Part 3

1060 Words
Arini terbangun dengan rasa sakit yang luar biasa. Dirinya justru bahagia dengan kebodohan yang baru saja dilakukannya. Menyerahkan mahkota berharga pada orang yang tidak tepat. Bagi Arini ini adalah hal yang menggembirakan, dengan begitu bisa mengikat Hadi sepenuhnya. Satu bulan setelah kejadian itu, Arini mengalami pusing, mual, dan muntah-muntah. Hadi pun tidak terlihat sama sekali mengunjunginya. Ponselnya mati atau entah mengganti nomornya. Kedua orang tua Arini pun bingung dibuatnya. Tidak biasanya keluarga Indrayana berbuat demikian. Arini menyadari jika ada yang berubah pada siklus bulanannya. Wanita tinggi semampai itu memeriksakan diri pada dokter di sebuah rumah sakit swasta yang ada di Yogyakarta. Bukan perkara mudah saat dokter memintanya untuk tes urine untuk mendiagnosa penyakit yang dideritanya. Setelah menunggu beberapa saat, dokter mengatakan jika Arini sedang mengandung. Untuk lebih jelasnya, dokter menyarankan agar periksa ke dokter spesialis kandungan. Bagai disambar petir di siang bolong. Arini terkejut dengan hasil tes urine yang baru saja dijalaninya. Hadi bahkan seperti hilang ditelan bumi. Arini segera meninggalkan ruang praktik milik dokter itu. Wanita dengan paras manis itu segera melajukan sepeda motornya menuju kawasan Kaliurang. Menenangkan diri hingga langit berwarna jingga. Setelah puas menangis, Arini memberanikan diri menemui keluarga Indrayana. Arini yang dalam keadaan tidak baik-baik saja memaksakan pergi ke daerah Jombor untuk mendatangi kediaman tunangannya. Nahas, rumah itu terkunci dengan rapat tidak tampak ada orang di dalamnya. Seorang tetangga Hadi mengatakan jika sudah sepekan ini keluarga Indrayana pergi entah kemana. Arini lemas mendengar semua informasi dari tetangga Hadi. Wanita berparas manis dan tinggi semampai itu tidak tahu harus mengatakan apa pada kedua orang tuanya tentang kehamilan ini. Aib ini harus dibuang, pikir pendek Arini kala itu. Sayangnya, rasa belas kasih yang dimiliki oleh Arini membuatnya sadar jika janin yang dikandungnya itu tidak bersalah. Wanita berparas manis itu pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Saat ini dirinya hanya ingin tidur tanpa gangguan sedikit pun. Hingga malam Arini belum juga terbangun dari tidurnya. Mata indah itu rasanya ingin terpejam selamanya agar tidak lagi merasakan pahitnya kehidupan ini. Ayah Arini--Pak Seno menyadari ada yang tidak beres dengan keluarga Indrayana. Laki-laki berusia setengah abad itu segera mendatangi keluarga itu. Hasilnya nihil, rumah itu kosong. Lambat laun, Pak Seno sadar jika keluarga Indrayana telah menipunya. Geram dan marah menjadi satu. Terlebih pembatalan sepihak tanpa pemberitahuan, bahkan keluarga itu seolah hilang bagai ditelan bumi. Bu Sari pun turut merasakan kesedihan sang suami. "Sudahlah, Mas, mungkin Arini memang tidak berjodoh dengan Hadi." Bu Sari berusaha menenangkan sang suami malam itu. "Tapi ini ndak sopan! Pergi begitu saja tanpa ada obrolan. Dari awal mereka yang meminta Arini menjadi menantu keluarga mereka, tetapi kok sekarang ngilang!" "Ya, sudahlah, Pak. Besok kita beritahu Arini. Semoga dia tidak kecewa," kata Bu Sari menyudahi obrolan dengan sang suami. Bu Sari pun merasakan kesedihan yang sama. Harapan mempunyai menantu seperti Hadi kandas. Jika laki-laki bermata sendu itu menjadi menantunya, pastilah perekonomian mereka akan sedikit mengalami peningkatan. Bu Sari berharap sang putri juga segera mendapatkan pekerjaan. Sebab sudah satu bulan ini menganggur sejak lulus dari Fakultas Sosial Politik UGM. Malam semakin larut, Arini pun terbangun. Sebenarnya wanita itu sempat mendengar obrolan kedua orang tuanya itu. Akan tetapi memilih berdiri dibalik tembok dan kembali masuk ke dalam kamar. Bukan perkara mudah bagi keluarga ini untuk menerima kenyataan pahit itu. Semakin lama juga perut Arini akan terlihat membuncit. Arini terpaksa berdusta, dirinya menghubungi salah satu teman dekatnya. Meminta bantuannya hingga sembilan bulan ke depan. Indira--sahabat baik Arini pun setuju dan siap menampung wanita itu. Keesokan paginya, Arini berpamitan hendak ke Semarang. Dengan lancar berdusta pada kedua orang tuanya jika dirinya sudah mendapatkan tempat bekerja. Pak Seno mengiakan saja tanpa rasa curiga sedikit pun. Arini mengemasi barang-barangnya dan pergi ke kota Semarang dengan membawa semua luka hati yang telah ditorehkab oleh Hadi. Wanita tinggi semampai dengan paras manis itu akan mengubur dalam-dalam keinginannya menjadi Nyonya Hadi Indrayana. **** Hadi hari ini sangat bahagia, anak semata wayangnya menjuarai lomba menggambar. Bakat yang entah menurun dari siapa, tetapi bagi Hadi dan Maya tak masalah. Keenan tetaplah menjadi sosok yang sangat disayanginya. Maya selalu mengingatkan agar jangan terlalu memanjakan sang putra. "Abang, jangan terlalu manjain Keenan." Maya menegur sang suami ketika Hadi memberikan kado mobil-mobilan remot kontrol dengan harga jutaan. "Keenan masih kecil, dia masih butuh mainan. Nanti bisa disimpan untuk disumbangkan kepada siapa saja. Panti asuhan misalnya." Hadi membela diri dari omelan sang istri yang bersiap mengeluarkan kata-kata bagai alunan musik di telinga Hadi."Sayang, daripada kamu marah dan mengomel, lebih baik kita buatkan adik untuk keenan," kata Hadi sambil menoel dagu dang istri. "Abang ini ...." Maya pergi meninggalkan sang suami yang sedang terbahak. Saat sedang berada di ruang tengah bel di depan pintu rumah mereka berbunyi. Hadi segera membuka pintu dan betapa terkejutnya setelah mengetahui siapa yang bertamu. Arini--tamu yang tak diundang itu. Arini tersenyum hambar melihat tatapan yang diberikab oleh Hadi padanya. "Siapa, Bang yang datang?" Maya berteriak dari dalam rumah. Hadi tak menjawabnya, masih syok dengan sosok yang ada di depannya. Sekian lama tidak ditemukan justru saat ini wanita itu ada di depannya. Wanita yang dulu pernah menjadi calon tunangannya. "Wah, ternyata hebat juga kamu, Mas. Bisa sesukses ini setelah kabur dan menghilang." Arini mengatakannya dengan sinis." Oh, ya, setelah kejadian durjana itu, aku mengandung anakmu," lanjutnya tanpa basa-basi. Hadi gelagapan mendengar penuturan dari Arini. Maya tanpa sengaja mendengar semuanya pun ikut terkejut. Bukan hal mudah menerima kenyataan pahit ini. Gelas berisi minuman itu terjatuh dan membuat kedua orang yang berada di ruang tamu menoleh. "Oh, ini istri kamu? Cantik juga dia." Pertanyaan yang tidak perlu dijawab oleh Hadi." Anak kita ada di Panti Asuhan Kasih Bunda Semarang. Aku sengaja menitipkannya di sana." Arini mengatakannya tanpa ada nada kesedihan sedikit pun. Hadi membeku ditempatnya. Tidak menyangka hari ini ada tamu spesial yang membahayakan rumah tangganya. Maya bahkan terduduk lemas di lantai ruang tamu mereka. Hadi tak bisa berkutik setelah mendengar ucapan Arini. "Aku memberikan nama anak itu Ganesha Indrayana," kata Arini. "Rin, tujuanmu datang apa?!" bentak Hadi pada Arini yang masih sibuk berbicara tentang masa lalu mereka. "Tujuanku?" Arini mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan aneh dari mantan tunangannya itu." Ya, memberitahukan keberadaan anak kita," lanjutnya tanpa dosa. Maya sudah berlinang air mata mendengar semua itu. Tidak menyangka jika hubungan Hadi dengan mantan tunangannya sejauh itu. Dulu Hadi mengatakan jika pertunangan mereka batal karena Arini berselingkuh dengan seseorang. Sebuah cerita indah yang dikarang oleh Hadi dan Maya dengan polosnya mempercayai semua itu. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD