Part 11 -- Tekat untuk Melupa

2216 Words
Reza merasa haus dan ingin membangunkan Runi. Ia ingin meminta tolong diambilkan air mineral yang ada di meja samping brankar yang ia tiduri. Tubuhnya masih lemas, dan seperti tidak ada tenaga sama sekali. Ia memikirkan sebuah hal. Lebih baik melupakan satu nama yang mengisi hari-harinya--Arini Setyaningtyas. Benarkah akan secepat itu bisa melupakan sosok Arini? Tiga setengah tahun mengejar sosok wanita tinggi semampai itu rasanya memang melelahkan. Reza bahkan tahu apa yang disukai Arini dan apa yang dibencinya. Ia selalu menjadi sosok yang bisa menyenangkan Arini. Adilkah? Sementara sebenarnya hatinya nelangsa. Arini tak kunjung membalas perasaannya. Tidak hanya itu, kadang kata-kata yang keluar dari mulut Arini menyakiti hati Reza. Nama itu membuat d**a Reza mendadak sesak. Menyakitkan mengejar cinta sosok dosen PKn di kampusnya. Wanita dingin dengan semua rahasia yang berhasil diungkapkannya. Akan tetapi, semuanya tidak membuatnya takut dan terintimidasi. Justru, semua yang Reza ketahui membuat wanita itu kian menjauh dan menolaknya. Reza rela mencari tahu siapa sebenarnya Arini. Ia membayar orang untuk itu. Sebuah fakta, jika Arini pernah hamil di luar nikah. Rencananya rahasia itu akan digunakan Reza untuk menekan Arini. Sayangnya, wanita tinggi semampai itu tidak terpengaruh sedikit pun. Justru, semakin menolak Reza. Tidak ada tempat di hatinya untuk seorang mahasiswa jurusan Matematika itu. Siapa yang tidak terpancing emosi ketika wanita itu mengeluarkan kata-kata pedasnya? Reza selama ini berusaha sabar, tetapi kali ini tidak sanggup lagi menahannya. Jika sebelumnya masih bisa menerima penolakan demi penolakan yang Arini lontarkan, kali ini seperti sangat menyakitkan hati Reza. Wanita tinggi semampai itu, mengatakan jika hatinya ada nama seseorang dan akan segera menikah. Sejauh pengamatan laki-laki tampan itu, Arini tidak terlihat dekat dengan siapa pun. Banyak tanya dalam benak Reza tentang siapa laki-laki itu, tetapi tidak ada jawaban yang tepat. Runi menggeliat dan duduk di sofa. Ia melihat ke arah sang adik. Reza sudah sadar dan entah sejak kapan. Kakak Reza itu pun segera mendekati sang adik. Ia menyunggingkan senyum seperti biasanya. Runi segera bangun dan mendekati Reza. Ia menempelkan tangan pada kening sang adik yang kini terbaring lemah. Mungkin sakit Reza tak seberapa, tetapi depresi yang dialaminya yang membuatnya seperti itu. Runi berusaha tampak baik-baik saja di depan sang adik saat ini. "Za ... kamu sakit. Asam lambung dan demam. Teman-temanmu menghubungi Kakak." Runi mengatakan dengan tenang apa yang menimpa Reza."Jangan terlalu memikirkan hal yang tidak penting," lanjut Kak Runi. Reza terdiam mencerna setiap kata yang keluar dari mulut sang kakak. Benar. Selama ini ia hanya membuang waktunya saja dengan mengejar cinta Arini. Wanita tinggi semampai itu bahkan tidak peduli. Justru lebih sering menolak dan menghindarinya. Waktu hampir empat tahun hanya terbuang percuma dengan memikirkan seseorang yang tidak peduli padanya. Reza masih beruntung, nilai akademis kuliahnya tidak bermasalah. Bahkan ia bisa melanjutkan tugas akhirnya pada semester genap tahun ini. Hanya sempat tertinggal satu tahun. Sebab, harus mengulang beberapa mata kuliah yang sangat sulit baginya. Jika diizinkan pihak fakultas, semester ini bisa menyelesaikan tugaa akhirnya bisa diselesaikan saat ini. Sayangnya, kondisi tubuh, hati, dan pikirannya tidak baik-baik saja. Reza tidak bisa memastikan kapan semua akan selesai. Ia ingin menenangkan hati untuk saat ini dan pikiran yang kalut saat ini. "Kamu minum dulu, Za." Runi menyodorkan gelas berisi air putih yang disediakan oleh pihak rumah sakit. Runi menaikkan brankar tempat Reza terbaring agar adiknya sedikit tegak."Papa dan mama tidak bisa datang, kemarin papa harus opname lagi karena penyakitnya kambuh," lanjut Runi. Obat yang diminum sebelum makan. Sebentar lagi, kurang lebih satu jam ke depan, Reza harus makan. Tubuh kekar itu kini sangat lemas. Otaknya berpikir yang tidak perlu dipikirkan dan menjadikan asam lambungnya naik. Reza meminum air yang diberikan oleh sang kakak dengan perlahan hingga tandas. Ada rasa bersalah di hati Reza. Ia paham, Runi sang kakak pasti tahu kisah cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Sosok wanita penyayang itu pasti menceritakan masalahnya pada papa dan mamanya. Mungkin, papa memikirkan kisah cinta anak bungsunya yang sangat malang. "Iya, Kak." Reza menjawab singkat. Ia belum bisa mengobrol banyak. "Za, lupakan Arini. Carilah gadis yang memang tulus mencintai kamu. Dia terlalu jauh untuk kamu gapai. Hasilnya, kamu akan lelah dan sakit." Runi mencoba menyadarkan kesalahan sang adik. Cinta buta yang dialami Reza memang sangat bodoh dan tidak masuk akal. Mengejar wanita yang lebih tua dan berhati dingin terhadap lawan jenis. Adik Arunika ini telah membuang banyak waktu untuk hal yang memang tidak penting sama sekali. Ya, karena wanita itu sama sekali tidak membalas rasa cintanya. "Berhentilah sejenak, Za. Tenangkan pikiran dan jauhi Arini." Arunika kembali memberikan nasihat pada adiknya yang sangat disayanginya. Arunika tidak ingin adiknya gagal saat mengerjakan tugas akhirnya. Wanita penyayang itu paham bagaimana saat seorang mahasiswa mengerjakan tugas akhir. Harus benar-benar fokus untuk menyelesaikannya. Tidak hanya itu, banyak hal-hal yang tidak penting yang harus ditinggalkan agar selesai mengerjakan tugas akhir hingga ujian. "Akan Reza coba, Kak." Reza berusaha menjawab semua nasihat dari sang kakak. Reza merasa menjadi orang bodoh saat ini. Menghabiskan waktu percuma dan tidak ada hasil; mengejar Arini. Jika dilihat sejak awal, wanita itu memang sudah menolaknya. Cinta itu melemahkan logika, memaksa untuk berbuat lebih agar wanita itu melihat ke arah Reza. Memang tidak mudah harus menjauh dari sosok Arini. Wanita tinggi semampai itu seperti memiliki sebuah magnet untuk menarik Reza agar tetap mendekat. Akan tetapi, kali ini Reza akan membuktikan apa yang sudah dinasihatkan oleh Arunika. Hanya perlu menjauhi sosok yang sudah lama ada di dalam hatinya. Tidak akan mudah, tetapi Reza pasti bisa. Saat ini harus fokus pada hidupnya. Cukup dan akhiri kedekatan atau lebih tepatnya usaha mendekati Arini. Hanya akan membuatnya bertambah sakit hati saja. Arini tidak akan segan membuat lawannya jatuh mental. Ia wanita yang bisa melakukan apa pun agar lawannya jatuh. Selama lima hari di rawat di rumah sakit, hari ini Reza diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Reza pulang diantar oleh sang kakak. Teman-teman indekosnya menyambutnya dengan sangat antusias. Mereka memang akrab satu dengan lainnya. Sejak kepulangannya dari rumah sakit, Reza lebih banyak diam. Laki-laki tampan yang menjadi sosok idola di kampus UNY itu memikirkan banyak hal. Salah satunya nasihat dari kakak perempuannya--Arunika. Lebih baik pergi sejenak dari kehidupan Arini. Sosok wanita yang seperti memiliki sebuah magnet dalam tubuhnya. Menariknya dalam jeratan pesona yang memabukkan. "Za, boleh aku masuk?" Suara ketukan dari luar pintu kamar indekos milik Reza terdengar sangat keras. Gegas Reza membukakan pintu kamar. Ia tahu siapa yang datang--Sandi Pratama. Adik angkatannya yang berulangkali membantunya dalam segala hal. Membantunya saat sedang terbelit masalah dengan beberapa dosen. "Za, maaf, kemarin ga sempat jenguk," kata Sandi penuh rasa sesal. "Hmm ... ga apa. Masih sakit yang lama. Ada kakak juga yang jaga." Reza menjelaskan kondisinya. Hening dalam kamar. Mereka berdua larut dalam pikiran masing-masing. Sandi memang tahu jika kawan baiknya ini memiliki seorang kakak perempuan, tetapi ia belum pernah sekali pun bertemu. Hanya mendengar cerita saja dari beberapa teman dan Reza sendiri. "San, aku sepertinya mau cuti semester depan. Menenangkan pikiran dan hati. Aku mau lupain Arini," kata Reza sambil memandang jauh ke depan. Reza mengeluarkan apa yang ada dipikirannya. Ia ingin tenang, mungkin dengan cuti selama satu semester setelahnya semua akan baik-baik saja. Atau, justru sebaliknya semua menjadi lebih rumit. Tak hanya itu, Reza pun tidak bisa memastikan jika semua akan baik-baik saja. Sandi hanya diam mendengar ucapan sahabat karibnya itu. Ia tahu besarnya rasa cinta Reza untuk sosok dosen wanita tinggi semampai itu. Tidak tanggung-tanggung, Reza bahkan rela jungkir balik demi mendapatkan cinta Arini. Sayangnya, itu semua Hari-harinya ke depan tak akan sama lagi. Laki-laki dengan sejuta pesona di mata kaum hawa itu sudah membuat keputusan jika hendak melupakan sosok wanita tinggi semampai itu. Memang tidak akan mudah dan membutuhkan proses. Reza hanya manusia biasa, hatinya pun pasti akan berdebar ketika tanpa sengaja bertemu kembali dengan sang pujaan hati. "Menurutku ... lebih baik kamu tidak usah cuti. Ambil kuliah pengajuan proposal tugas akhir. Hanya itu saja. Tidak akan sering ke kampus. Bisa sambil pergi kemana pun kamu suka." Sandi berusaha memberikan nasihat yang terbaik pada sahabatnya itu. Mereka berasal dari Kota Jakarta, tetapi saat di lingkungan kampus dan sekitarnya terbiasa menggunakan dialog bahasa setempat. Bahasa Indonesia dengan logat Yogyakarta. Bagi mereka lebih menyenangkan. Juga terpengaruh dari teman-teman yang berasal dari kota yang ada di Jawa Tengah. "Aku pikirkan dulu." Reza menjawab nasihat Sandi tanpa menoleh pada sosok di sampingnya. Sandi akhirnya pamit pulang, lebih tepatnya pamit untuk pergi ke kampus karena masih ada ujian. Setelah sahabat baiknya pergi, Reza mulai memikirkan nasihat dari laki-laki itu. Ada benarnya juga hanya mengambil mata kuliah proposal tugas akhir dan tidak usah cuti. Mengerjakan proposal hanya datang ke kampus maksimal dua kali seminggu untuk bimbingan. Tidak memberatkan, bahkan bisa sering untuk pulang ke Jakarta. Sebuah ide yang cemerlang untuk dikerjakan. Reza bangkit dari duduknya, berdiri dan melihat beberapa jadwal kuliahnya yang masih tersisa satu bulan. Banyak sekali tes dan tugas yang harus dikerjakan. Ada beberapa keringanan dari dosen pengampu mata kuliah. Mengizinkan dirinya mengikuti tes susulan dan tugas susulan. Mendadak semangatnya berkobar. Ia tidak ingin ketinggalan lagi seperti yang lalu. Ketinggalan kuliah hanya karena masalaj hati. Rasanya itu sangat bodoh. Banyak waktu yang terbuang percuma. Tidak ada gunanya mengulang hal bodoh yang sama. Reza menatap ke arah jam tangan yang melingkar. Hadiah dari papa saat berulang tahun ke dua puluh tiga tahun lalu. Masih pukul tiga sore, satu jam mendatang laki-laki tampan itu ada jadwal kuliah dan kebetulan tes tengah semester. Hatinya bingung, jika berangkat pasti tanpa persiapan. Jika ikut susulan soalnya lebih sulit. Reza memutuskan untuk berangkat. Entah bagaimana hasilnya. Dengan cepat ia bergegas mandi dan mempersiapkan semuanya. Mulai sekarang lebih baik menjauh dari Arini. Cukup melihatnya dari jauh, tidak perlu mendelat lagi. Tidak baik bagi kesehatan hatinya yang terus menerus disakiti oleh wanita cantik itu. Banyak pasang mata yang memandang Reza saat sosok itu baru saja sampai di depan kelasnya. Banyak mulut yang berbisik perihal sakitnya. Satu kalimat pertanyaan muncul dari teman se-angkatannya yang memang hobi bergosip. Reza hanya menghela napas dan memutuskan tidak menjawab. "Za, lu sakit karena berulangkali ditolak Bu Arini 'kan?" Entah itu jenis pertanyaan atau pernyataan yang memang tidak perlu jawaban. Memang benar ada hubungan sakitnya dengan kejadian waktu itu. Akan tetapi, rasanya tidak pantas jika dibahas atau dijawab. Reza hanya tersenyum menanggapinya dan berdiri di dekat pintu masuk. Ia tidak seperti yang lainnya sibuk belajar. Reza hanya termenung sambil menunggu kedatangan dosen pengampu mata kuliah statistika lanjutan. Kebetulan, laki-laki tampan dan menjadi idola di kampus UNY itu hanya mengulang mata kuliah ini. Kemungkinan soal yang keluar tidak akan jauh beda dari tahun lalu. Dosen pengampu sudah datang dan masuk ke dalam kelas bersama beberapa mahasiswa yang menjadi asistennya. Reza pun segara masuk dan mengambil soal di depan meja dosen. Ia langsung duduk di bangku paling depan. Benar, soal yang tertera masih sama dengan tahun lalu. Tidak ada yang berubah sedikitpun. Sebuah keuntungan buat mahasiswa yang mengulang mata kuliah ini. Soal sangat mudah dan jawabannya tentu sama dengan tahun lalu. Reza yang sempat belajar sebelum sakit, masih ingat jawaban dari setiap soal itu. Semoga tidak mendapatkan nilai jelek. Lima soal uraian berhasil dikerjakan oleh Reza dalam waktu satu jam. Ia segera mengumpulkan jawaban itu di depan meja dosen dan segera keluar dari ruangan tes. Tujuannya kali ini adalah kantor fakultas. Laki-laki idola kaum hawa di UNY ini hendak berkonsultasi perihal mata kuliah yang akan diambilnya semester depan. Kebetulan wali studinya--Bu Santi sedang ada di ruangannya sore ini hingga pukul enam sore nanti. Ternyata ada banyak mahasiswa dan mahasiswi yang mengantri di depan ruangannya. Reza pun bergegas mengambil kertas KRS ( Kartu Rencana Studi) pada bagian administrasi dan mengisinya dengan mata kuliah yang akan diambil pada semester genap. Mantap mengambil satu mata kuliah--proposal skripsi tanpa mengulang mata kuliah yang lain membuat Bu Santi heran pada Reza. Jika anak walinya yang lain berlomba mengambil mata kuliah sebanyak-banyaknya, tetapi tidak dengan Reza. Ia mantap satu mata kuliah saja. "Kamu yakin dengan satu mata kuliah saja?" Bu Santi berusaha mengingatkan Reza agar tidak menyesal ketika sudah mencetak kartu studi semester genap nanti. "Ya, Bu. Sudah tidak ada mata kuliah yang harus saya ambil lagi. Pun dengan nilainya, semuanya sudah cukup menurut saya." Reza mengatakannya dengan mantap dan ada keraguan sedikit pun. Bu Santi mengamati satu per satu nilai milik anak wali studinya. Memang benar, tidak ada nilai yang harus diulang lagi. Wali studi Reza akhirnya membunuhkan tanda tangan pada lembaran KRS milik laki-laki tampan itu. Beliau menyunggingkan senyum ramah pada anak walinya. "Fokuslah pada masa depanmu. Abaikan segala sesuatu yang berpotensi menghambat kuliahmu." Beliau berpesan pada Reza. Bukan rahasia umum lagi jika Reza mengejar cinta salah satu dosen wanita dari fakultas sebelah. Beritanya ramai di kampus dan di mana-mana. Cinta tidak salah, hanya waktu dan tempatnya yang tidak tepat saat ini. Juga Arini bukan sosok yang tepat bagi sosok Reza. "Baik, Bu." Reza hanya menjawab singkat nasihat dari wali studinya. Reza tahu maksud dari semua nasihatnya. Benar, pilihannya tidak salah. Harus melupakan sosok Arini. Sudah cukup mengejar cinta sosok wanita tinggi semampai dan cerdas itu. Tidak ada hasilnya, cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Ada banyak mahasiswa yang mengambil mata kuliah PPL (Program Praktik Pengalaman Lapangan). Mereka nantinya akan terjun mengajar di sekolah-sekolah menengah pertama dan menengah atas. Mengajar layaknya guru di sekolah. Reza belum siap untuk hal itu. Ia harus benar-benat berdamai denhan hati dan pikirannya dahulu agar lebih fokus dalam mengajar nantinya. "Za, ga ambil PPL?" tanya salah satu teman Reza yang kebetulan baru saja selesai konsultasi pada Bu Rini. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD