! Aku harus bisa pergi darinya" -Vera

"Kau tak akan bisa pergi dariku Sayang,karena kau adalah milikku. Bahkan menjagamu adalah kewajiban bagiku" -Januar

Januar Adi Bramantyo, pria kaya, tampan, posesif dan penuh kuasa. CEO sekaligus pemilik PT. Bramantyo Airland, perusahaan penerbangan terbaik di Asia. Dibalik sifat arrogant nya, ada Vera, istri yang sangat dicintainya. Namun, Vera tidak pernah tahu, apa yang selama ini Januar sembunyikan darinya. Sikap Januar yang terlalu posesif dan mengekangnya justru membuat Vera semakin memberontak ingin melepaskan diri.

Hingga ia datang, Pria yang begitu Vera rindukan. Vergi, dia adalah kakak laki-laki dari Vera. Namun, Vera tidak mengerti kenapa Januar sangat membenci kakaknya itu, ada apa sebenarnya?

Ini tentang cinta, pengorbanan, dan juga obsesi. Lalu, bagaimana jika kamu berada di posisi Vera? Memiliki suami yang begitu posesif dan juga kakak yang begitu tampan? Kalian akan mengetahuinya setelah membaca.

::::::::::::

Warning!!!

Cerita bertema pernikahan, mungkin akan ada beberapa adegan dan kata-kata v****r, harap bijak dalam memilih bacaan. Seluruh isi cerita hanyalah fiksi semata, sepenuhnya imajinasi penulis, jika ada kesamaan nama, tempat atau kejadian itu bukan suatu kesengajaan.

Bramantyo Family #1

[Januar Adi Bramantyo - Vera Amalia Admaja]

Seluh Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang

Overprotective Husband ©®2019 by Olipoill

Start : 19/02/2019

Done : 24/10/2019

chap-preview
Free preview
Bab 1 - Posesif
Mobil itu tengah melaju dengan cepat, menyusul mobil berwarna hitam di depannya. Tanpa mengurangi kesepatan mobil yang dikendarainya, pria itu mencoba untuk menghubungi seseorang yang berada diseberang sana. Sudah beberapa kali ia mencoba, tapi hasilnya tetap nihil, tidak ada jawaban. Tapi, ia tak kan pernah menyerah untuk mengubungi seseorang tersebut. Dan pada panggilan yang entah keberapa, tepat saat dering ketiga ketika panggilan tersebut diangkat. Membuatnya dapat menghembuskan nafas lega ketika mendengar suara di seberang sana. "…. akhirnya kau mau mengangkat panggilanku!" "…. ku mohon hentikan mobilnya. Aku dibelakangmu. Semua akan baik-baik saja. Aku mohon percayalah padaku!" dahi itu mengeryit ketika tidak mendengar jawaban di seberang sana, dan seketika, kepanikan mulai kembali menyerangnya. "….. kau masih di sana kan?" "Maafkan aku." hanya suara itu yang terdengar dan setelahnya panggilan tersebut terputus secara sepihak. "Apa?! tidak! Ku mohon!" Dan sedetik kemudian terdengar suara tabrakan yang cukup keras di depannya. Sebuah mobil menabrak pembatas jalan dan jatuh ke dalam jurang. "TIDAKKKKK!!!" Tubuh itu tersentak keras seketika, kedua matanya melebar dan menatap nyalang keseluru penjuru ruangan. Dan jangan lupakan cucuran keringat yang membasahi pelipis dan juga seluruh tubuhnya. Bahkan kini, kaos berwarna putih yang tengah ia kenakan basah akibat keringatnya sendiri. Menghembuskan nafasnya perlahan, mencoba mengendalikan nafasnya yang tidak beraturan. Huh, mimpi itu lagi. Setelah satu lahun lamanya, dan mimpi itu kembali muncul, mengusik tidur malamnya. Menyadari sesuatu, netra kelam itu menatap nyalang keseluruh penjuru ruangan, mencari seseorang yang berarti dalam hidupnya. "Vera?" gumamnya pelan yang bahkan hampir menyerupai sebuah bisikan. Namun sedetik kemudian bisikan tersebut berubah menjadi sebuah teriakan. Teriakan yang menyiratkan sebuah kekhawatiran, mungkin. "Vera, dimana kau? Vera—” 'Klek' Pintu kayu itu terbuka lebar, menampilkan sosok anggun berbalut apron berwarna merah bergambarkan bunga-bunga. Rambut hitam kecoklat itu terjuntai dengan indahnya, anak rambutnya ikut bergoyang saat sang empunya bergerak melangkah pelan menuju kearah ranjang yang berada di tengah ruangan. Iris coklat teduhnya menatap lembut kearah seseorang yang masih duduk kaku diatas ranjang. "Vera?!" Pekiknya lumayan keras dan diiringi dengan langkahnya yang tiba-tiba saja meloncat dari atas ranjang dan berhambur memeluk wanita bernama Vera yang berdiri di depannya. “Darimana saja kamu?” “Ada apa? Kamu mimpi buruk lagi?” "Ya, dan aku takut kamu kenapa-napa,” Vera nampak menghembuskan nafasnya perlahan. Mimpi buruk? Sepertinya itu sudah menjadi sebuah rutinitas sejak sebulan terakhir ini. “Itu hanya mimpi, kamu tidak—“ “Itu bukan sekedar mimpi buruk! Aku takut jika—“ “Buktinya? Aku baik-baik saja bukan?” menghembuskan nafasnya perlahan, Vera menatap teduh pria di depannya. “Kamu terlalu takut Januar.” “Mau kemana?” pria bernama Januar tersebut mencekal tangan sang wanita ketika melihat Vera  hendak pergi dari sana. “Menyiapakan sarapan pagi kita.” Kedua mata itu nampak menyipit ketika mendengar sebuah kalimat ‘menyiapkan sarapan untuk kita’ dan jangan bilang jika— “Kau memasak?” Dengan ragu Vera mengangguk pelan, dan saat itu juga ia merasakan jika atmosfer disekitarnya telah berubah seketika. Menjadi…. mencengkam. “Apa?!” kedua mata elang itu menajam seketika. “Sudah berapa kali aku bilang? Jangan memasak!” Wanita tersebut menunduk takut. Ia tahu jika ia salah. Januar telah memperingatinya beberapa kali agar ia tidak lagi memasak sejak mereka menikah. Tapi jujur, memasak itu adalah hobinya, dan jika harus berhenti memasak, sepertinya itu akan sulit. Kedua mata Januar nampak terpejam, mencoba untuk menetralkan kemarahannya. Namun ternyata hasilnya nihil, ia terlalu marah dan….takut. “Jika aku bilang tidak ya tidak!” Tubuh itu tersentak kaget ketika merasakan kedua bahunya dicengkeram erat oleh kedua lengang berotot milik Januar, ah dan juga, jangan lupakan rasa nyeri yang kini menjalar. “Kau dengar tidak?!” “Jawab aku Vera!” Tubuh itu semakin menciut takut, karena suara Januar justru semakin menggelegar. "Ja-januar, a-aku bisa je-jelasin," "Apa lagi yang mau kamu jelasin?!" Januar menatap tajam wanita di depannya. Mengulurkan sebelah tangannya yang terbebas, menyentuh dagu mungil dihadapannya, mengangkatnya agar ia dapat melihat wajah ketakutan wanita di depannya. "Sudah berapa kali aku bilang sama kamu? Tapi apa? Lagi-lagi kau melanggarnya!" Wanita itu memberanikan diri untuk menatap tepat ke arah iris kelam yang sedang mentap tajam kearahnya, Mencoba mengumpulkan keberanian dan membuat sebuah pembelaan. "Tapi memasak itu hobi aku, dan kamu ingin menghalangi hobi aku?” "Aku. Tidak. Peduli." ucap Januar dengan penuh penekanan disetiap katanya. "Tapi—” "Cukup!" Januar menggeram rendah, "haruskah kamu selalu membantah apa kata suamimu?” Januar menatap Vera dalam, melihat reaksi dari wanita didepannya. “Akan ku tekankan sekali lagi kepadamu sayang, jika aku mendengar atau melihatmu memasak sekali lagi, aku berjanji akan membuatmu tidak bisa berdekatan dengan yang namanya dapur dan semua peralatannya.” Dan setelahnya Januar menghentakkan tangan Vera yang sedari tadi dicengkeramnya, lalu melenggang pergi bergitu saja. Dengan cepat Vera berbalik, menatap sendu kearah Januar yang kini tengah berjalan menuju kamar mandi.  "Tapi kenapa Januar?” Vera menatap Januar dalam, “kenapa kamu selalu melarang aku untuk memasak, apa alasannya? Langkah Januar berhenti begitu saja. Tapi tidak membuatnya untuk berbalik menatap Vera.  "Aku hanya tidak ingin kau terluka.” Kalimat itu terdengar datar, dingin dan juga khawatir secara bersamaan. Tapi sayang Vera tidak dapat menangkap adanya perasaan khawatir yang tersirat didalamnya. Yang ia tahu, Januar hanya berkata datar dan dingin. "Bohong!" suara Vera terdengar lantang. "Kamu pasti bohong kan sama aku? pasti ada alasan lain dibelakangnya, iya kan? Januar!" Vera berharap jika Januar akan berbalik untuk menatapnya. Tapi apa? Januar  justru mengabaikan ucapan Vera dan memilih untuk melanjutkan langahnya yang tadi tertunda untuk menuju ke kamar mandi. “Sudahlah, aku lelah jika harus selalu bertengkar denganmu setiap pagi.” “Tapi kau belum menjawab pertanyaanku. Januar, jawab aku dulu, Janu—” 'blam'  pintu putih itu tertutup bersama dengan menghilanya Januar. "-ar, ishh nyebelin. Selalu aja kayak gitu kalau aku tanya alasannya apa, selalu menghindar," ucap Vera sambil mencak-mencak kesal karena sikap Januar barusan. Menghela napas lelah, akhirnya Vera memutuskan untuk mengabaikan Januar. Baru enam bulan pernikahan mereka berlangsung. Tapi sudah banyak bentakan yang Vera dapatkan dari Januar. Dan itu semua berasal dari masalah yang menurutnya sepele. Bagaimana tidak? Jika saja Januar marah hanya karena Vera yang memasak, membersihkan rumah, tidur terlalu malam dan telat makan hanya satu jam. Vera menghela nafas lelah sekaligus muak jika mengingat semua larangan Januar. Dan itu membuatnya benci sekaligus tertekan. Januar terlalu overprotective padanya, lebih banyak kata jangan daripada boleh, dan Januar itu adalah orang yang terlalu paranoid dengan semua kemungkinan yang sebenarnya jarang terjadi. Namun menurut Januar, lebih baik antisipasi atau tidak sama sekali. Tapi itu berlebihan menurut Vera, entahlah, mereka yang menjalani. ******* "Sayang,"  sepasang tangan kekar memeluk Vera dari arah belakang. Saat ini Vera tengah duduk dengan malas di ruang makan sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya di atas meja. Vera menghela nafas saat Januar mulai menelusupkan kepalanya pada perpotongan lehernya, dan setelahnya dapat Vera rasakan jika Januar mulai mengendusnya pelan. "Sayang, kamu kenapa, kok cemberut? Senyum dong," ucap Januar manja. Dan kini Januar sudah mendudukkan dirinya pada kursi yang berada di samping Vera. Menatap kearah Vera sambil menyangga kepalannya dengan tangan sebelah kanan di atas meja. Dan juga, jangan lupakan senyuman tanpa dosa itu. Selalu saja seperti itu. Setiap kali mereka selesai bertengkar, maka Januar akan kembali bersikap manja dan juga manis. Seperti tidak ada yang pernah terjadi. Bahkan Vera sempat berpikir bahwa suaminya itu adalah bipolar, pemilik keperibadian ganda. "Sayang, ada apa sebenarnya? Bilang sama aku," tanya Januar sambil menatap Vera dengan puppy eyes dan itu sukses membuat Vera ingin menonjok dan menendang pria disampingnya jauh-jauh. "Oh ya makasih ya bajunya," dan satu lagi kebiasaan Vera, semarah apapun ia pada suaminya itu, ia akan tetap menyiapkan semua keperluan suaminya. "Sayang, ngomong dong jangan diem gitu aja," bujuk Januar sambil menggoncang pelan tubuh Vera. Vera melirik Januar sekilas. "Buat apa aku ngomong kalau kamu juga nggak mau dengerin," "Iya-iya, aku bakalan dengerin kok," "Tapi kamu nggak mau kasih tahu alasannya," "Kan tadi aku udah bilang alasannya, aku cuma nggak mau kamu terluka, aku nggak mau kamu kenapa-napa," "Nggak mungkin cuma itu alasannya, pasti ada alasan lain kan?" "Enggak kok. Beneran, aku cuma nggak mau hal yang buruk terjadi sama kamu," "Tapi..." "Sayang, kamu tahu kan, kalau aku itu terlalu paranoid terhadap semua hal yang menyangkut dirimu?” "Iya sih, tapi kan—” "Sstt, sudah ya? Jangan dibahas lagi. Ayo kita makan, nanti yang ada makananya keburu dingin.” "Hmm, baiklah." Dan setelahnya Vera beranjak untuk meladeni suaminya. Seperti tugas istri pada umumnya, ia mengambilkan makanan kesukaan suaminya yang sudah tersaji sengan lezat diatas meja. Dan selanjutnya, ia melakukannya sendiri untuk dirinya. "Oh ya, ini siapa yang masak?" "Bibi," jawab Vera sambil menuangkan air mineral kedalam gelas Januar. Januar menatap Vera dalam. "Beneran? Bukan kamu yang masak?" "Iya, Januarrr," jawab Vera kesal. Ya, Vera memang tidak berbohong. Niatnya tadi pagi adalah untuk menyiapkan sarapan pagi untuknya dan Januar. Namun, baru saja ia hendak meracik bumbu untuk membuat nasi goreng, Januar telah lebih dulu berteriak memanggilnya. Alhasil, dengan sedikit berat hati Vera meminta Bi Minah untuk mengantikan pekerjaannya. "Ya udah. Sekarang ayo kita makan," Sepuluh menit berlalu mereka selesai dengan acara sarapan pagi bersama. Vera berdiri dari duduknya, hendak merapikan peralatan makan yang tadi mereka gunakan. Tapi langkahnya terhenti saat Januar menahan lengannya. Menengokkan kepalanya kebalakang, Vera menatap Januar dengan pandangan bertanya. "Udah, biarin aja. Biar nanti pelayan yang beresin,” jawab Januar saat mengerti tatapan Vera barusan. "Tapi—” "Nurut." Januar berkata dengan tak terbantahkan. Dan itu sukses membuat Vera menghela nafas lelah, selalu saja seperti itu, selalu ia yang mengalah. "Baiklah." "Bagus, sekarang lebih baik kamu anterin aku kedepan. Ayo sayang," dan setelahnya Januar menarik tangan Vera, mengajaknya untuk kedepan rumah dengan maksud mengantarkan Januar yang akan berangkat berkerja. Mereka berhenti di depan mobil Januar yang sudah siap untuk dikemudikan. Januar berbalik menatap kearah Vera yang kini tengah berdiri dengan tenang di depannya. Januar sangat menyukai pemandangan ini, pemandangan dimana ia dapat menikmati saat-saat Vera mengantarkannya bekerja. Dan itu membuatnya seperti teraliri energi positif untuk semangat bekerja. "Aku ingetin sekali lagi sama kamu. Jangan pernah ngelakuin pekerjaan yang nggak aku suka apalagi jika itu mengancam keselamatan kamu," "Hmm," "Dan juga, dirumah aja. Jangan pergi kemana-mana. Kalau kamu pengen main sama temen kamu suruh aja dia kerumah, tapi awas jangan laki-laki. Kalau sampai aku dapat laporan kalau kamu dekat sama laki-laki lain selain aku, aku pastiin dia akan nyesel karena udah berani deket-deket sama kamu," "Hmm," "Kalau misalnya kamu pengen ngunjungin orangtua kamu, nanti aja nunggu aku pulang kerja," "Hmm," "Satu lagi, ja—” "Januar, udah dong. Kamu nggak capek apa ngomong terus kayak gitu? Aku aja capek dengernya," "Enggak. Nggak ada yang namanya capek kalau itu buat kamu Sayang, dan juga, kamu juga nggak boleh bosen-bosen denger nasehat aku, karena ini itu buat kebaikan kamu sendiri, ngerti?" "Iya-iya aku ngerti. Udah sana berangkat kerja, nanti kamu telat," Vera mengusir Januar, menggerak-gerakkan tangannya seperti gerakan mengusir. Januar terkekeh pelan mendengar penuturan Vera barusan. "Biarin, telat juga nggak apa-apa. Lagian, siapa yang berani marahin aku kalau aku telat? Apalagi sampai mecat, nggak aka nada yang berani Sayang. Dan, lagipula, perusahaan itu milikku, jadi aku bebas untuk melakukan apa saja yang aku suka.” Vera mencebik pelan, "dasar, makan gaji buta.” "Gaji buta? Maksud kamu?" "Iya gaji buta, kamu juga dapat gaji kan bekerja disana? Kalau kamu tidak dapat bekerja dengan baik, itu tandanya kamu makan gaji buta Januar, kamu mendapatkan hgaji, tapi kinerjamu tidak sesuai.” "Tapi kan aku Bos nya Sayang, jadi aku bebas melakukan apa saja,” "Justru karena kamu Bos nya Januar, kamu harus dapat memberika contoh yang baik untuk semua karyawanmu, bukannya malah seenaknya sendiri.” Vera menatap Januar, “jika Bos nya saja bekerja tidak benar atau asal-asalan, bagaimana dengan bawahannya hem? Pasti bawahan itu akan mencontoh apa yang dilakukan oleh Bos mereka bukan?” "Ya, benar. Seorang bawahan memang harus patuh dan mencontoh Bos mereka. Dan sekarang, Bos besarmu ini mau berangkat dulu ya, kamu harus patuh semua perintahku, kamu tahu kan aku tidak suka dibantah?” Vera nampak mengangguk pelan. “Baiklah,  kalau begitu, Pak Bos berangkat dulu ya Bos ku Sayang? Dan juga, jangan lupa sama yang aku perintahkan tadi, kamu harus—” "Januarrr, stop it. Aku paham oke? Jadi jangan diulang-ulang terus,” Januar tersenyum kecil menatap wajah kesal milik Vera, ia sangat suka melihat itu, tapi Januar lebih suka ketika melihat Vera tersenym bahaia karenanya. “Baiklah-baiklah, aku tidak mengulangnya lagi.” Januar mengusap rambut Vera lembut, “dan ya, nanti jangan lupa dating ke kantor ya? Aku mau makan siang bareng kamu. Nanti aku akan suruh Pak Hadi untuk jemput kamu, dan kamu, jangan coba-coba untuk naik mobil sendiri seperti kemarin, atau aku akan marah besar lagi,” Ah ya, bicara soal naik mobil, Januar memang marah besar terhadap Vera karena wanita itu mencoba  mengendari mobilnya sendiri ketika berangkat kuliah. Seperti kemarin contohnya, karena merasa sedang terburu-buru, akhirnya Vera memutuskan untuk mengendarai mobilnya sendiri. Seberna ada Pak Hadi disana, hanya saja ia sedang berada dikamar mandi, karena Vera tidak sabar menunggu, yang begitulah jadinya. Mobil yang Vera kendarai berhenti di tengah jalan begitu saja, karena dihadang oleh mobil bodyguard suruhan Januar. Bukan hanya suruhan, karena nyatanya Januar juga berada disana, memintanya turun dari mobil dan akhirnya Vera mendapat amukan dari Januar ketika tiba di rumah. Dan, bukan hanya Vera yang mendapatkan amukan, melainkan Pak Hadi dan juga bodyguard,karena mereka tidak dapat menjaga Vera. Dan untung saja, meraka tidak dipecat oleh Januar,itupun karena keinginan Vera. Dan Vera,ia terpaksa berjadi untuk tidak mengulangi kesalahannya lagi. Tapi, memangnya ada yang aneh jika Vera mengendari mobil sendiri? Apa sebegitu khawatirnya Januar terhadap Vera? Vera menghela nafas pelan, sangat pelan agar Januar tidak mendengar, “ya, aku tidak akan mengulanginya bawel,” Januar menarik gemas hidung Vera ketika wanitanya itu mengatainya bawel, tapi entar kenapa, ia suka. Dan sedangkan Vera, ia hanya dapat meringis pelan dan mengerucutkan bibirnya kesal terhadap ulah Januar. “Aku berangkat ya Sayang, kamu jangan nakal,” dan setelahnya Januar mengecup sayang Vera, mulai dari puncak kepala, kedua pipi, dan terakhir, bibir berwarna pink kemerahan milik Vera agak lama. “I love you.” Entah perasaan Vera saja atu  memang benar adanya, tapi ia merasa jika tiga kata itu dapat membuat hatinya sedikit berdesir. Vera berdeham pelan untuk menetralisir rasa gugup yang tengah menderanya, “sudah sana, berangkat, nanti kamu beneran telat.” Nada suara Vera terdengar sedikit ketus. Dan setelahnya, tanpa memperdulikan Januar yang masih senantiasa memperhatikannya, Vera memilih untuk masuk ke dalam rumah, dan diikuti dengan tertutupnya pintu utama rumah keluarga Bramantyo yang dilakukan oleh bodyguard yang dipekerjakan Januar khusus untuk menjaga Vera.  Sedangkan Januar, ia telah memasuki mobilnya sesaat setelah memastikan Vera masuk ke dalam rumah dengan selamat dan aman. Dan dapat dilihat setelahnya, mobil lamborgini berwarna hitam itu melaju keluar meninggalkan kediaman Bramantyo. _________________________ [Cerita ini hanya dapat dibaca secara online atau versi digital di aplikasi Innovel / Dreame ©®2020 by Olipoill]

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
220.4K
bc

Everything

read
275.8K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.9K
bc

MANTAN TERINDAH

read
7.0K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.2K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook