Chapter 22 : Selamat Pagi Putri

1432 Words
"Siapa yang akan menjadi tim kita?" Zombila menghela nafas lalu kembali menjawab. "Summer Rae dan Paige." Aku tidak percaya kalau orang yang akan menjadi timku dalam misi ini adalah mereka. Kenapa mendadak aku merinding? "Dan juga Rio Finiggan." DEG! . . . . . . . . . . . "Ri-Rio Finiggan?!" Aku terkejut, kedua mataku melotot, melihat hal itu, Zombila terheran-heran. "Ada apa? Sepertinya kau kaget," Mendengarnya, aku tersipu malu, kutundukan kepalaku. Kedua pipiku memerah, entah kenapa, jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Sungguh memalukan. "Biola, kau kenapa?" "Umm... ke-kenapa dia bisa bergabung dengan timmu? Mak-maksudku, Rio Finiggan, ya, kenapa dia bisa menjadi salah satu tim kita nanti? Apakah dia juga bagian dari Farles?" Lagi-lagi pertanyaanku dibalas dengan senyumannya. Zombila mengatur nafasnya dan mulai menjawab. "Tentu saja, Rio bergabung, dia itu sahabatku. Tidak, Rio bukan penyihir Farles, dia tidak terikat dengan Guild manapun, dia seorang Hero. Rio juga ingin membantuku menjalankan misi dan dia juga ingin kau ikut, Biola." Oh, aku tidak tahan lagi, detak jantungku tidak karuan, ada apa ini. Astaga, mendengar perkataan Zombila membuatku hampir kehabisan nafas. Aku tahu, sebenarnya diriku bahagia tapi kenapa reaksi yang kutunjukkan malah seperti ketakutan. "Ja-jadi, Rio yang memerintahkanmu untuk mengajakku?" Zombila tersenyum tipis. "Iya. Apakah kau menerima ajakannya?" Perlahan-lahan, kuanggukkan kepalaku. Zombila langsung berdiri. "Nah, baiklah, sekarang persiapkan dirimu besok, kita akan memulai perjalanan panjang. Dan juga, setiap menjalankan misi, kau harus siap untuk mati. Kenapa? Karena musuh akan selalu menghalangi tujuan kita. Musuh yang kumaksudkan itu bermacam-macam, tidak selalu Kuromba, tapi sangat banyak." Setelah mengatakan hal itu, Zombila mengangkat tubuh Zintan ke pundaknya. "Baik, ini adalah misi pertamaku, dan aku harus siap! Terima kasih Zombila." Aku tersenyum lebar. . . . . . . . . . . "Uh... kenapa aku-HEY! APA INI! KENAPA KAU MENGGENDONGKU! MAU DIBAWA KEMANA AKU! TURUNKAN AKU!" Zintan terbangun dan langsung berteriak-teriak tepat ditelinga Zombila, kedua kakinya bergerak-gerak. Tubuhnya menggeliat ingin bebas. TAR! Zombila langsung menampar p****t Zintan. Melihatnya, aku menahan tawa. "Bisakah kau diam, Zintan?" "KURANG AJAR! LALALA~" . . . . . . . . . . Setelah mereka keluar dari kamarku, aku kembali merenung. Aku memikirkan, kenapa Rio mengajakku, apakah dia ingin bertemu denganku? Tidak, Biola, itu tidak mungkin. Rio seorang Bangsawan, dan kau hanyalah gadis bodoh yang sangat lemah. Apalagi, Rio memiliki empat ekor monster, bisa-bisa aku terbunuh. Mengerikan. Aku masih mengingat kejadian ketika di Games kematian, itu adalah pengalaman yang sangat memilukan. Aku, Bella, Diana dan Lavender disiksa habis-habisan oleh empat ekor monster itu. Tapi, kurasa mereka sudah menjadi temanku, buktinya, Olivia, menyesal atas semua perbuatannya. Tapi hey, aku masih belum yakin, kalau Nori, Melinda dan Zack juga menyesal. Entahlah, aku pusing memikirkannya. Yang pasti, mereka sudah menjadi temanku. Dan aku percaya! Oke, sekarang waktunya aku mengistirahatkan tubuhku. "Bolehkah aku masuk." Tiba-tiba, ketika kepalaku sedikit lagi akan mengenai bantal, seseorang bersuara dari balik pintu. Dari suaranya, sepertinya dia seorang pria. "Silahkan masuk." Muncullah seorang pria berambut jabrik, berwajah killer dengan pedang dipunggungnya, pakaiannya compang-camping, dia sangat gagah. "Namaku Antonio Meksiko, kedatanganku ke kamarmu merupakan perintah dari Summer Rae." "Summer Rae?" Aku terkejut mendengarnya, mengapa wanita itu mengirimkan pria seram ini kepadaku. "Memangnya ada apa?" "Aku ditugaskan olehnya untuk menggantikanmu." "Menggantikan? Menggantikan apa?" tanyaku dengan suara melengking. "Menggantikanmu dalam menjalankan misi." Aku terdiam sejenak, menelan ludah dan berkata. "Tidak! Siapapun kau, aku tidak ingin digantikan!" ucapanku langsung membuatnya mengeluarkan pedang tajamnya. Diulurkannya pedang itu padaku, pucuknya yang tajam hampir mengenai hidungku. "Kau tidak akan mampu melaksanakan misi itu," ucapannya membuatku menelan ludah, pedang itu langsung diayunkan-ayunkan ditangan kanannya. "Musuh yang akan kau hadapi merupakan Kuromba, mereka sangat ganas. Maka dari itu, Summer Rae lebih suka kau diam disini, dan akulah yang akan menggantikanmu." "TIDAK BISA! KAU PIKIR AKU TIDAK MAMPU MENYELESAIKAN MISI ITU!?" Aku marah sekarang, sungguh menjengkelkan sekali, memangnya dia siapa, seenaknya menggantikan posisiku. "Kau jelas tidak akan mampu, tubuhmu saja sangat rapuh." DEG! . . . . . . BUG! Pukulanku mendarat didada bidangnya, namun dia malah tersenyum. "Aku tidak ingin kau mati sia-sia, kau itu cantik. Sebaiknya kau memulai misi dari yang terendah dahulu." "Apakah kau menganggapku lemah?" "Itulah yang kupikirkan, aku memang menganggapmu lemah." Mendengar hal itu, aku tersenyum getir. "Kalau begitu, kau salah!" "Salah? Apanya? Aku tahu, kau hanya bisa melakukan sihir rendahan." Aku kesal sekarang, apakah aku harus mengatakannya, kalau sihirku sangat besar dan berbahaya. Tapi kesannya seperti menyombongkan diri, dan aku tidak mau seperti itu. "Aku tidak akan menyebutkan apa sihirku, tapi yang jelas, aku mampu menjalankan misi itu! Katakan pada Summer Rae, dia telah keliru menilaiku!" . . . . . . . . . . . . . . "Aku sama sekali tidak percaya, sudahlah, intinya, besok kau tidak boleh berangkat, biar aku saja yang menggantikanmu." Pedangnya langsung ditempelkan kembali dipunggungnya, aku tersenyum. Kuambil pedang itu dan kugoreskan luka pada leherku. Dia menoleh padaku dan terkejut. "Bahkan, aku tidak takut dengan ketajaman pedang ini!" "Apa yang kau lakukan!" Dia langsung mengambil pedang itu dariku dan wajahnya was-was. Darah mengalir dari leherku ke pundak, dan menetes ke lantai. "Biar kuobati." Ditempelkan tangan kasarnya keleherku, dan cahaya biru muncul disekelilingnya. Setelah itu, aku merasa rasa sakit yang berada di leherku mereda, dia menatap tajam padaku. "Jangan pernah bertindak ceroboh lagi, apakah kau tahu, pedang ini merupakan salah satu pedang legendaris. Nepola adalah namanya, benda ini sudah menebas kepala Princess beberapa kali, bahkan aku dengar, ada seorang Princess yang ada disekitar Guild ini, kalau dia kutemukan, akan kuikat dan kupotong-potong hingga menjadi makanan binatang." DEG! . . . . . . Apakah dia seorang pemburu Princess? "Ke-kenapa para Princess kau bunuh!" "Karena memang ini tugasku." . . . . . . . . . . . Aku tidak percaya ini, kenapa orang seperti dia memiliki tugas yang sangat membuatku gemetar. Aku seorang Princess, dan aku pasti akan terbunuh jika dia mengetahuinya. Untungnya, dia sama sekali tidak tahu. "Baiklah, kalau begitu, aku tidak akan menggantikanmu, tapi aku berpesan padamu, kematian akan terus mengintaimu." Mendengarnya, aku sedikit tersontak. Lalu kujawab. "Setiap makhluk hidup memang akan selalu mati, namun hanya waktu yang bisa menjawabnya." Dia langsung terbungkam. Dia berjalan mendekatiku. "Aku mengetahuimu, Biola. Aku jelas mengetahui semuanya tentangmu." DEG! Aku terkejut, tanpa kusadari, pria itu menghilang dari pandangan, dan aku menjatuhkan diri ke permukaan kasur. . . . . . . . . . . . . . . . . Aku jelas mengetahui semuanya tentangmu, Biola. . . . . . . . . . . . . . . Keesokan harinya, aku membersihkan diri, melukis wajahku agar tetap anggun, dan pergi mengunjungi Bella, Diana dan Lavender. Aku hanya ingin berpamitan pada mereka sebelum benar-benar pergi. Ketika diriku memasuki kamar Bella dan menjelaskan hal itu, dia berkata, "Semoga kau bisa menyelesaikannya! Tetap semangat! Oke? Dan aku juga ingin menjalankan misi, kira-kira bagaimana caranya aku mendapatkan satu misi?" Mendengarnya, aku bingung mau menjawab apa. "Aku juga tidak tahu, lagi pula, aku mendapatkan misi ini karena diajak oleh seseorang yang sangat menyukaimu." Bella terkejut, dia berbisik padaku. "Siapa?" Kujawab dengan hembusan nafas. "Zombila." Setelah mengatakan nama itu, Bella seakan-akan dia menjadi batu lagi, terdiam cukup lama, dan menjawab. "Aku lupa, memangnya siapa Zombila?" Astaga, sahabatku ini memang sangat pelupa, bahkan dia pernah melupakanku dalam waktu satu detik. Menyebalkan. "Seorang pria yang pernah kita temui ketika akan memulai Games kematian, dia memberikan kita tongkat sihir. Apakah sekarang kau ingat?" Bella mengernyitkan dahi, dia menghela nafas dan menjawab. "Tidak." Menyebalkan! . . . . . . . Beda sekali, ketika diriku memasuki kamar Lavender, ternyata dia memiliki ribuan alat make up dan pakaian-pakaian mahal. Saat diriku bertanya kenapa dia mempunyai barang-barang ini, dia menjawab sambil melapisi wajahnya menggunakan bedak. "Ini pemberian dari Virgo, dia merupakan pengawalku yang mengerti apa itu kecantikan. Dia sangat baik sekali." Aku bingung, apakah kekuatan Virgo mengeluarkan benda-benda tidak penting itu? "Memangnya, apa kekuatan Virgo?" Tanyaku dengan menatap beberapa alat make up di mejanya. "Dia pandai menyulap sesuatu menjadi sesuatu." "Aku tidak mengerti." "Dia bisa mengubah benda apapun menjadi apa yang kau inginkan, misalnya kau ingin mengubah air matamu menjadi mutiara, Virgo dapat melakukannya dengan sangat mudah!" "Oh, begitu ya? Lalu, alat-alat ini sebelumnya benda apa?" "Rambutku. Aku memotong rambutku sedikit dan memerintahkan Virgo untuk mengubahnya menjadi alat-alat make up, dan dia melakukannya. Hebatkan?" Dan lebih hebat laginya, ketika diriku memasuki kamar Diana, ternyata dia sedang menjalankan misi bersama Alexador dan Zintan. Keren sekali. . . . . . . . . . . "Ayo kita berangkat!" ucapku saat diriku melihat Rio, Zombila, Rae, dan Paige berdiri di depan gerbang, menungguku. "Selamat pagi, Putri." . . . . . . . . . . . . . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD