Episode 9 Menuju Puncak di Mulai

1397 Words
Eki dan Sandi melambaikan tangan, di gerbang keluar terlihat Nazhera dan Aswin keluar bersamaan. “Bang, sini,” teriak Eki. “Nah itu temen-temen gue,” kata Aswin. “Tunggu deh, kayanya gue juga janjian sama mereka berdua,” ujar Nazhera dengan mengerutkan dahinya. Lalu mereka saling berpandangan. Aswin tertawa. “Hahaha jadi lo ikut trip sama Yukaitukadieu.id?” Nazhera menganggukkan kepalanya. “Itu trip punya gue… haha.” Aswin tertawa lagi, “Yu ikut gue.” Mereka pun berjalan menyebrang jalan kecil yang tidak ramai dengan kendaraan. Dan ini adalah pertemuan mereka untuk pertama kalinya. Saling berjabat tangan dan berkenalan. Mereka langsung menyiapkan ulang keperluan yang harus dibawa, meskipun sebelumnya sudah dipersiapkan dari Jakarta. “Kita Cuma berempat? Gak ada ceweknya?” setelah lama mereka bercengkrama, Nazhera mulai mempertanyakan siapa saja yang akan berangkat, dan mengapa hanya sedikit. “Iya mba…” “Panggil Zhera aja, biar gak canggung ke gue nya,” Zhera memotong. “Jadi gini Zhera…” Sandi menerangkan mengapa mereka hanya berempat dan tetap melakukan trip ke Argopuro. “Oh begitu…” Zhera mengangguk-nganggukkan kepalanya, “Gue aman nih sendiri ceweknya? Kalian gak bakalan gangguin gue kan?” Zhera menelisisk, matanya menyipit menatap satu persatu laki-laki dihadapannya. “Tenang Zhera, aman, ada gue.” Eki menepuk dadanya, meyakinkan Zhera. Lalu ia menghembuskan napasnya, ia tetap bertekad berangkat dengan siapaun dan bagaimanapun keadaannya. Dari sana mereka melanjutkan perjalanan menuju Purabaya dengan menyewa sebuah kendaraan. Dari Purabaya terus melanjutkan ke Banyuwangi masih dengan kendaraan yang sama. Setelah dari Banyuwangi barulah mereka sampai di basecamp Baderan. Perjalanan yang cukup panjang. Mereka manfaatkan untuk kembali istirahat selama diperjalanan. Hanya sesekali terbangun ketika ingin buang air kecil atau sekedar makan. “Karna kita udah kesorean nih sampe di Baderan, sementara kita nginep dulu di sini satu malam, biar besok benar-benar maksimal,” Aswin mengambil keputusan untuk tidak melakukan perjalanan malam, selain karena terkadang hujan, tetapi juga karena untuk pertama kalinya ia mendaki dengan seorang perempuan saja. Zhera menghela napas panjang saat ia mendengar keputusan Aswin. Ada keraguan dalam hatinya, namun dia menyadari bahwa pilihan yang ada memang terbatas. Ia merasa tidak memiliki banyak pilihan selain menerima keputusan untuk menginap di bascamp. “Yakin kita tidur di sini? Gak bikin tenda?” keluh Zhera, wajahnya sedikit tertekuk karena tidak biasa dengan situasi seperti ini. “Lama Zhera kalau kita bikin tenda dulu, ya mending di basecamp aja, tinggal gelar matras dan sleeping bag,” ujar Eki. Sandi dengan sikap ramahnya, tak luput mendekati Zhera yang terlihat khawatir. Ia meletakkan tangannya di atas bahu Nazhera dengan lembut dan berkata, "Zhera, gue tahu ini emang pengalaman buat lo, anggap saja menginap di basecamp ini sebagai perkenalan gue sama lo dan kita, kita bisa merasakan kebersamaan dan memperkuat ikatan di antara kita. Jangan khawatir, gue dan yang lainnya akan selalu ada di sini buat lo," tambah Sandi terdengar cukup merangkul Zhera. Zhera tersenyum kecil, merasa lega dengan kata-kata Sandi. Ia mulai melihat sisi positif dari situasi ini, bahwa malam ini mereka akan menghabiskan waktu bersama-sama di awal perjalanan panjang yang seru. Meskipun sedikit tidak nyaman dengan tidur di basecamp nantinya, ia akhirnya menerima dan menghadapinya dengan menumbuhkan semangat yang lebih besar. Saat malam semakin larut, mereka sudah menggelar sleeping bag didalam ruangan basecamp. Zhera masih terlihat sedikit cemas, mereka saling membicarakan pertemuan mereka hari ini. Sehingga suasna pun terlihat akrab, terutama Zhera dengan para tim Yukaitukadieu.id. Suasana sudah terasa dingin, di luar langit cerah, dengan hiasan bintang-bintang kecil yang sangat indah. Apalagi jika di perjalanan nanti, di gunung, langit akan terlihat lebih luas dan terasa dekat. “Gue tidur duluan ya, semakin gak sabar buat muncak, ngebuktiin apa yang lo lo pada bilang.” Zhera pamit tidur. Dua pasang mata bersamaan melihat ke arah kanannya, ada suasana tak biasa mereka rasakan dalam trip kali ini, seperti ada bidadari datang dari kayangan mengikuti mereka. Mereka tidur di dalam bascamp dengan suara alam dan suasana perkampungan yang khas pegununungan begitu menenangkan mereka. Nazhera masih merasakan kegelisahannya, tetapi dia juga merasakan kenyamanan dan kehangatan dari kebersamaan mereka meskipun matanya telah rapat tertutup. Suara Adzan subuh telah selesai berkumandang, Zhera terbangun lebih dulu untuk melaksanakan kewajibannya dan menyiapkan diri untuk perjalanan hari ini. Air pegunungan terasa lebih segar dan cukup dingin melewati kulit Zhera yang lembut. Supaya lebih semangat ia pun mandi, membuang rasa lelah yang tersisa hari sebelumnya. “Wah, tuan putri sudah segar dengan mandi di pagi hari ini,” sapa Sandi yang baru terbangun dari tidurnya kemudian dibalas dengan senyum menyegarkan dari Zhera. “Kalian gak mandi emang?” tanya Zhera. “Mandi? Mandi di gunung adalah sesuatu yang pana, jarang sekali terjadi,” sontak mata Zhera melotot mendengar pernyataan Sandi. “Jadi selama di gunuung kita gak bakalan mandi? Dan kalau gak salah kita bakalan empat hari, berarti selama empat hari kita gak bakalan mandi?” tanya Zhera dalam kekagetannya yang kemudian hanya dibalas anggukan oleh Sandi. “Gak bisa dibayangkan selama empat hari gak mandi,” lirihnya. “Hahaha…” Aswin yang menyimak obrolan Sandi dan Zhera tiba-tiba tertawa. “Heh bu, tahu gak kalau di gunung nanti gak ada kamar mandi?” “Ta… tahu.” Zhera menjawab terbata-bata. “Dan lo tahu gak buat urusan buang air kecil dan air besar itu gak bisa sembarangan dan bukan di kamar mandi?” Zhera hanya menarik napas, tak menjawab pertanyaan Aswin. “Hahaha siap-siap aja lo kita tungguin pas lagi pup,” ledek Aswin. “Sembarangan lo.” Zhera melempar barang yang ada di tangannya. Ia membayangkan apa yang dikatakan oleh Aswin. Ada benarnya, karena tidak ada kamar mandi dan semua adalah tempat tanpa sekat. “Hah…” Zhera menghela napas. Mempersiapkan diri dengan hal-hal yang seperti itu. Ia harus sadar kalau ini di gunung, bukan tempat rekreasi. Suasana pedesaan ramai hari ini, terdengar suara gamelan dan soundsistem cukup jelas. Ada sebuah hajatan yang warga setempat lakukan. “Oke teman-teman sebentar lagi kita berangkat. Target kita di Gunung ini tiga malam empat hari jadi kita enggak ke minimarket karena barang-barangnya udah langsung dibeli dari Jakarta terus langsung di packing. Sampai sini kita enggak packing ulang karena kita ngitungnya langsung dari Jakarta begitu targetnya 3 malam 4 hari dengan toleransi satu malam. Toleransinya cuma satu malam kalau di atas satu malam berarti perbekalan kita sudah habis. Dan teman-teman karena sekarang sepertinya tidak kondusif suaranya.” Aswin mencejada omongannya karena suara soundsistem dari tempat hajatan. “Jadi mungkin selebihnya kita jelaskan di perjalanan dan sekarang kita akan naik ojek sampai ke mata air satu dengan durasi tempuh satu jam setengah sampai dua jam entah nanti kita lihat harga ojeknya di Rp130.000 begitu kira-kira dan ini memangkas perjalanan sekitar enam jam.” Aswin melanjutkan, ia mulai mendokumentasikan perjalanannya. Ia berbicara dengan kamera yang dipegang oleh Sandi. Menjelaskan rencana perjalanan mereka hari ini. Zhera ingin tertawa melihat pertama kali orang yang membuat vlog, ternyata seperti itu proses dibelakang layarnya. Selama ini ia hanya menjadi penikmat vloger pada umumnya. Empat ojek sudah terparkir di depan mereka, “Kita beneran pakai ojek dulu?” Zhera bertanya lagi, padahal sudah Aswin katakan sebelumnya. Ekspresinya sangat tidak percaya dengan ojek di depan matanya. “Iya!” Aswin menegaskan, “jangan bilang lo baru pertama kali juga naik ojek,” selidik Aswin. “Enggak lah, di Depok kan banyak ojek daring. Cuma gue gak percaya aja, emang motor bisa ke gunung?” Zhera beralasan. “Lo emang gak pernah liat motor trail gunung? Lo selama hidup ini ngapain sih, apa-apa baru, apa-apa belum pernah, apa-apa gak percaya, hadeuh…” ujar Aswin menggelengkan kepalanya. Sedangkan Eki dan Sandi hanya tersenyum memerhatikan perdebatan keduanya. “Hah… oke.” Zhera menghela napas lagi, banyak hal yang diluar dugaannya, padahal ia sudah melakukan riset sebelumnya. “Oke, gue akan nikmatin perjalanan ini, tapi gue ada permintaan,” raut muka ketiga laki-laki dihadapannya berubah serius. “Apaan?” tanya Aswin sedikit acuh. “Gue gak mau ada di video kalian, kalian gak bilang sebelumnya kalau trip kali ini bakalan di video dan di upload. Pokoknya nanti proses editingnya gak boleh ada gue!” terang Zhera mengungkapkan keberatannya. “Itu aja?” Aswin meremehkan, “Gampanglah, bisa diatur. Sekarang kita berdoa dan berangkat.” Keempatnya berkumpul dan berdoa untuk kelancaran perjalanan mereka hari ini. “Berdoa selesai.” Sandi memimpin doa. “Karena lo gak mau ada di video, jadi lo jalan paling belakang.” Aswin memberi intruksi. Perjalanan menuju puncak pun dimuai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD