3

2959 Words
Di lain tempat, Nabilla menghembuskan napas perlahan. Gagal sudah hari ini mengajak sahabatnya itu untuk menginap, padahal ia sangat ingin berbagi kisah dengan Nakyta. Kisah yang terjadi selama Nakyta tidak menginap di rumahnya. Hal apapun pasti akan diceritakan oleh Nabilla, tidak pernah ada yang ditutupi. Semua unek-unek nya pasti akan mengalir keluar jika ada Nakyta. Sahabatnya itu seperti magnet dan sebuah kotak perasaan, ia bisa menjadikan dirinya tempat pengaduan yang paling nyaman serta tentunya aman. Yang pasti selain itu, Nakyta bisa memberi sebuah saran yang selalu menyadarkan Nabilla jika hidup tidak selalu dipandang dalam objek dirinya saja melainkan kita juga harus melihat juga dari sudut pandang orang lain. Terkadang Nakyta selalu memberikan tiga pandangan untuk memberi solusi dalam setiap masalah, pandangan diri kita, pandangan dengan orang bersangkutan, dan terakhir pandangan sebagai objek yang tidak memihak dirinya dan orang bersangkutan. Terkadang Nabilla juga merasa heran, mengapa ia lebih mudah membicarakan segala hal pada Nakyta daripada kepada mamahnya sendiri. Bahkan ia terkesan menutupi masalahnya terhadap mamahnya. Nabilla selalu merasa jika sosok Nakyta adalah sosok kakak, ibu sekaligus sahabat yang sangat diidamkannya dan ia sangat bersyukur memiliki Nakyta yang selalu memiliki pikiran positif terhadap apapun. Walau sebenarnya persahabatan mereka terkesan aneh menurut orang, bahkan mereka sendiri pun menyadarinya. Aneh karena selama mereka bersahabat belum pernah mereka berselisih paham dan bermusuhan. Hubungan mereka serasa jalan lurus yang mulus bahkan tidak ada sedikitpun kerikil yang menghalangi jalan mereka. Ini aneh namun memang benar nyatanya, bahkan mereka hanya cukup tau mengenai kehidupan masing-masing dan tidak pernah ikut campur jika tidak di minta. Mereka tidak seperti orang lain yang setiap hari berkomunikasi, bertemu atau nongkrong dan jalan-jalan menghabiskan waktu mereka. Cukup di rumah berbagi cerita dengan berbagai makanan yang disediakan di rumah bagi mereka itu sudah cukup, walau sesekali mereka memang akan pergi keluar untuk refreshing. Entah hubungan seperti apa yang dapat digambarkan untuk mereka yang pasti mereka selalu nyaman dengan apa yang mereka jalani saat ini. Point yang terpenting bagi mereka adalah walau dalam keadaan apapun mereka tidak akan saling meninggalkan. Prinsip mereka hanya satu 'mungkin tidak akan ada di setiap waktu bahagia, namun tidak akan meninggalkan di saat susah'. Nabilla menghela napas dan menyandarkan tubuhnya kesandaran sofa yang tengah ia duduki. Perlahan tangannya mengelus perutnya yang berbunyi, cacing dalam perutnya sudah berontak meminta jatah. Kepalanya menoleh kearah samping, menatap kakak laki-lakinya yang tengah sibuk dengan tv yang menayangkan film action. Hanya ada mereka berdua di rumah itu karena semua orang tengah pergi ke undangan salah satu murid Ayahnya dengan membawa adik serta pembantu mereka, alhasil hanya tersisa mereka berdua. "Bang lapar." Rengek Nabilla. Fariz yang merasa di panggil hanya melirik adiknya dengan mata sebentar dan kembali menatap ke depan. "Ih bang lapar." adunya lagi. "Makan," jawab Fariz singkat padat dan jelas. Lagipula kalau lapar memang harus makan bukan. "Abang mah nggak pernah peka. Di dapur nggak ada makanan." "Masak." Nabilla menggeram kesal sambil menutup wajahnya dengan tangan. Benar-benar sudah menyerah dengan sifat kakaknya yang sangat dingin tak tersentuh itu. Sampai kapan kakak satu-satunya itu akan terus bersikap seperti ini? Nabilla selalu berharap ada keajaiban yang menimpa kakaknya itu. Agar sifatnya bisa seperti layaknya kakak yang lain. "Gua lapar bang " Rengek Nabilla lagi. Kali ini dengan tangannya yang menarik ujung lengan kaos Fariz yang masih setia dengan film nya itu. "Masak." "Bang lu kayak yang nggak tau gua aja. Gua nggak bisa masak." Dengan kesal Nabilla memberitau kelemahannya pada Fariz. Memang selama ini Nabilla belum ahli dalam memasak, ia hanya bisa memasak mie instan saja. Maka dari itu mamahnya selalu marah-marah jika Nabilla tidak pernah membantunya untuk memasak. Menurut Nabilla memasak itu adalah hal yang sangat mustahil untuk dilakukannya, karena ia sudah sangat trauma dengan yang namanya memasak. Cukup sekali ketika dirinya menggoreng ikan dan tangannya yang menjadi korban kecipratan minyak panas. Sejak hari itu ia selalu beralasan jika ia tidak memasak karena trauma dan lebih memilih memasak mie instan yang hanya mendidihkan air tanpa perlu berperang dengan minyak panas. Andai saja ada Nakyta sudah pasti sekarang ia tengah duduk di kursi dapur memperhatikan Nakyta yang berjalan ke sana ke mari di dapur untuk membuat masakan yang akan masuk ke dalam mulut serta perutnya. Sudah lembut, pintar memasak lagi, ciri Nakyta yang sangat membuat Nabilla terkadang iri. Bahkan mamahnya saja terlihat lebih menyayangi Nakyta di banding dirinya. "Siapa suruh nggak bisa masak." "Ih bang lu tega amat sih. Gua lapar bang, bikinin apa ke, delivery apa ke. Kalau gua mati kelaparan gimana." Fariz memutar mata kesal. Adiknya sangat berlebihan, tidak makan sehari tidak akan membuat mati kelaparan. "Kenapa bukan sama lu aja?" Nabilla mendengus sambil memajukan bibirnya. Tangan nya terlipat didadanya. Ia tengah kesal dan lapar karena dari pagi perutnya belum di isi makanan hanya air putih dan dua gelas jus tadi pagi. Karena hari ini ia merasa lelah dan tidak mood untuk memasak mie instan, maka dari itu akhirnya ia lebih memilih untuk merengek saja pada abangnya siapa tau kakaknya yang tampan itu mau berbaik hati. "Coba aja Nakyta nggak sakit pasti sekarang dia nginep trus masakin buat kita dan nggak akan kelaparan kayak sekarang," gumam Nabilla dan Fariz pun ikut mendengarkan. Tangannya terkepal mendengar Nakyta tengah sakit. Napasnya memburu seperti ada dentuman di dalam pola kerja jantungnya. Saluran pernapasannya pun terasa tercekat. Apa karena ulahnya? Oh tentu saja itu pasti karena ulahnya, karena tidak suka dengan orang lain yang menyentuh Nakyta hingga membuatnya selalu lupa diri dan harus menyakiti Nakyta lagi. Dari awal ketika adiknya menelpon, ia memang sudah menduga kalau Nabilla tengah menelpon sahabatnya dan yang ternyata tengah sakit itu. Kini Nakyta sakit karena ulahnya? Sampai kapan ia harus menyakiti Nakyta? Sampai ia melupakan peristiwa itu atau memang ada keinginan dirinya agar tetap menyakiti Nakyta? Fariz benar-benar tidak tau dengan apa yang ia lakukan selama ini, seperti hilang arah dan tujuan. Perlahan kesadarannya kembali. Fariz merogoh handphone dalam saku dan mendial salah satu nomor yang selalu terpampang dalam televisi. Setelah selesai melakukan transaksi order Fariz menutup telpon dan menatap adiknya yang tengah menatapnya juga. Mengeluarkan beberapa lembar uang dalam dompetnya dan memberikannya pada Nabilla. "Nanti kalau ada delivery kasih aja uang itu" ucap Fariz lalu pergi ke kamar meninggalkan Nabilla yang melongo. "Gua tau lu masih sama kayak dulu," gumam Nabilla dengan senyum menatap punggung Fariz yang menjauh. - - - Beberapa bulan kemudian Seluruh murid tingkat Menengah Atas menghembuskan napas lega. Pasalnya peperangan yang mereka lakukan selama tiga hari ini telah usai. Bendera telah dikibarkan pertanda bahwa langkah akhir menuju gerbang selanjutnya telah usai mereka jalani. Selama tiga tahun menempuh perjuangan yang lumayan cukup menguras pikiran, otak, tenaga dan usaha tapi semua serasa terangkat setelah mereka selesai menyelesaikan Ujian Nasional yang mereka jalani selama tiga hari ini. Tiga hari yang menentukan akhir dari perjuangan mereka selama tiga tahun. Heran? Tapi itulah faktanya. Dimana seorang murid harus berusaha untuk belajar selama tiga tahun lamanya hanya untuk mengerjakan ujian yang diadakan hanya tiga hari dan itupun tidak semua mata pelejaran yang mereka pelajari selama ini di ujiankan. Hanya ada tiga pelajaran yang diuji dengan sungguh-sungguh. Tapi sudah, yang terpenting mereka sudah melakukan yang terbaik untuk tiga hari itu. Walau mereka belum berakhir sepenuhnya, setidaknya masih tergantung karena masih ada tahap satu lagi agar mereka benar-benar bisa merasa bernapas lega. Kelulusan. Hasil kelulusan yang mereka tunggu dengan harap, berdoa agar sesuai dengan harapan mereka. Tapi yang pasti sekarang mereka harus bisa merasa ketenangan terlebih dahulu bukan. Mengingat hari ini hari terakhir Ujian Nasional di gelar dengan semangat Nakyta berjalan riang menuju kantin dan tak lupa tersenyum dengan menyapa orang-orang yang ia lewati. Senyumnya yang terus tersungging dengan wajah cerah karena hatinya merasa senang telah berhasil menjalankan Ujian Nasional tanpa ada halangan sedikitpun. Semua berjalan lancar bahkan gangguan dari orang itu pun tidak ada, jadi Nakyta hanya fokus terhadap Ujiannya. Bahkan ia tidak sadar jika beberapa minggu belakangan ini tidak pernah ada yang mengusiknya. Tidak ada pesan, telepon ataupun perintah lainnya. Nakyta menduduki salah satu kursi hijau panjang dengan meja putih yang tersedia di tengah kantin sekolah. Disisinya terpampang beberapa warung, empat warung pokok yang menjual makanan beraneka macam serta gerobak yang menjual dagangannya, biasanya hanya satu macam saja yang mereka perdagangkan. Serta tak lupa beberapa gerobak yang menjual minuman. Tak lama pesanannya datang, sebuah roti bakar dengan bumbu spesial penuh dengan selai kacang dan keju, tak lupa es s**u instan yang di blender dengan es hingga seperti eskrim kasar dicampur dengan bubble. Roti bakar yang menjadi favoritnya untuk sarapan karena ia terbiasa untuk sarapan sekitar jam Sepuluh. Nakyta memang selalu menggunakan istirahatnya untuk sarapan jika pada waktu jam-jam seperti ini. Ini memang bukan jam untuk breakfast karena sudah memasuki lunch, tapi karena kebiasaan Nakyta yang tidak bisa sarapan pada jam pagi membuatnya harus terpaksa untuk mengganti jadwal sarapannya menjadi siang. "Hey." Sebuah tepukan halus membuat Nakyta yang akan memasukkan potongan roti bakar itu tertahan. Nakyta menoleh dan tersenyum ketika melihat Shella yang menepuk pundaknya dan langsung duduk disampingnya, menyomot roti bakar milik Nakyta dan tanpa dosa memakannya. Nakyta hanya menggeleng tersenyum dan mulai memasukkan potongan roti itu kedalam mulutnya, menikmati sensasi perpaduan bumbu roti dengan lidahnya itu. "Gua denger lu ikut daftar SNMPTN? " tanya Shella sambil memanggil salah satu penjual Batagor yang tak jauh dari tempat mereka duduk lalu memesan batagor spesial pakai pedas, kembali menatap Nakyta setelah selesai memesan. "Kyky ditawarin, katanya sayang nilai raport Kyky lumayan, jadi ya kenapa nggak coba aja daftar. Kyky pengen kuliah, lagian ini juga kesempatan biar bisa kuliah nggak bayar tapi di bayar." Nakyta hanya nyengir. Memamerkan gigi kecilnya kepada Shella yang langsung mengangguk paham. Nakyta beruntung memiliki Shella yang menjadi teman dekatnya. Nakyta memang ramah dan easygoing namun Nakyta tidak mempunyai banyak teman dekat dan Shella lah salah satu teman yang sangat dekat dengannya. Nakyta tidak mempunyai teman dekat dikelasnya, kebanyakan teman dekatnya berada di lain kelas. Nabilla juga satu-satunya sahabat yang dimiliki Nakyta, baginya teman dekat berbeda dengan sahabat karena hanya seorang sahabat yang selalu ada dan tidak akan meninggalkan walau ada teman baru, lain halnya dengan teman dekat. Bahkan hanya dengan sahabat, yang sangat hafal bagaimana sisi dalam kita yang tidak diketahui oleh orang lain bahkan diri kita sendiri. Sebelum pelaksanaan Ujian Nasional dari jauh hari sekolah sudah mengumumkan mengenai pendidikan selanjutnya seperti kuliah. Nakyta yang memang memiliki cita-cita ingin melanjutkan sekolahnya langsung tertarik untuk mendaftar, apalagi guru-guru langsung merekomendasikannya. Nakyta sangat berharap bisa mendapatkan SNMPTN itu, berharap jika masa depannya akan lebih baik. "Oke. Good luck. Eh iya lu mau liburan ke mana? Gua mau touring ke pantai-pantai gitu. Mau ikut kagak? Si Raka temen lu juga ikut." "Cieee yang mau touring sama si cinta," ledek Nakyta. "Iihh apaan. Sebenernya gua juga males tapi gua butuh refreshing banget tau. Lagian banyak yang ikut nggak berdua ini. Ogah banget kalo berdua hih." Tolak Shella dengan jijik. Tak lama pesanan Shella datang. Nakyta tertawa, " boleh juga tuh idenya. Pantai ya? Mau pantai yang di mana?" "Yang deket aja nggak perlu jauh-jauh. Harus hemat. Ikut?" "Liat nanti aja. Lagian Kyky juga harus latihan buat nanti acara di kampus katanya band sekolah di undang." jelas Nakyta dan sekali lagi Shella mengangguk mengerti. Mereka kembali memasukkan makanan mereka namun Shella langsung menjerit histeris saat tau jika batagor yang akan dimasukkan ke dalam mulutnya tiba-tiba lenyap karena seseorang langsung memakan makanannya. "Raka banci kenapa makanan gua lu embat ?!" Raka hanya tertawa dengan mulut yang penuh dengan makanan. Nakyta juga ikut tertawa menyaksikan Shella yang langsung cemberut dengan mengganti garpu bekas Raka. "Jijik gua," rutuknya lalu mulai menyuapkan batagornya ke dalam mulut dengan kasar setelah mengganti garpunya dan mata yang tak pernah lepas menatap tajam Raka yang sudah bergabung dengan teman-temannya di salah satu kursi paling ujung. "Nggak lucu Kyky," lanjut Shella kesal dengan Nakyta yang tidak berhenti tertawa. Getaran handphone yang terletak di meja menghentikan tawa Nakyta. Kening Nakyta mengkerut ketika membaca pesan yang masuk dari Ibu. 'Ky gimana ujiannya? Moga lancar ya nak. Ky ... Ibu mau minta tolong sama Kyky, sekarang Ibu harus pergi ke Cibubur. Liburannya di rumah Ibu aja ya temenin Nabilla.' Tak lama sebuah pesan masuk lagi. 'Udah dapet SMS dari mamah aku 'kan. Di tunggu di rumah oke ;).' Nakyta menghela napas. Harus menginap lagi di rumah Nabilla dan ia yakin bukan hanya satu atau dua hari ia akan menginap. "Abis ini lu mau ke mana Ky? Nonton yuk butuh hiburan nih." Ajak Shella. "Sorry kayaknya nggak bisa sekarang. Kyky mau packing mau ke rumah Nabilla." "Lu mau nginep di rumah tuh bocah? Kenapa nggak sekalian lu pindah aja." "Boleh juga sarannya." Nakyta tertawa mendapat ekspresi Shella yang langsung kesal atas sindirannya. Shella tau rutinitas Nakyta yang akan selalu menginap di rumah sahabatnya itu. Hanya saja ia heran kenapa tidak sekalian saja Nakyta tinggal di rumah sahabatnya itu karena setiap minggu tidak pernah absen untuk menginap. - - - "Kenapa nggak langsung masuk aja sih," gerutu Nabilla ketika sesudah membuka pintu gerbang. "Di kunci." Kekeh Nakyta "Emang kunci duplikatnya ke mana? Bukannya kamu punya?" tanya Nabilla berjalan memasuki rumah. Nakyta melepas sepatu dan menaruhnya di tempat penyimpanan sepatu yang terletak di samping pintu lalu berjalan mengikuti Nabilla yang sudah memasuki meja makan. Disana sudah tersedia beraneka macam cemilan serta beberapa mie instan berbagai rasa dan berbagai merk untuk di masak nanti dan sebagai bahan eksperimen Nakyta. "Lupa nyimpen Kyky. Ketinggalan di kamar mungkin, tadi buru-buru abis kamu nelponin terus." Nabilla terkekeh mendengar gerutuan Nakyta. Baru kali ini dia mendengarnya. Nakyta tipe penyabar dan santai yang hanya akan diam jika sudah kesal atau terburu-buru, "Ibu sama Bapa udah berangkat? Sama siapa aja?" tanya Nakyta sambil menuangkan air kedalam gelas dan langsung meminumnya hingga tandas. Nakyta memang sudah terbiasa memanggil orangtua Nabilla dengan sebutan Bapa dan Ibu. Nakyta merasa jika ia memiliki orangtua lagi. Ia juga sudah tidak canggung lagi jika beraktifitas di rumah ini. "Dari tadi pagi mereka udah berangkat. Semuanya pergi cuman aku aja disini yang di tinggal. Makanya suruh mamah SMS kamu nyuruh nginep." Nakyta mengangguk lalu menatap kearah lorong di samping dapur lebih tepatnya menatap ujung lorong yang terdapat pintu yang menutup, "Kamu beneran sendirian 'kan disini?" tanya Nakyta lagi dengan mata yang masih mengawasi pintu itu. "Heem ... semua pergi ke Cibubur. Abang gua nggak tau pergi ke mana, udah tiga hari nggak pulang. Sibuk kali, 'kan bentar lagi lulus dia. Sibuk sidang mungkin," jawab Nabilla acuh dan mulai menyisihkan cemilan yang akan di bawa ke kamar. "Yuk." ajaknya langsung berjalan diikuti Nakyta, "nginep nya jangan dua hari atau satu minggu ya, sampe bosen aja kan udah free" pinta Nabilla saat menaiki anak tangga. "Udah Kyky duga," ujar Nakyta dengan menenteng tas besar yang berisi beberapa pakaian. Akhirnya mereka sibuk bercerita ria seperti biasanya di dalam kamar di temani cemilan dan film yang sudah di beli Nabilla, sengaja mengumpulkan beberapa film yang akan di tonton selama mereka sudah bebas sekolah dan belajar. Mereka memilih menonton salah satu film korea drama yang bergenre action sambil menikmati cemilan, Hingga mereka jatuh tertidur dengan televisi yang sudah tidak menayangkan apa-apa lagi kecuali layar hitam dengan hanya menampilkan logo merk DVD. Sadar tidak sadar Nakyta merasakan kasur yang ia tiduri bergerak hingga tubuhnya merasakan goncangan, namun karena mengantuk akhirnya Nakyta tidak memperdulikannya 'Mungkin Nabilla pergi ke kamar mandi' batin Nakyta dan kembali melanjutkan tidurnya yang sedikit terusik itu. Perlahan sebuah tangan menempel di pipi Nakyta menangkup pipi kiri Nakyta yang chubby itu dan mengelusnya secara perlahan. Seolah Nakyta adalah barang berharga yang mudah pecah dan patut untuk di jaga dan di sentuh dengan sangat hati-hati. Tangan besar dan hangat itu membuat Nakyta terganggu dari tidurnya. Perlahan mata Nakyta terbuka lalu menutup kembali dan terbuka. Mencoba membiasakan cahaya yang masuk ke dalam matanya itu. Sebuah bayangan seseorang tepat berada dihadapan Nakyta. Reflek Nakyta langsung terbangun dan memundurkan tubuhnya, menjauh dari sosok yang ada dihadapannya sekarang. Matanya melebar dan wajahnya langsung berubah pucat pasi saat tau siapa yang kini berada dihadapannya. Tubuh Nakyta beringsut mundur menjauh namun orang itu memajukan tubuhnya mendekat. Semakin Nakyta berusaha menjauh maka orang itu semakin mendekati Nakyta, hingga tubuh Nakyta sudah tidak bisa lagi mundur karena terhalang oleh kepala kasur. Mata mereka saling bertatap. Mata hitam bening dan mata coklat tajam itu saling memandang. Deru napas Nakyta yang memburu, tak sadar jika napasnya itu mengenai wajah orang itu. "K ... kak Fariz ." Dengan terbata Nakyta menyebutkan nama orang itu. Fariz hanya tersenyum miring melihat Nakyta yang ketakutan dihadapannya. Kedua tangannya ia taruh di sisi tubuh Nakyta, membatasi akses gerak gadis itu. Mengukungnya dengan tatapan intens. Merasakan hembusan naoas Nakyta yang menerpa wajahnya. Wajah Fariz semakin dekat hingga membuat Nakyta langsung memejamkan matanya takut. Chup Kecupan singkat mendarat sempurna di kening Nakyta. Kecupan yang hanya beberapa detik namun memiliki efek besar terhadap tubuh Nakyta yang langsung membeku tak bergerak. Mata Nakyta melebar lalu berubah sendu menatap Fariz yang masih setia dengan senyuman miringnya itu. "I miss you." Tiga kata yang keluar dari mulut Fariz dengan membawa sejuta pengaruh besar terhadap Nakyta yang langsung kebingungan. Apa Nakyta tidak salah dengar? Fariz mengatakan rindu pada dirinya. Setelah hampir beberapa bulan mereka tidak bertemu dan waktu bertemu Fariz membawa kejutan besar terhadap dirinya. Nakyta mengernyitkan dahinya bingung. Apa rindu yang dimaksud Fariz? Apa yang dirindukan Fariz adalah menyiksanya dengan menjadi patuh padanya? Rindu akan wajah serta tubuh Nakyta yang gemetar ketakutan jika berhadapan dengannya? Atau ada rindu lain yang tidak mungkin untuk bisa diungkapkan?. Pikiran Nakyta yang sibuk berkelana membuat Fariz menyentuh kening Nakyta yang berkerut lalu turun mengusap pipi Nakyta lembut. Mata coklatnya yang tak pernah lepas menatap Nakyta dengan intens. Melihat Nakyta yang kebingungan dan mata Nakyta yang berkaca-kaca entah karena apa. "Bang?" Sebuah suara yang amat sangat mereka kenal membuat Fariz menoleh ke belakang, menatap orang itu datar sedangkan Nakyta langsung terkejut dengan membulatkan matanya lebar menatap seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu. Dengan menatap mereka berdua bingung. "Nabilla," lirih Nakyta. %%%
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD