Chapter 15 : Kebahagiaan

1330 Words
Rio dan diriku berjalan pelan dikastil sunyi ini, kami begitu canggung, pikiranku tidak karuan, yang kupikir hanyalah mereka, aku merindukannya. Dengan suara berat, Rio mencoba mencairkan suasana. "Biola, malam ini sungguh indah ya." TAR! Dengan amarah yang sudah mencapai ubun-ubun, tanganku refleks menampar pipi kanannya sehingga dia terkejut, lalu menatapku heran. "INI SEMUA KARENA KEEMPAT ADIKMU! MEREKA TELAH MEMBUNUH TEMAN-TEMANKU! DAN KAU DENGAN SANTAINYA MENGATAKAN KALAU MALAM INI SANGAT INDAH?!" Aku beri jeda sedikit dan melanjutkan. "Apa kau gila!" Saat ini, Rio mematung setelah mendengar teriakan kemarahan yang membuat kastil ini bergema karena suaraku, Rio menampilkan wajah yang begitu menyesal. "Aku minta maaf...ini semua salahku." ucap Rio dengan tidak berani menatap wajahku, yang akhirnya kedua matanya memandang kearah luar jendela, kami menghentikan langkah. "Tidak...seharusnya akulah yang meminta maaf," Aku menghembuskan nafas kesal. "Seharusnya aku tidak perlu melakukan ini padamu, maaf." . . . . . . . . "Ah, rupanya kalian disini?" Olivia secara mengejutkan tiba-tiba muncul didepanku dan Rio dengan senyuman yang mengembang sempurna, sangat cantik. "Apakah kalian sedang saling...ummmm...berkencan? Ah, aku tahu, mungkin aku tidak perlu mengganggu ya?" "Olivia, aku ingin kau perintahkan, Melinda, Nori dan juga Zack untuk segera pulang! Kalian akan dihukum, termasuk dirimu. Kalian sangat keterlaluan!" Mendengar hal itu, Olivia menatap lembut Kakaknya dengan membungkuk hormat, membuat rambut panjangnya menjuntai. "Aku sungguh menyesal, baik, akanku kabulkan perintah Anda, tapi setelah kau kubunuh." DEG! Aku dan Rio terkejut mendengar kata terakhir dari Olivia, sementara itu, muncullah mereka semua dengan aura yang mengerikan, aku merasa akan ada sesuatu yang menakutkan. Mereka semua tersenyum licik padaku dan juga Kakaknya sendiri, ada apa ini? "Adik-adikku tersayang, mari kita belai mereka berdua dengan sedikit kelembutan," ucapan Olivia mampu merubah suasana disini sangat dingin, aku tahu sekarang, jadi mereka semua akan menyerangku dan Rio, Kakaknya sendiri. "Jangan melakukan tindakan bodoh, kalian ini adalah keluargaku, kita harus saling melindungi." Perkataan tegas dari Rio kurasa semakin membuat mereka berempat tersenyum semakin lebar. "HA HA HA LUCU SEKALI! KAU MERASA PALING BIJAK DISINI? HAH! KAKAKKU TERSAYANG?" bentak Zack dengan cengiran lebar, aku dan Rio perlahan-perlahan memundurkan langkah. "Kakak, maaf, tapi sekarang, aku bukanlah adikmu lagi." Mendengar suara Nori, Rio semakin kesal, tapi dia mampu menyembunyikan kekesalannya dengan mengatur nafas. "Kalian berdua hanyalah tikus kotor!" "Tidak Nori, mereka bukan hanya tikus kotor, tapi juga kotoran yang menjijikan, dan pantas untuk dimusnahkan!" Melinda berkata dengan penekanan kata, setelah dirasa cukup, mereka semua mulai menggunakan kekuatannya masing-masing untuk menghancurkan kami. Rantai emas tiba-tiba muncul dan mengikatku dengan kencang, dan aku merasa energi kehidupanku terhisap. "AHH! AAAAAH!" Aku mengerang sakit, Rio cemas akan hal itu, dia langsung mengeluarkan kekuatannya, sepuluh jarinya bersinar terang. "Hentikan itu! MELINDA!" "TIDAK! AKU MENYUKAINYA! JANGAN BERANI-BERANINYA MENGGANGGU KESENANGANKU! KAKAK!" Hening sesaat, aku tidak dapat melihat dan mendengar dengan jelas sekarang, tapi aku hanya merasakan kalau pertarungan sudah dimulai. Pertarungan antara saudara kandung. Suara-suara pukulan, tendangan, tawaan dan juga teriakan aku mendengarnya disekelilingku, sebenarnya aku ingin melihatnya dengan jelas, tetapi rantai ini sepertinya membuatku kehilangan kendali. Benda ini semakin kuat mengikatku, aku hampir kehabisan nafas. Dan akhirnya kesadaranku mulai ambruk, dan aku merasa sangat ngantuk, perlahan-lahan kututup kedua mataku. Sepertinya aku berakhir disini. . . . . . . "Hey, bangunlah!" Aku mendengar seseorang memanggilku, menggoyang-goyangkan tubuhku untuk segera bangun dari rumput ini, tunggu, kenapa aku tertidur diatas sebuah rerumputan. "Hey! BANGUNLAH!" Suara itu semakin kencang, dan ku buka kedua mataku hanya untuk mengecek, lagi pula, aku sama sekali tidak mengenal suaranya. Oh astaga, kini aku dapat menatap langit biru cerah dan seekor kucing berbicara. "Ahirnya kau bangun? Syukurlah." ucap kucing berbulu pink itu dengan senyuman mengerikan. "AAAAAAH! APA INI! SEEKOR KUCING BISA BICARA!?" Aku terlonjak kaget dan bangun, aku segera menjauhinya sejauh mungkin yang kubisa, disekelilingku terdapat ribuan pohon sakura yang berdiri kokoh dengan daun-daunnya yang sangat indah. Lalu, kucing itu memandang sebal kearahku. "Kau ini tidak tahu terima kasih ya? Bukannya kami sudah menolongmu? Bilang terima kasih kek!" bentak kucing itu padaku, kurasa kucing itu adalah betina, terlihat dari warna bulunya dan juga kecantikannya. "AKU BUKAN KUCING BETINA!" Tiba-tiba dia berteriak membuatku terkejut. Dia mengetahui apa yang kupikirkan? Ini aneh! "Ferli? Disanakah kau?" Aku mendengar suara seorang wanita yang tengah mencari seseorang, dan dugaanku benar, perempuan itu muncul dan melangkah pelan kearahku. Bukan, dia tidak mencari seorang Manusia, melainkan kucing pink itu. Diangkatnya hewan itu dalam pelukannya, lalu wanita itu menatapku lembut. "Akhirnya kamu pulih, Biola." DEG! Dia mengetahui namaku? "Ma-maaf, tapi apa yang telah kalian lakukan sampai aku bisa tertidur disini? Dan dimana ini? Kenapa pohon-pohon sakura tumbuh lebat disini?" Mendengar rentetan pertanyaan yang kulontarkan dia tersenyum. Wanita itu berambut putih, pakaiannya sangat indah menurutku, sepertinya dia seorang bangsawan. "Aku telah menolongmu, ini di negeri Pandora atau biasa manusia sebut dunia dongeng, kenapa pohon sakura tumbuh lebat? Itu karena kekuatanku. Maaf, aku belum memperkenalkan diri." Dia mengatur posisi dan duduk dihadapanku sambil menggendong hewan menyebalkan itu. "Namaku Sania Heartfillia, kau dapat memanggiku Sania saja, dan ini adalah sahabatku," dia menunjukkan kucing itu padaku. "Namanya Ferli." Burung-burung berkicau, angin mengusap tubuhku lembut, pohon-pohon bergoyang sesuai arah angin, dan rerumputan terhampar luas. Sania menatapku dan mulai kembali berkata. "Aku mengetahui namamu karena Ferli, kucing ini dapat mengumpulkan data seseorang dengan sangat akurat, bahkan untuk orang baru sekalipun, dan juga, dia dapat membaca apa yang sedang kita pikirkan lho?" Sania mengusap lembut kepala Ferli, sesekali dia menggelitiknya. "Dan dimana Rio?" Pertanyaan bodoh tiba-tiba keluar saja dari mulutku membuat Sania dan Ferli terdiam memandangku. "Maksudmu Pria tampan itu?" tanya Ferli mencoba memastikan, aku menganggukkan kepala pada kucing lucu itu. "Dia sudah kembali kekastilnya, membawa keempat adiknya yang selalu membuat masalah! Mereka pikir bisa mengalahkan Kakaknya yang kuat itu, padahal nyatanya, mereka hanyalah butiran pasir! Tidak ada yang bisa menandingi seorang Rio Finiggan!" Aku terkesan mendengar ucapan Ferli, dia sangat lancar dalam berkata-kata, sama seperti Manusia pada umumnya. Lalu, Sania melanjutkannya, "Rio memerintahkan kami untuk menjagamu sementara, jadi, kami mohon maaf, jika kami harus mengikutimu kemanapun dirimu akan pergi." Mereka menjagaku? "Kalian tidak perlu melakukannya, lagipula aku ini kan sudah dewasa, aku dapat menjaga diriku sendiri." "TIDAK! KAU TETAP KAMI JAGA! INI ADALAH PERINTAH DARI SEORANG RIO FINIGGAN!" Tiba-tiba Ferli membentakku, kurasa dia sangat mengagumi Rio. Sania mengusap lembut tubuh Ferli. "Maaf, tapi, apa yang dikatakan Ferli itu benar, kami diperintahkan untuk menjagamu, dan kami tidak dapat menolak." Sania memberikan senyuman manis padakku. "Ja-jadi begitu ya?" Aku termenung, mengingat kembali Diana, Lavender dan Bella. Seharusnya mereka disini bersamaku, aku masih tidak menyangka kalau mereka semua telah meninggalkanku. "BIOLA! APAKAH ITU KAU!" Tiba-tiba aku mendengar teriakan Bella dari kejauhan, tepatnya dipohon sebelah kiriku. Ternyata itu benar, Bella bersama Lavender muncul dengan senyuman cerah. Mereka langsung berlari memelukku. "Aku tidak menyangka kau bisa selamat Biola!" ucap Lavender dengan gaya khasnya seperti seorang Profesor. "Dimana Diana?" Pertanyaanku hanya dibalas oleh wajah sedih mereka. Jangan bilang kalau Diana sudah. "Aku disini, Biola." Dengan tangan yang penuh buah-buahan, dia berjalan mendekatiku. Senyuman hangat terlukis diwajahnya. Lalu dia memberikan buah apel padaku. "Makanlah, aku tahu, kamu lapar." Aku sangat bahagia sekarang! . . . . . . Sania dan Ferli tersenyum memandang kami, lalu Lavender mendekati mereka. "Sania, apa kekuatanmu?" pertanyaan Lavender membuat Ferli memandang sebal kearahnya. "APA KAU PIKIR AKU INI HANYALAH KUCING BIASA! AKU INI PUNYA KEKUATAN TAHU!" Lavender berjengit dan menatap ngeri pada Ferli. "Di-dia dapat berbicara?" "Ya, dia dapat berkomunikasi layaknya kita. Dan mengenai kekuatanku, aku dapat membuat suasana menjadi hangat, kebahagiaan akan selalu muncul jika aku datang, karena itulah, aku akan menjaga kalian semua." Kami semua terdiam mendengar perkataannya, Bella tersenyum. "Terima kasih telah menolong kami semua, Sania." Sania hanya tersenyum lembut mendengar ucapan Bella. "Sekarang, kalian dapat memakan buah-buahan itu sebelum menjadi busuk, cepat dimakan bodoh!" bentakan Ferli membuat kami semua memandang takut padanya. Dan kami semua tersenyum bersama menikmati keindahan Negeri Pandora, akhirnya aku dapat merasakan kebahagiaan yang tak ternilai ini, aku sangat bersyukur mereka dapat berkumpul denganku lagi, ditambah dengan kehadiran Sania dan Ferli yang menambah kehangatan suasana, sungguh Negeri yang indah. Terima kasih. . . . . . . . . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD