Part 1

1429 Words
Bianca memasuki rumah keluarga Harisson dengan langkah ringan. Rumah ini sudah seperti rumah kedua baginya. Kedatangannya selalu disambut baik oleh pemilik rumah itu.  "Bianca, kamu sudah datang? Masuklah," kata wanita yang masih cantik di usianya yang menginjak empat puluh delapan tahun. Ibu dari pria yang Bianca cintai sejak dia masih kecil. Alex, menyebut nama pria itu selalu membuat Bianca bahagia. Sayangnya Alex tidak pernah melihat ke arahnya. Bertahun-tahun Bianca mencoba memikat hati pria itu, namun dia selalu gagal. Saat dia menyatakan cintanya pada Alex, dia selalu berakhir di tolak lalu ke esokannya Alex akan datang  memperkenalkan kekasih barunya. Karena itu sejak tiga tahun lalu, Bianca tidak pernah lagi menyatakan cinta pada pria itu.  "Aku enggak bisa lama-lama, Tante. Aku harus segera berangkat ke kantor," kata Bianca lalu menyerahkan kotak makan yang dia buatkan khusus untuk Alex. Hal ini sudah dia lakukan sejak sepuluh tahun terakhir.  Yuna, Mama dari Alex menerima kotak makan itu lalu tersenyum tulus. Yuna tahu kalau putranya tidak begitu menyukai kehadiran Bianca. Dia sudah pernah meminta Bianca untuk berhenti mengejar Alex karena tidak ingin putri dari sahabat baiknya itu semakin terluka. Namun Bianca cukup keras kepala. Bianca yakin kalau Alex juga mencintainya dan hanya gengsi mengakuinya.  "Tante akan berikan pada Alex nanti. Hati-hati  di jalan, Sayang," kata Yuna.  Tidak lama setelah Bianca pergi Alex turun dari kamarnya dengan langkah buru-buru. Dia harus tiba di kantor  dalam waktu tiga puluh menit kalau tidak ingin gajinya di potong. Alex bekerja sebagai wakil Papanya di perusahaan. "Papa sudah berangkat, Ma?" tanya Alex. Yuna mengangguk.  "Sudah, sejak dua puluh menit yang lalu."  "Kalau begitu Alex jalan dulu, Ma."  "Bekal kamu, Sayang." Yuna memberikan kota makan yang di bawa Bianca tadi.  "Makasih, Mam," ucap Alex. Setelahnya dia langsung pergi. Alex tidak pernah tahu kalau bekal itu Bianca yang buat. Yang dia tahu itu adalah masakan Ibunya. Yuna sendiri tidak mengatakan apapun karena, jika Alex tahu itu masakan Bianca maka makanan itu akan berakhir di tempat sampah. Tidak ada yang tahu mengapa Alex tidak begitu menyukai kehadiran Bianca. Sudah sejak dulu Alex selalu menghindar kalau ada Bianca. Yuan sudah pernah bertanya pada putranya dan jawaban yang di berikan Alex tidak memuaskan. "Hanya tidak suka aja, Ma. Tidak ada alasan," jawab putranya saat itu.  "Mama berharap kalian berjodoh. Tapi, kalaupun tidak berjodoh, Mama berdoa kalian bahagia dengan pasangan kalian masing-masing." *** Bianca melajukan mobilnya bergabung dengan padatnya kendaraan. Lagi-lagi Alex memperkenalkan wanita yang ingin di dekatinya lagi. Bianca sudah cukup sakit hati mendengar curhatan pria itu. namun meski sakit, Bianca tetap mendengarkan pria itu.  "Kapan kamu mau mellihat ke arahku, A?" tanya bianca pada sebuah foto yang tergantung di mobilnya itu. Foto Alex saat mereka wisuda empat tahun lalu. Itu adalah terakhir kalinya Alex mau berfoto bersamanya. Setelahnya Alex lebih banyak sibuk dengan pekerjaan dan juga wanita yang laki-laki itu suka. Dia hanya akan datang kalau butuh bantuan Bianca.  Seperti saat ini. "Aku hanya ingin menemaniku tiga puluh menit, Bi, nggak lebih," janji Alex. Bianca tidak yakin hal itu. Alex lebih sering mengingkari janjinya. Pria itu meminta di temani pergi ke pesta ulang tahun temannya.  "Aku banyak kerjaan, A. Kamu bisa ajak teman perempuan kamu atau mungkin Nena." Bianca menyebut nama wanita yang saat ini Alex dekati.  "Kamu bisa kerjakan itu besok. Om Doni tidak akan marah." Bianca tetap menggeleng namun Alex terus membujuk wanita itu. Bianca akhirnya menyerah.  "Oke, tapi hanya tiga puluh menit, kan?"  "Iya," jawab Alex cepat.  Mereka kemudian pergi ke pesta ulang tahun teman Alex dengan menggunakan mobil pria itu. Bianca sudah bisa menebak akan seperti apa suasana di sana. Ini bukan pertama kalinya dia ikut dengan Alex dan berakhir menjadi obat nyamuk untuk Alex dan juga teman kencan pria itu. Atau yang lebih baik dia di tinggal sendirian di sana.  "Jangan mengikuti ku terus, Bi!" ucap  Alex dengan keras, dia menghempaskan pegangan Bianca dari tangannya.  "Tapi A, aku tidak kenal satu orang pun yang ada di sini. Aku takut. Kalau tahu begini, kamu seharusnya tidak mengajakku." Bianca melihat sekelilingnya yang penuh dengan orang yang berpasangan bahkan mereka tidak malu melakukan kegiatan intim. "Jangan banyak protes. Lagi pula ini adalah keinginanmu sejak dulu. Aku hanya melakukan apa yang kamu mau." "Aku tidak pernah menginginkan hal seperti ini," sangkal Bianca.  "Dengan kamu mencintaiku, itu artinya kamu menginginkan hal ini, selalu berada di dekatku. Aku hanya mempermudah kamu," balas Alex seraya matanya mengamati pesta temannya itu.  "Kalau begitu, aku lebih baik pulang," kata Bianca dengan menahan perasaan sakit hatinya. Terlebih dengan seorang wanita di samping pria itu.  "Jangan coba-coba pergi! Kamu duduk dan diam di sini. Satu lagi, jangan mencariku kalau aku belum datang. Tunggu sampai aku selesai." Perintah Alex dengan tegas. Bianca melihat Alex dengan ragu, namun dia kemudian mengangguk saat melihat tatapan tajam Alex. Bianca duduk di sudut ruangan, tempat yang agak sepi dia memesan minuman dengan kandungan alkohol yang rendah. Hanya satu gelas, itupun tidak akan Bianca sentuh. Dia memesannya agar terlihat sama dengan tamu yang lain. Bianca memainkan game di ponselnya untuk mengusir rasa bosannya.  Bianca melirik jam di pergelangan tangannya, sudah lebih dari satu jam dia menunggu sendirian di sini. Lehernya terasa pegal karena terlalu lama menunduk.Selain itu, Bianca sudah  menngusir tiga orang pria yang mengajaknya  berkenalan. Awalnya memang agak sulit melihat betapa gigihnya orang-orang itu ingin berkenalan dengannya. Namun karena Bianca memilih diam dan fokus pada ponselnya, mereka akhirnya menyerah.  Tidak tahan menunggu lagi, Bianca memutuskan untuk mencari Alex. Jika pria itu masih ingin di sini sebaiknya dia pulang lebih dulu. Dia lebih baik istirahat karena besok masih harus kembali bekerja.  Bianca mengelilingi tempat itu, kakinya sudah pegal karena sepatu hak tinggi yang dia kenakan. Bianca menemukan Alex, pria itu sedang duduk berdua dengan wanita tadi. Bianca mengenalnya, wanita itu bernama Nena.  Bianca meringis hatinya kembali berdenyut sakit. Terlebih ketika dia mendengarkan pernyataan cinta Alex pada wanita itu.  "Alex!" Serunya dengan keras menyela pria itu yang hendak berciuman dengan Nena.  Alex langsung menarik dirinya menjauh dari Nena. Dia melihat Bianca dengan wajah kesal.  "Aku mau pulang, nggak betah," kata Bianca dengan santai. Seolah-olah dia tidak merasa sakit sama sekali.  "Kita pulang sekarang," ucap Alex sambil mendengus kesal. Dia menggandeng tangan Nena lalu meninggalkan Bianca di belakangnya. Bianca menunduk berusaha menghalau air matanya yang hendak turun.  Bianca masuk dan duduk di bangku belakang mobil, sementara Alex mengemudi dengan Nena di sampingnya. Sepanjang perjalanan hanya obrolan Nena dan Alex yang terdengar, sementara Bianca memilih untuk menutup matanya dan berpura-pura tidur. Sampai kapan aku akan seperti ini? Tanya Bianca pada dirinya sendiri. Dia sudah lelah dengan sakit hatinya, lelah hanya di jadikan orang ketiga  dalam hubungan Alex dengan wanita lain. Bianca sudah mendapat predikat 'perempuan penggau' sejak masih SMA. Semuanya disebabkan oleh Alex. Jika Alex sudah bosa dengan wanita-wanita itu makan Bianca akan menjadi tumbalnya.  Tamparan dan juga hinaan sudah dia dapatkan dari para mantan pacar pria itu. Namun dengan bodohnya Bianca tetap bertahan. Meyakini kalau Alex juga memiliki rasa yang sama dengannya.  "Pindah ke depan!" perintah Alex ketika Nena sudah turun dari mobil. Bianca menulikan telinganya dan tetap menutup matanya berpura-pura tidur.  "Bi, pindah! Aku bukan supirmu," ucap Alex lagi masih dengan nada memerintah yang sama. Bianca berdecak, dan tanpa mengatakan apapun dia pindah ke samping Alex.  "Ini yang terakhir kalinya aku menemani mu ke pesta," kata Bianca tanpa melihat ke arah Alex. Alex tidak menanggapinya sama sekali, pria itu hanya diam dan sesekali meringis.  "Kamu baik-baik saja?" tanya Bianca saat telinganya menangkap ringisan Alex. Pria itu melirik Bianca dengan tatapan yang sulit diartikan .  "Alex, kita mau kemana?" tanya Bianca saat dia menyadari jalan yang diambil Alex bukan jalan menuju rumahnya.  "Turun!" perintah Alex, saat mereka sudah tiba di depan sebuah bangunan tinggi. Tempat itu adalah apartemen mewah yang terletak di tengah kota.  "Ini apertemen siapa?" tanya Bianca.   Tidak menjawab pertanyaan Bianca, Alex malah menarik tangan Bianca semakin cepat memasuki gedung apertemen.   "Alex apa yang kamu lakukan?" Bianca melirik takut saat mereka berada di dalam lif. Dia merasa hal buruk mungkin akan terjadi. Bianca berusaha melepaskan tangannya dari dari genggaman Alex saat pria itu terus menyeretnya keluar dari lift.  "Aku sudah tidak bisa menahannya Bi, kamu harus menolong ku sekarang," kata Alex seraya mendorong paksa Bianca masuk ke dalam kamarnya.  "To-tolong apa?" Bianca melirik takut saat Alex menanggalkan satu persatu bajunya, menyisakaan celana dalamnya saja.  Bianca membulatkan matanya kala menyadari apa yang akan Alex lakukan, namun terlambat untuk keluar dari kamar itu. "Alex please jangan lakukan ini," mohon Bianca saat Alex mengurungnya di bawah tubuh pria itu.  "Sorry, Bi. Aku harus menyelesaikan ini," Bisik Alex parau. Hari itu bukan hanya fisiknya yang sakit namun juga hatinya terasa sangat hancur. Alex memperlakukannya seperti seorang perempuan murahan.  Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD