Part 4 - Menjadi Tamu Tak Diundang

2126 Words
Arini tidak bisa lagi tenang. Masalah dengan laki-laki di masa lalunya belumlah usai. Masih ada banyak pertanyaan, salah satunya mengapa meninggalkannya saat itu? Jika memang ada masalah, bukankah sebaiknya dibicarakan? Tidak dengan pergi tanpa pesan seperti ini. Wanita cantik itu duduk dengan tenang. Berusaha tenang, walau pun sebenarnya hatinya sudah penuh dengan emosi. Lawan bicaranya adalah Hadi, sosok durjana yang hampir saja membuat masa depannya suram. Laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan menyebabkan dirinya hamil. Beruntung kedua orang tua Arini tidak tahu akan hal ini. Besok, jika sudah sampai di Yogyakarta, Arini akan mengucapkan banyak terima kasih pada sosok Reza yang memberikan informasi penting ini. Selama ini, sangat sulit mencari Hadi, entah bagaimana bisa pemuda berusia hampir dua puluh empat tahun itu dengan mudahnya mendapatkan informasi sepenting ini. Sangat penting karena laki-laki yang tampak bingung ini harus mendapatkan pelajaran yang setimpal. "Oh ... jadi istrimu ini tidak tahu jika dulu kamu dijodohkan denganku?" tanya Arini sengaja memancing pertengkaran pasangan suami istri yang ada di depannya itu. Maya tampak berlinang air mata. Ia tidak sanggup mendengar semua tentang masa lalu sang suami. Wanita itu mengira jika sang suami adalah orang yang paling jujur dan baik dalam hidupnya. Selama mengenalnya sejak zaman kuliah, Hadi memang sosok yang baik dan tidak pernah menyembunyikan apa pun darinya. Hari ini, justru memberikan kenyataan lain tentang suaminya. Maya tidak bisa menahan emosinya. Bukan meledak, tetapi hatinya berdenyut nyeri saat melihat sosok Arini yang ada di depannya. Mantan tunangan suaminya saat ini sangatlah cantik. Sangat jauh berbeda dengan dirinya. Hadi sejak tadi menatap dua wanita yang ada di ruang tamu miliknya. Otaknya tidak bisa memikirkan apa pun saat ini. Suami Maya ini akhirnya membantu sang istri yang terduduk di lantai sambi menangis agar berdiri. Hadi ingin memeluknya. Sayang, tangan kekarnya ditepis oleh sang istri dengan kasar. Melihat 'drama' di depan matanya, Arini hanya tersenyum sinis. Tidak menyangka jika kedatangan mendadaknya ke rumah sang mantan tunangan akan mengakibatkan masalah. Wanita cantik di depannya ini ternyata adalah sosok yang rapuh. Atau entahlah, mungkin hanya sesaat saja rapuhnya. Arini tidak ingin meremehkan sosok wanita pilihan Hadi itu. Akan tetapi, hatinya bersorak saat melihat keduanya saat ini. Sudah seharusnya seperti ini. Otak cerdas Arini memikirkan bagaimana caranya membuat Maya marah kepada sang suami. Apa yang Hadi tabur, harus segera menuai hasilnya. Laki-laki jahat itu harus merasakan sakit yang sama dengan yang dialami oleh Arini. Mungkin jika dulu sebelum meninggalkannya dia berkata jujur, baik Arini maupun keluarganya pasti akan dengan ikhlas memaafkan. Arini sadar, Hadi tidak pernah merespons cintanya. Hanya dirinya yang berjuang seorang diri. Hingga memberikan mahkotanya pada laki-laki yang jelas-jelas tidak mencintainya. Sakit dan terpuruk pernah Arini rasakan. Bahkan, dia terpaksa meninggalkan sang putra di panti asuhan di Semarang. Wanita cantik itu menyembunyikan anaknya dari siapa pun. Hanya sahabatnya yang tahu perihal anaknya. "Mama, ada siapa?" ucap anak kecil dari arah dalam dan menyembulkan kepalanya di ruang tamu. Arini pun menoleh ke arah sumber suara itu. Benar dugaannya, anak Hadi dan istrinya itu hampir sebaya dengan Ganesha--sang putra. Mungkin hanya berbeda beberapa bulan saja lahirnya jika dilihat dari fisiknya. Senyum pun tersungging di bibir Arini. "Oh ... anak kalian sebaya dengan putra kita, Mas," kata Arini tidak lagi memperhatikan Maya yang terisak. Anak kecil itu mendekati ibunya dengan wajah bingung. Terlebih sang ibu tampak menangis dan duduk di lantai. Anak kecil itu duduk mensejajarkan tubuhnya dengan sang ibu. Mengusap air mata di pipi ibunya dengan tangan mungilnya. Maya tersadar dengan sentuhan lembut anaknya. Dengan cepat menggendong sang putra--Keenan masuk ke dalam. Belum waktunya bagi sang putra mendengarkan ucapan Arini dan papanya. "Keenan, kita main di belakang, ya. Biar papa bicara sama Tante tamu ini," kata Maya membujuk sang putra agar tidak ikut menemui tamu yang tak diundang. Maya segera masuk ke dalam. Akan tetapi, Hadi segera memegang lengan wanita itu. Sang istri pun menoleh dan memberikan isyarat agar sang suami berbicara dengan wanita masa lalunya. Dia tak ingin ikut campur dalam masalah ini. "Apa yang kamu inginkan?!" Hadi muak menatap wanita yang ada dihadapannya. Arini menoleh dan menatap ke arah sang mantan tunangan. Sekarang mungkin Hadi bisa dengan sesuka hati berbuat demikian padanya. Lihat saja nanti, wanita cantik ini akan membalas perbuatannya di masa lalu. Arini adalah sosok pendendam. "Yang aku inginkan adalah tanggung jawabmu!" Singkat padat jelas jawaban dari wanita yang bekerja sebagai seorang dosen ini. Arini menyunggingkan senyum saat melihat Hadi terkejut. Tidak terlalu tampak, tetapi raut wajahnya menunjukkan hal itu. Lucu sekali, mengapa baru terkejut sekarang? "Tanggung jawab seperti apa yang kau inginkan?!" Arini menaikkan satu alisnya. Laki-laki di depannya memang sangat tidak tahu diri. Dia yang mabuk dan memaksa berhubungan badan, sekarang bertanya tanggung jawab. Di mana pikiran dan hatinya? Masih layakkah disebut sebagai seorang manusia? "Tanggung jawabmu sebagai seorang ayah bagi putraku!" Nada tinggi masih menjadi dominan. Mereka berdua tidak bisa berbicara dengan kepala dingin. Bagi Arini, dia harus bisa membalas dendam pada Hadi dan keluarganya. Bagaimanapun caranya, dendamnya harus terbalas. "Aku bisa mencarimu kapan saja, Mas. Atau perlu aku sampaikan ini pada kedua orang tuamu? Ah ... pastinya mereka akan terkejut, ya. Sosok yang dibanggakan ternyata b***t!" Tatapan Arini pada Hadi sangat tajam. Syarat akan intimidasi dan ancaman. Hadi sedikit tertekan dengan ucapan Arini. Dirinya tidak tahu menahu jika akibat dari perbuatannya itu membuat sosok mantan tunangannya mengandung darah dagingnya. Tidak hanya itu, dia pun tidak pernah berpikir sampai di situ. "Belum tentu itu anakku!" Hadi mencoba menggoyahkan Arini. Arini sudah menduga jika manusia licik di depannya akan berbicara seperti itu. Wanita cantik itu hanya menyunggingkan senyum saja. Apa yang akan diucapkan oleh Hadi sudah bisa ditebak olehnya. Meragukan darah dagingnya sendiri. "Bisa tes DNA," kata Arini dengan santai. Ia lalu berdiri dan mendekati sang mantan suami yang masih terlihat tegang. Suasan hening ketika mereka berdua berdekatan. Tidak masalah jika harus berurusan dengan pihak berwajib. Justru orang akan tahu jika sosok pengusaha muda bidang properti yang terkenal baik dan sayang pada keluarga adalah sosok yang sangat b***t di masa lalunya. Masyarakat pasti akan mempunyai penilaian sendiri terhadap Hadi. Tinggal menunggu tiba waktunya. Arini tidak memikirkan karirnya jika masalah ini sampai tersebar keluar. "Kamu pasti takut. Nama baikmu menjadi taruhannya." Arini segera keluar dari rumah Hadi setelah mengatakan hal itu. Hadi terhenyak dengan ucapan sang mantan tunangan. Ia tidak menyangka jika Arini akan berbuat senekat ini. Dulu, laki-laki tampan ini hanya berpikir pendek. Tidak mungkin wanita yang dijodohkan dengannya akan menggugatnya. Akan tetapi, justru saat ini wanita itu muncul dan siap memporak porandakan hidupnya. Hadi tersadar setelah beberapa saat. Arini sudah keluar dari rumahnya. Ia harus berhati-hati dengan sosok yang baru saja datang bertamu. Pasti akan ada kejutan berikutnya yang menanti. Suami Maya ini tidak ingin rumah tangganya hancur hanya karena masa lalunya. Hadi mencari sosok istri dan anaknya. Di dalam rumah tidak ada. Di taman belakang pun tidak ada. Hatinya mulai cemas dan tidak enak. Apa mungkin sang istri pergi meninggalkan dia? Tanpa pamit dan membawa serta sang putra semata wayangnya--Keenan. ♡♡♡♡♡ Arini sedikit lega saat sudah berhasil menemukan dan bertemu dengan Hadi. Niatnya sudah jelas, menghancurkan keluarga itu. Keluarga yang dibangun di atas sakit hati dan traumanya. Sasaran utamannya adalah Hadi. Bukan istri dan anaknya. Dering ponsel milik Reza yang dibawanya menyadarkan lamunan Arini. Tertera nama papa pada layar ponsel itu. Ia tidak gegabah mengangkat panggilan itu. Pasti urusan keluarga. Rasanya tidak sopan jika ia yang menerima. Panggilan itu akhirnya berhenti setelah beberapa kali tidak ada tanggapan. Arini memutuskan untuk pulang ke Yogyakarta saat ini juga. Sayang, penerbangan malam ini tidak ada. Harus ditunda hingga besok pagi. Bisa, tetapi harus menuju bandara Soetta di Jakarta terlebih dahulu. Tanpa pikir panjang, wanita itu menyewa sebuah mobil untuk mengantarkannya hingga Jakarta. Semoga saja masih ada tiket pesawat yang mengantarkannya menuju Yogyakarta. Malam semakin larut. Baterai ponsel miliknya maupun milik Reza sama-sama kehabisan daya. Harus mengisi salah satunya. Sayangnya, tidak ada alat charger yang ia bawa. Wanita cantik itu sangat bingung. Setelah mobil yang disewanya sampai di bandara, ia segera membayarkan sejumlah uang sesuai kesepakatan. Arini bergegas ke bagian pembelian tiket. Beruntung masih ada tiket penerbangan menuju ke Yogyakarta. Sedikit bernapas lega untuk saat ini. Setidaknya sudah ada harapan untuk bisa kembali. Otaknya kemudian berputar kembali dengan cepat. Memikirkan cara yang tepat untuk membalas Hadi. Mata indah Arini menatap sekitar. Pandangannya tertuju pada sosok anak yang dianggapnseusia dengan putranya. Anak laki-laki itu sedang tertawa bahagia dengan kedua orang dewasa. Mungkin saja mereka adalah orang tuanya. Seketika, hatinya berdenyut mengingat Ganesha sang putra yang ia titipkan di panti asuhan. Entah sampai kapan, dirinya bisa menyimpan rapat rahasia ini. Bahkan Reza pun dengan lancangnya sudah tahu. Bisakah ia berharap jika mahasiswa berusia delapan tahun dibawahnya itu bisa menjaga rahasia? Rasanya akan seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja. Jadwal penerbangan malam ini masih setengah jam lagi. Seharusnya perut Arini akan terasa lapar. Kenyataannya tidak. Emosi yang membuatnya tidak merasakan lapar. Bahkan, rasa haus pun sepertinya mendadak lenyap. Bagian informasi bandara mengumumkan jika penerbangan menuju Yogyakarta akan ditunda hingga besok pagi. Cuaca berkabut menjadi kendala penerbangan. Arini menghela napas panjang. Ia harus segera mencari penginapan untuk malam ini saja. Bodohnya, ia bahkan tidak membawa satu pun baju ganti. Rasanya tidak nyaman dengan apa yang sudah dipakainya seharian ini. Semua baju cadangannya ada di bagasi mobilnya. Dengan langkah lemah, Arini keluar dari Bandara. Ia bertanya pada salah satu satpam yang berjaga di mana tempat penginapan yang terdekat. Satpam pun menjelaskan jika ada penginapan yang tak jauh dari bandara ini. Kurang lebih lima belas menit jika menggunakan taksi. Arini pun berterima kasih atas penjelasan satpam tadi. Ia segera mencari taksi dan meminta diantarkan menuju penginapan yang dijelaskan oleh satpam tadi. Sopir taksi pun mengantarkannya ke tempat tujuan itu. Lumayan ramai penginapan ini. Arini baru saja sampai di tempat yang dijelaskan oleh satpam bandara. Setelah membayar ongkos taksi, ia segera bertanya pada bagian informasi mengenai ketersediaan kamar untuk malam ini. Masih ada beberapa yang kosong dan Arini pun memesan satu kamar. Sementara itu, Hadi kebingungan mencari keberadaan istri dan anaknya. Sejak kepulangan tamu tak diundangnya itu, sosok sang istri menghilang. Hadi ingin sekali jujur dengan masa lalunya. Akan tetapi, rasa takutnya itu menghalangi niatnya. Ia takut Maya meninggalkannya kala itu. Sehingga ia memutuskan untuk menutup rahasia ini serapat mungkin. Sepintar apa pun menyembunyikan bangkai pasti akan tercium juga bau busuknya. Kalimat yang sangat tepat untuk menggambarkan sosok Hadi hari ini. Malam kian larut, ponsel Maya masih tidak bisa dihubungi. Operator yang menjawabnya. Tangannya memencet beberapa digit nomor. Nomor milik kedua mertuanya. Ia berpikir jika sang istri pulang ke rumag oranf tuanya. Hadi langsung mengatakan apa yang ada di kepalanya begitu panggilannya terangkat. Suami Maya itu tidak menyadari jika yang menerima panggilannya adalah kakak Maya. "Halo, maaf malam-malam saya mengganggu. Maya ada di sana? Ponselnya tidak bisa dihubungi sejak sore." "Ada apa?" "Ma-maaf, Kak. Saya pikir Ibu atau Bapak yang mengangkatnya." "Maya di mana? Sampai kamu menelepon rumah kami." "Saya pikir dia datang ke rumah ini." "Kalian ada masalah?" Hadi memutuskan panggilan itu sepihak. Kakak iparnya pasti akan mengorek semua pertanyaan dari mulutnya. Suami Maya itu tidak ingin menceritakan masalahnya pada siapa pun selain pada istri tercintanya. Hadi menghentikan pencarian sang istri. Malam kian larut dan matanya mengantuk. Lelah, karena pikirannya terbagi ke segala arah. Laki-laki itu memutuskan untuk tidur sambil menunggu sang istri dan anak semata wayangnya pulang. Suara berisik di depan pintu rumahnya sangat menganggunya. Laki-laki tampan itu memutuskan untuk melihat apa yang terjadi. Di luar dugaan, ternyata Maya di antar oleh beberapa tetangganya. Ia dalam keadaan pingsan dan sang putra menangis histeris melihat sang mama. Hadi segera membopong sang istri ke dalam kamar setelah mengucapkan terima kasih kepada tetangganya. Mereka segera pamit pulang ke rumah masing-masing. Wajah Maya sangat pucat. Sementara sang anak masih menangis. "Pa, tadi Mama jatuh dan tidak bangun-bangun lagi," adu Keenan dengan terisak. Hadi memutuskan untuk membawa sang istri ke klinik terdekat. Ia takut ada masalah keaehatan pada istrinya. Suami Maya itu mengajak serta sang putra. Ingin menitipkan pada tetangga samping rumah, tetapi tidak enak hati karena malam sudah sangat larut. "Keenan, dengarkan Papa, Nak. Kita antar Mama ke klinik depan. Mama tidak akan apa-apa. Keenan jangan nangis terus ya," pinta Hadi sambil menggendong sang putra. Anak laki-laki itu menurut. Seketika tangisnya reda. Perlahan, Hadi menurunkan sang putra dari gendongannya. Ia segera membuka bagasi mobil dan mengeluarkan mobilnya. Pintu bagian penumpang dibukanya. Dengan cepat laki-laki itu masuk ke rumah dan menggendong sang istri. Keenan putra pertamanya mengekor dengan patuh di belakangnya. Setelah mendudukan Maya di bangku penumpang, Hadi meminta sang putra masuk dan duduk dengan tenang. Ia berhati-hati saat menjalankan mobilnya menuju klinik terdekat. Sesampainya di klinik, Maya segera mendapatkan pertolongan. Keenan yang berada di pangkuannya tertidur. Anak laki-laki kecil itu pasti sangat kelelahan. Bahkan sampai terlewat jam tidur malamnya. Hadi mengelus kepala sang putra dengan penuh kasih sayang. "Dengan keluarga pasien?" suara perawat keluar dari tempat Maya di periksa. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD