Part 2

1073 Words
Reza pulang ke tempat indekosnya di Kampung Samiroto. Laki-laki itu benar-benar malu dengan apa yang dilakukannya terhadap Arini. Beruntung kewarasannya masih ada hingga tidak terjadi hal buruk. Akibatnya bisa sangat fatal--dikeluarkan dari Kampus UNY dan nama baiknya tercoreng. Reza merebahkan badan di kasur, tempatnya indekos menyediakan semua keperluan lengkap. Menyalakan AC dan memejamkan mata saat ini adalah hal yang dibutuhkan oleh Reza. Bukan tanpa sebab, pikiran laki-laki yang tengah kalut itu ingin tenang. Jadwal tes semester gasal ini akan dimulai Senin depan. "Reza!" teriakan dari luar kamar membuatnya mengurungkan niat untuk sekadar mengistirahatkan pikirannya. Dengan malas, Reza membuka pintu kamar indekosnya. Makhluk berjenis kelamin perempuan yang sangat tidak ingin ditemuinya--Marisa Siahaan. Gadis yang selalu mengejarnya dari pertama datang ke kampus ini. Marisa adalah adik angkatan Reza yang tergila-gila pada pesona ketampanan Reza sejak pertama kali datang ke UNY. "Ada apa?" tanya Reza malas dan tidak melihat ke arah Marisa yang berpakaian kurang bahan. "Ish ... aku masuk dulu, ya," pinta Marisa dengan nada manja sambil memasuki kamar milik Reza. Reza menghela napas panjang saat gadis berambut blonde dengan dandanan menor itu memasuki kamar miliknya. Laki-laki tampan dengan senyum manis itu terpaksa menunggu Marisa di dekat pintu kamar indekosnya. Risih rasanya melihat penampilan gadis berambut blonde ini. "Kamu ngapain jaga pintu? Sini duduk deketan." Marisa mengatakan dengan nada sedikit mendesah agar menarik perhatian Reza. "Kalo ga ada keperluan penting mending kamu keluar dari kamar ini! Aku mau istirahat dan belajar!" Reza menaikkan nada bicaranya satu oktaf menjadi bentakan yang membuat Marisa terkejut. "Kamu itu seperti gadis murahan yang menawarkan tubuh pada laki-laki. Harga dirimu di mana?!" Reza menumpahkan kekesalannya pada Marisa. Marisa sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Reza. Seketika harga dirinya hancur berkeping. Ucapan Reza menusuk dan membuatnya sangat malu. Jelas, gadis berambut blonde itu harus malu. Sebab, apa yang dikatakan oleh Reza ada benarnya. "Kamu tidak lelah terus mengejarku, ha? Sementara kamu tahu, aku mencintai Arini lebih dari apapun!" Reza mengatakan isi hatinya. Reza bosan setiap kali Marisa mendatanginya dengan membawa berbagai macam makanan atau camilan ringan. Bukan tidak ingin menerima pemberian dari Marisa, hanya saja yang ada dala pikiran Reza, Marisa-lah yang membuat Arini menjauh. Bukan itu alasan Arini selalu menolak cinta Reza. Wanita tinggi semampai dengan bibir tipis itu merasa Reza tidak pantas untuknya. Usia menjadi alasan utama juga faktor kedewasaan Reza. Pandangan orang terutama sesama rekan dosen membuat Arini selalu menganggap Reza adalah angin lalu. "Jika sudah tidak ada keperluan sebaiknya kamu pergi dari kamarku!" Reza memberikan perintah yang tidak bisa ditolak oleh Marisa. Mata Marisa berkaca, mendapati kekasaran ucapan laki-laki yang dicintainya itu. Niat hati ingin bersenang-senang dengan Reza, tetapi justru kesedihan yang didapatkan. Penolakan demi penolakan sudah biasa diterimanya. Hal ini pertama kalinya Reza berucap kasar dan merendahkannya. Bukan salah Reza, tetapi cara berpakaian Marisa-lah yang membuat muak laki-laki tampan itu. Wajar jika dirinya dikatakan seperti gadis murahan. Semua pakaiannya kurang bahan. Marisa dengan cepat mengemudikan mobilnya menuju tempat indekos miliknya di Kampung Sagan. Selama di perjalanan, Marisa tidak fokus menyetir. Beberapa kali hampir menabrak pengguna sepeda motor ataupun sepeda ontel. Banyak pengguna jalan raya lainnya yang mengumpatnya. Marisa terpaksa berhenti sebentar untuk meminta maaf. Sementara itu, Reza yang tidak jadi tidur siang kelabakan mencari ponselnya. Laki-laki tampan itu mengingat-ingat di mana terakhir menggunakan benda pipih itu. Bukan tentang harganya, akan tetapi isi dari ponsel itu. Bahaya jika sampai tersebar ke seluruh kampus ini. Semua rahasia Arini akan terbongkar. Ingatan Reza tertuju pada ruangan milik Arini. Ruangan di mana hampir saja dirinya berbuat kurang ajar pada wanita yang mencuri hatinya itu. Reza segera keluar dari kamar dan mengambil motornya di parkiran tempatnya indekos. Dengan langkah tergesa segera laki-laki tampan itu memacu sepeda motornya menuju kampusnya. Sesampainya di ruangan milik Arini, ternyata kosong. Tidak ada tanda-tanda dosen cantik itu ada di dalamnya. Bahkan, kelas yang seharusnya diajar pun dikosongkan secara mendadak. Reza mengetahui hal ini dari pengumuman yang ditempel pada dinding di depan ruangan milik Arini. "Sial!" Reza mengumpat marah dan kesal. Banyak mahasiswa dan mahiswi yang berbisik melihat tingkah Reza. Laki-laki tampan itu hanya mengacuhkan saja apa yang mereka gosipkan. Tidak penting meladeni apa yang mereka lakukan. Reza mengeram marah ketika tidak mendapati Arini ada di dalamnya. "Maaf, Anda mencari Bu Arini?" tanya salah satu dosen rekan kerja Arini yang kebetulan lewat di depan ruangan Arini. "I-iya." Reza tampak terbata-bata menjawab pertanyaan dari rekan kerja Arini. "Sepertinya beliau sedang ada urusan ke luar kota." Rekan kerja Arini menjelaskan tentang kepergian Arini kali ini. Reza terdiam memikirkan kemungkinan kemana Arini pergi. Rekan kerja dosen cantik itu segera meninggalkan Reza yang sibuk dengan diamnya. Ada kemungkinan wanita tinggi semampai dengan bibir tipis itu pergi menemui mantan tunangannya. Lagi dan lagi, Reza mengeram kesal pada dirinya sendiri. Teledor saat dalam keadaan marah. Bisa-bisanya ponselnya tertinggal di ruangan milik Arini, jika tidak salah. Laki-laki tampan itu, terpaksa pulang dan harus sabar menunggu kepulangan Arini. Hadi Indrayana saat ini sedang berada di kantornya. Pengusaha properti kelas menengah itu sedang mengerjakan beberapa proyek kerja sama dengan beberapa rekan kerjanya. Lumayan memberikan keuntungan untuk perusahaan yang sedang dirintisnya dari bawah itu. Perlahan tapi pasti, kesuksesan itu datang. Pun dengan keluarga kecilnya. Dukungan Maya--istri yang sangat dicintainya itu menambah semangat dalam mengerjakan semua usahanya. Hadi mengenal Maya saat mereka masih sama kuliah di UI mengambil jurusan yang berbeda. Hadi dengan jurusan Teknik Sipil dan Maya mengambil jurusan Akutansi. Perbedaan status ekonomi keduanya membuat restu kedua orang tua Hadi melarang hubungan mereka. Kedua orang tua mantan tunangan Arini itu menjodohkan dengan Arini yang sama-sama dari keluarga terpandang. Pucuk dicita ulam pun tiba, Arini jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat Hadi. Rasa cinta Arini yang begitu mendalam membutakan akal sehatnya. Saat itu, Arini bahkan tidak curiga sedikit pun ketika Hadi tidak membalas pesannya. Jika keduanya bertemu, Hadi lebih sibuk dengan ponselnya, yang entah sedang mengerjakan apa. Hadi tidak ingin melepaskan Maya. Cintanya pada gadis bermata indah itu begitu dalam. Gadis yang tulus dan baik hati. Restu kedua orang tua Hadi akhirnya didapatkan ketika Hadi berdusta jika Maya tengah mengandung anaknya. Kala itu, Hadi menemui Arini dalam kondisi mabuk. Laki-laki dengan mata teduh itu hendak memutuskan ikatan pertunangannya dengan Arini. Justru, hal yang terjadi Hadi menuntaskan hasratnya pada Arini malam itu. Hadi yang tersadar setelah melakukannya segera pergi meninggalkan Arini yang dalam kondisi tak sadarkan diri. Bercak merah ada di atas sprei kasur yang mereka tempati. Mereka melakukannya di kamar milik Arini. Saat itu kedua orang tua Arini sedang pergi keluar kota untuk beberapa hari. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD