Part 10--Rasa yang Menyesakkan d**a

2222 Words
"Keenan, kita makan dulu, yuk. Nenek udah masak, nanti makanannya keburu dingin." Maya berupaya menghindar dari suaminya."Biarkan Papa mandi dan ganti baju dulu," lanjutnya sambil mengajak sang putra untuk keluar dari kamar. Hadi hanya diam saja. Tidak tahu harus bagaimana. Maya tidak ingin berdekatan dengannya saat ini. Tidak bisa memaksakan kehendaknya pada Masa. Sang istri akan marah besar jika hal itu benar-benar dilakukannya. Maya segera keluar dan meninggalkan Hadi seorang diri di kamar mereka. Hadi hanya menghela napas kasar. Ia sudah menduga akan terjadi hal seperti ini. Maya akan sulit digapainya. Dulu, saat mendengar jika dirinya dijodohkan dengan wanita lain, dengan cepat Maya menghindar darinya. Hingga muncul sebuah kebohongan. Hadi menceritakan pada Maya dan keluarga jika perjodohan itu dibatalkan oleh pihaknya. Sebab, pihak wanita telah berselingkuh dengan laki-laki lain. Beruntung Pak Hasan dan Bu Wati juga Maya memercayainya. Hadi bersorak girang saat itu. Ia segera melamar Maya dan langsung menikhinya di bulan berikutnya. Setelahnya, mengajak sang istri pindah ke Bandung. Saat itu, Hadi berpikir jika Arini tidak akan mencarinya. Benar wanita itu memang tidak mencarinya bahkan hilang kabar. Hadi pun bertambah bahagia. Kebohongan tetaplah menjadi bom waktu. Ia menerima akibatnya sekarang. Rumah tangganya berada di ujung tanduk. Butuh waktu bagi Maya untuk menerima semuanya. Hadi pun sama halnya, ia butuh waktu untuk menceritakan semuanya. Mereka berkumpul di ruang makan. Keempat orang itu tinggal menunggu kedatangan Hadi. Suami Maya pun berjalan dengan cepat menuju ke ruang makan. Ia mendudukkan diri di dekat sang istri. Dengan cepat, Hadi menyiapkan makan untuk sang istri. Biasanya yang melakukam tugas ini adalah Maya. "May, kok suamimu yang melayani kamu?" Bu Wati menegur anaknya, beliau merasa tidak enak jika menantunya yang mengambilkan makanan untuk putrinya. Maya terkesiap saat mendengar pertanyaan dari sang ibu. Ia tidak siap dan bingung hendak menjawab apa. Ia menatap piring yang sudah terisi nasi dan lauk pauk dengan tatapan nanar. Maya bahkan tidak menyadari jika Hadi yang mengambilkan semuanya. "Tidak apa-apa, Bu. Hanya sesekali saya begini. Maya sedang sakit, jadi sudah kewajiban saya untuk melayani dan merawatnya," jawab Hadi sambil meletakkan nasi dan lauk pauknya. "Keenan, sini, Papa yang suapin, ya." Anak laki-laki itu menurut dan berpindah tempat duduk di sebelah Hadi. Maya makan dengan cepat dan ingin waktu segera berlalu. Wanita sederhana itu hanya ingin cepat pergi meninggalkan Hadi dan yang lainnya. Ia merasa tidak nyaman dengan keadaan ini. Akan sulit menutupi permasalahan rumah tangganya jika terus menerus berada di dekat kedua orang tuanya. Mereka pasti akan curiga. "Papa ... Keenan ga mau pakai blokoli." Anak kecil itu menolak suapan sayur dari sang Papa. Keenan menutup mulutnya ketika Hadi menyuapkan satu sendok berisi sayur brokoli dan wortel. Anak laki-laki lucu itu memang tidak suka dengan sayur brokoli. Mau tidak mau Maya harus turun tangan. Membujuk anak laki-lakinya dengan sabar dan telaten. Istri Hadi segera menghentikan makannya yang baru beberapa suap. Ia segera menggantikan Hadi menyuapi sang putra. "Nak, brokoli ini baik untuk tubuh. Coba kalo tidak makan ini, tubuh kamu bisa sakit." Seketika Keenan mau membuka mulutnya dan menerima suapan dari sang istri. Hadi tertegun sekaligus bahagia. Maya-lah yang bisa menaklukan Keenan. Suap demi suap nasi telah habis dari piring milik Keenan. Pun dengan anggota keluarga yang lain. Maya dengan cepat menghabiskan makan malamnya. Akan tetapi, tiba-tiba rasa mual yang hebat menyerangnya. Maya segera menuju ke kamar mandi. Mengeluarkan isi perutnya. Hadi dengan sigap mengurut tengkuk sang istri. Maya menepis tangan sang suami dengan kasar. Hadi tidak menyerah begitu saja, tetap mengurutnya dengan perlahan. Maya terkulai lemas setelah mengeluarkan semua isi perutnya. Hadi membopong Maya dan membawanya ke kamar mereka. Sementara itu, Keenan bersama dengan kakek dan neneknya. Anak laki-laki itu mengantuk dan tertidur ditemani oleh kedua orang tua Maya. Hadi dengan cepat mengganti seluruh pakaian Maya. Pakaiannya kotor terkena percikan muntahan tadi. Maya yang sedang lemas hanya diam saja menerima perlakuan dari sang suami. Hadi dengan sigap membaringkan sang istri di ranjang mereka berdua. Wajah Maya kembali pucat pasi. Seluruh isi perutnya keluar. Seperti tidak ada tenaga untuk bergerak. Dulu saat hamil Keenan tidak seperti ini. Maya tidak mengalami mual dan muntah sama sekali. "Ada obat yang dari klinik?" tanya Hadi pada sang istri yang terbaring lemah di ranjang. "Ada di tas." Maya menunjukkan tas miliknya yang tergeletak di atas meja rias miliknya. Gegas Hadi mengambil tas milik istrinya. Mencari obat yang dimaksudkan. Ada beberapa obat dalam sebuah kantung plastik berwarna biru bertulisan apotik milik klinik tempat Maya dirawat. Hadi membaca setiap keterangan dari masing-masing obat. Ada tiga jenis obat dan vitamin yang harus diminum oleh Maya pada malam hari. Salah satunya adalah penguat kandungan. Kehamilan awal trimester rentan dengan keguguran. Oleh karena itu, dokter memberikan penguat kandungan. Hadi pun segera mengambil air minum di meja makan. Maya berusaha untuk duduk dengan menggunakan alas bantal pada punggungnya. Kepalanya seperti berdenyut dan membuat tidak nyaman. Beruntung Hadi datang dan membawakan air minum untuk meminum obat dan vitamin dari klinik. Rasanya tidak sanggup jika harua berjalan dan mengambil air minum di dapur. "May, minum obatnya," kata Hadi sambil menyerahkan tiga butir obat yang harus diminumnya. Maya menerima dengan keadaan lemas. Mama Keenan itu segera meminum obat tersebut dengan cepat. Ada salah satu obat yang berfungsi untuk mengurangi mual. Dokter yang merawat Maya berpesan agar bulan depan kembali periksa agar mengetahui kesehatan dari janin yang dikandungnya. "Maafin aku, May. Sampai ga bisa jemput kamu pulang dari rumah sakit." Hadi sangat merasa bersalah pada sang istri. Sebenarnya kesalahan bukan pada Hadi. Maya sendiri yang tidak ingin dekat dengan suaminya agar bisa menenangkan pikiran sejenak. Ia perlu berpikir dengan jernih menanggapi masalah rumah tangganya. Bukan tidak mungkin jika wanita masa lalu dari sang suami akan kembali datang. Setelah minum obat, Maya ingin segera tidur. Ia merebahkan tubuhnya di kasur. Menguragi sakit kepala yang menderanya saat ini. Perlahan, mata indah itu terpejam sempurna. Hadi mengamati wajah cantik sang istri saat terlelap. Malam semakin larut, Hadi tetap tidak bisa memejamkan matanya. Ia memikirkan selembar foto yang diberikan oleh ayahnya. Bahkan Pak Indrayana pun menaruh rasa curiga terhadapnya. Tidak mengatakannya secara langsung, akan tetapi dari cara beliau berbicara tampak sangat jelas ada nada kecurigaan di dalamnya. ♡♡♡♡ Reza tidak bisa memejamkan matanya sama sekali. Ucapan Arini benar-benar mempengaruhinya. Ada rasa tidak rela jika wanita pujaan hatinya akan bersanding dengan laki-laki lain. Mahasiswa yang hampir skripsi ini bahkan bersedia menikah muda dengan wanita yang telah mencuri hatinya itu. Tidak peduli dengan jarak usia mereka yang terpaut jauh. Bagi Reza, masa lalu Arini bukan sebagai pengahalang rasa cintanya. Hatinya menjadi mati rasa kepada wanita lain sejak mengenal sosok Arini. Tidak ada nama lain, hanya Arini seorang. "Arini!" Reza berteriak kencang di dalam kamarnya. Di tempat indekos khusus laki-laki biasa ada kegaduhan hingga larut malam. Hal yang lumrah dan wajar. Pemilik tempat indekos pun sepertinya tidak mempermasalahkannya. Reza mengambil kunci motornya. Ia jenuh terus menerus berada di dalam kamarnya. Pikirannya akan bertambah kusut. Reza sengaja menuju ke tempat kediaman Arini. Hanya sekadar memandangi rumah itu. Jam tangan yang melingkar sudah menujukkan pukul sepuluh malam. Belum terlalu larut jika berada di Kota Yogyakarta--Kota Pelajar. Masih banyak muda dan mudi yang berlalu lalang hendak pulang ataupun sekadar membeli sesuatu. Rumah Arini tampak sepi saat Reza sampai. Lampu ruang tamu sudah dimatikan. Entah, pemilik rumah itu berada di tempatnya dan sedang beristirahat atau sedang pergi. Mobil milik Arini ada, entahlah. Reza hanya duduk diam di atas motornya. Tidak ada keinginan untuk mengetuk pintu rumah itu. Hatinya sakit mendengar ucapan Arini siang tadi. Cemburu. Ya, api cemburu tengah menguasai hati dan otaknya. Laki-laki tampan ini terbakar api cemburu. Bukan sekali atau dua kali ini, berulangkali hal yang sama terjadi. Akan tetapi, ia selalu mencintai Arini. Cinta kadang membuat orang menjadi bodoh seketika. "Rin, kayaknya ada yang ngamatin rumah kamu," kata Indira dari balik gorden ruang tamu. Sengaja mematikan ruang tamu karena Indira ingin tenang sejenak. Wanita tinggi semampai itu pun mendekat ke arah sahabatnya. Ia ikut mengintip dari balik gorden. d**a Arini mendadak berdebar, karena ia tahu siapa laki-laki itu. Sekian tahun didekati oleh sosok itu, menjadikan paham bentuk tubuh dari sosok yang berada di depan pintu gerbang rumahnya. Sepulang dari kampus tadi, mobil Arini mogok dan terpaksa meninggalkannya di parkiran kampus. Entah apa yang rusak atau memang harus mengganti mobil itu. Mobil bekas yang dibelinya beberapa tahun lalu saat ini sering sekali rewel. Terpaksa pulang dari kampus dengan menggunakan ojek. Beruntung, masih ada tukang ojek yang mangkal. Mata Arini terus mengamati sosok Reza dan meminta Indira diam. Mereka berdua berada di balik gorden. Beruntung, Arini memasang gorden rangkap dua, tidak akan terlihat dari luar jika sedang mengintip. "Kita lapor polisi aja, Rin. Takut ntar dia jahat atau ...." Indira tidak melanjutkan kalimatnya karena Arini mengajaknya masuk. Indira sedikit takut dengan sosok yang mengamati rumah sahabatnya itu. Takut jika laki-laki itu berbuat jahat pada mereka berdua. Mereka bisa apa jika ada orang yang jahat. Hanya dua wanita biasa saja. "Dia mahasiswa yang kamu bilang datang ke rumah." Arini menjawab singkat pertanyaan dari sahabatnya. Indira menutup mulutnya karena terkejut. Tidak menyangka, ada mahasiswa Arini yang sangat nekat. Belum lagi tadi siang harus berdebat dengan laki-laki itu. Sungguh sangat menyebalkan. "Sudah lama dia mengejarku. Ingin menjadi kekasihku, tapi aku menolaknya. Dia tidak putus asa dan seperti yang kamu lihat," kata Arini sambil menghela napas kasar. Rasanya sesak dan berat mengganjal di d**a ketika menceritakan tentang Reza. Ya, mahasiswa jurusan Matematika itu selalu mengejarnya tidak kenal putus asa. Bukan sosok biasa, Reza seorang idola di kampus. Wajahnya tampan rupawan dan menjadikan sosok dua puluh empat tahun itu digilai mahasiswi di kampus. Arini mengakui jika Reza itu tampan. Sayangnya, perbedaan usia mereka yang sangat mencolok membuat ia menolak cinta dari Reza. Bagi Arini, pacaran dengan laki-laki di bawah usianya akan membuang waktu saja. Mereka tidak dewasa dan akan merepotkan nantinya. Indira hanya mengangguk. Paham dengan apa yang dirasakan wanita yang ada di depannya itu. Tidak mudah bagi sosok Arini untuk menerima dan beradaptasi dengan laki-laki lain. Hatinya pasti masih sakit dan trauma kegagalan pertunangannya dahulu. Arini bahkan belum menceritakan pada Indira jika dirinya menemukan sosok Hadi karena laki-laki yang ada di depan pagar rumahnya itu. Reza sangat berjasa telah memberikan informasi itu. Hal yang mudah bagi sosok Reza untuk mencari tahu tentang seseorang. Sayangnya, untuk menaklukan hati Arini tidak semudah itu. "Aku paham tentang kamu, Rin. Lagi pula dia terlalu muda. Emosinya pun sangat meledak-ledak." Indira menghela napas mengingat kelakuan mahasiswa Arini. Kedua wanita itu terdiam tidak ada lagi obrolan. Semua dengan pikiran masing-masing dan Reza masih tetap bertahan di luar. Malam ini langit mendung. Sebentar lagi hujan, rintik gerimis pun sudah turun. Pertanda hujan besar akan turun. Reza tetap tidak beranjak dari atas motornya. Banyak mata memandang aneh ke arahnya. Mereka sibuk berlari menuju rumah masing-masing, tetapi tidak dengannya. Ia akan membiarkan air hujan mendinginkan hati dan pikirannya. Sesekali, laki-laki tampan itu menoleh ke arah rumah wanita yang telah mencuri hatinya. Seperti tidak ada kehidupan di dalamnya. Hampir dua jam Reza membiarkan tubuhnya diguyur oleh dinginnya air hujan. Tubuh kekar itu menggigil karena rasa dingin di sekujur tubuhnya. Sedetik kemudian, barulah laki-laki tampan itu tersadar dengan tindakan bodohnya. Ia segera pergi meninggalkan rumah milik Arini. Rasanya percuma menunggu Arini di depan rumahnya. Wanita itu bukan seperti wanita pada umumnya yang akan keluar dan membawakan payung untuknya. Setelahnya membuatkan minuman hangat. Arini tidak akan seperti itu, justru tidak akan peduli dengan apa yang sedang terjadi pada Reza. Sepanjang perjalanan, Reza terus berpikir jika sebaiknya menjauh sesaat dari sosok Arini. Memberikan ruang di hatinya juga hati Arini yang entah untuk siapa. Akal sehatnya hilang saat jatuh cinta pada sosok wanita tinggi semampai itu. Reza mengendarai motornya dengan perlahan. Tangannya sedikit kaku karena terpaan hujan dan dingin. Sesampainya di tempat indekos, seluruh temannya memandangnya dengan heran. Laki-laki tampan itu basah kuyup dengan wajah yang sangat pucat. Rinto--salah satu kakak tingkatnya pun heran dibuatnya. Tidak pernah melihat Reza dalam keadaan seperti ini. "Dari mana kamu?" tanyanya sambil meminum kopi miliknya. Reza tidak menjawab, setelah memarkirkan motornya, ia segera masuk ke kamar. Dengan cepat menutup pintu kamar dan duduk di lantai. Lantai pun basah karena ulahnya. Tidak ada keinginan untuk mengganti baju. Tubuhnya menggigil karena dingin. Mata Reza terasa sangat panas. Suhu tubuhnya sepertinya meningkat. Ia terserang demam. Bukan karena air hujan, melainkan pikiran yang kalut. Belum lagi, penyakit asam lambung yang dideritanya menambah keadaannya menjadi parah. Tubuhnya pun ambruk ke lantai dan tidak sadarkan diri. Reza sadar dari tidurnya. Ia menatap ruangan sekitarnya. Bau obat-obatan menyeruak hidungnya. Jarum infus menancap di punggung tangannya. Reza mengerjab beberapa kali, ada Kak Runi--Kakak perempuannya yang menjaganya dan tertidur dengan pulas di sofa yang disediakan oleh Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. Ya, dua hari yang lalu ada teman Reza yang sengaja mendobrak pintu kamar indekos sang adik. Sebab, berulang kali diketuk tidak ada jawaban dan respon. Ternyata sang pemilik kamar sudah tak sadarkan diri. Teman-teman indekos Reza membawanya ke rumah sakit dan setelahnya menghubungi Runi. Runi seringkali datang berkunjung di tempat indekos sang adik. Jadi, hampir semua teman Reza tahu jika sang adik memiki seorang Kakak yang tinggal di Kota Solo. Laki-laki tampan yang sedang merasakan patah hati yang luar biasa hebat itu memegang kepalanya yang berdenyut nyeri. Mulutnya pun sangat pahit. Reza kembali mengingat kejadian di mana ia nekat tidak makan. Melupakan penyakit asam lambungnya. Hasilnya, saat ini ia dirawat di rumah sakit dan harus merepotkan sang Kakak. Tidak dipungkiri, ada rasa sesal dalam hati karena kebodohannya. Ia tahu, Kak Runi sedang ada masalah dalam rumah tangganya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD