Part 7

2202 Words
*** Ashilla POV Aku keluar dari kamar dengan langkah kaki yang hampir tak terdengar, ini bukan karena kaki ku terkilir dan tak bisa berjalan namun karena aku tidak ingin Cakka mendengar langkah kaki ku. Kejadian dikamar tadi tentu saja membuatku malu setengah mati. Cakka memang benar-benar menyebalkan. Tadinya aku dan Cakka memang berniat untuk makan diluar tapi dengan kaki ku yang seperti ini aku mungkin hanya bisa menyusahkannya. Bahkan saat ini saja aku harus berjalan dengan bantuan setiap benda yang ada di dekatku untuk sampai ke dapur. Di dapur, Cakka sedang berdiri di depan meja makan dengan celemek ditubuhnya juga beberapa bahan masakan yang tersusun rapi didekat kompor. "Ngapain Kka?" tanyaku memecahkan suasana hening yang ia ciptakan sendiri. "Yang lo liat?" "Masak?" "Yeah!" "Lo bisa masak?" "Lebih baik dari pada lo," "Gue bisa masak tau," "Masak apa?" "Masak telur gue bisa kok," Cakka mengangkat bahunya acuh, kenapa dia nyebelin banget sih? "Kita gak jadi makan diluar nih?" tanya ku lagi, yang benar saja pertanyaan ini seharusnya tidak perlu ku tanyakan mengingat tentang kaki ku yang sepertinya terkilir. "Emang lo bisa jalan?" Cakka balik bertanya. "Emm... Bisa sih tapi harus dipegangin," "Yaudah kita makan apa yang ada aja," Aku mengangguk setuju lalu duduk di salah satu kursi sambil melihat Cakka yang tengah fokus dengan masakannya. Beberapa saat kemudian Cakka selesai dengan priring berisi nasi goreng ditangannya. Ia membuka celemeknya, menyodorkan piring milikku dan lalu duduk disamping ku. "Thanks," ucapku yang dibalas anggukkan olehnya. Kami hanya makan dalam diam, nasi goreng Cakka juga cukup enak, saat aku meliriknya tanpa sengaja mata kami bertemu. "Ngapain liat-liat?" cetus ku karena mendapati Cakka yang tengah menatap ku. "Emang gue ngeliatin lo? Geer," "Iya tadi, gue liatin balik lo malah pura-pura malingin muka," "Oh berarti, lo yang liatin gue," "Cih, pede," "Terus tau dari mana gue liatin lo?" "Tau gara-gara lo liatin gue," "Emang gue liatin lo?" "Ih, terserah deh, dari tadi ngomongnya muter-muter di situ-situ mulu," "Masa sih?" "IYA CAKKA IYAAAA..." * Aku menyelesaikan memasuki pakaianku kedalam koper, setelah merasa sudah lengkap dan tidak ada yang tertinggal aku pun keluar dari kamar dan berjalan kearah dapur. Besok siang adalah jadwal untuk peserta study tour kelas 12 berangkat ke Bali, itulah sebabnya hari ini aku sudah packing agar keeseokan hari aku tidak terburu. "Mama kemana Bi?" tanya ku pada Bi Asih yang sedang mencuci piring. "Dikamar Non," Bi Asih melirikku lalu menjawab, aku mengangguk dan berbalik arah menuju kamar kedua orang tuaku. "Papa dikamar juga Bi?" Tanya ku lagi saat baru beberapa langkah aku berjalan. "Iya Non," YES! Waktunya mengganggu HAHAHA... TOK TOK TOK "Maa... Paa... Bukain pintunya..." Hening! "Maa..." "Mamaaaa..." "Ih Mama, anaknya mau masuk juga!" Ck! Aku berdecak kesal sambil menghentak-hentakkan kaki ku. Seolah-olah Mama tuh sudah tau jika aku akan mengganggu. Kenapa semua orang tiba-tiba jadi nyebelin sih? Keesokan siangnya aku dan Cakka tiba di bandara, saat semua orang sudah berkumpul, macet selama perjalanan membuat kami terlambat megabsen. Hanya setelah beberapa detik kami tiba kami sudah harus masuk ke ruang check in. Lagi-lagi sebelum berangkat Mama mengingatkan agar aku dan Cakka untuk tidak terlalu dekat. Maksudnya apasih? Dan entah ini kebetulan atau sudah di atur oleh Mama mengingat Tante Tania-kepala sekolah- kami adalah teman dekat Mama jadi aku duduk bersebelahan dengan Cakka, oke sepertinya itu bukanlah masalah. Masalahnya adalah seseorang yang duduk disisi lainnya. Who? Alvin. Ini seperti kebetulan yang di rencana kan dan aku merasa sangat tidak nyaman berada diantara dua cowok ini. "Mau minum?" Cakka bertanya karena melihatku yang terus-terusan menelan ludah. Aku menggeser sedikit kepalaku agar bisa melihatnya dengan jelas, sepertinya dia hanya berakting sok manis. "Nggak," jawabku sekenanya. "Kalau mau tidur kesini aja," katanya lagi sambil menepuk bahu menandakan aku dapat tidur dan bersandar disana. Aku tersenyum kaku, "hmm," Beberapa detik kemudian aku balik memandang Alvin, dia merogoh saku celananya, mengeluarkan iPod serta earphone-nya dan menyumbat telinganya dengan salah satu earphone tersebut. "Mau denger juga?" tanyanya tiba-tiba. Boleh juga. "Mau dong," dan dengan tidak tau malu aku menerima tawarannya tanpa berfikir panjang. Alvin terkekeh pelan lalu menyerahkan satu earphonenya kepadaku, dalam diam kami sama-sama menikmati alunan musik yang mengalun indah di indera pendengaran kami. Dan setelah itu kurasakan mataku mulai berat, menit berikutnya aku sudah jatuh ke alam mimpi. ** Hari pertama di Bali kami berkeliling tempat-tempat bersejarah hingga sore hari lalu kembali ke hotel malam hari nya. Beruntungnya, kami dapat memilih untuk satu kamar dengan siapa jadi aku memilih Ify dan Sivia sebagai teman satu kamarku. "Laper banget gila," keluh Sivia. "Gue juga," sahut Ify. Aku juga merasakan hal yang sama karena sewaktu makan malam bersama kami tidak menghabiskan makanan yang disediakan. "Makan keluar yuk," ajakku pada Ify dan Sivia, keduanya lalu duduk dari posisi tiduran mereka seolah berpikiran yang sama seperti yang ku pikirkan. "Gue ajak Rio ah," ucap Ify. "Gue ajak Gabriel ah," sambung Sivia. Aku memutar bola mataku, "kenapa nggak bertiga aja sih?" Keduanya mengangkat bahu seolah tidak tertarik. Baiklah Rio-Ify, Gabriel-Sivia. "Terus gue sama siapa dong?" tanya ku tak terima. "Ya, Cakka lah," jawab mereka hampir bersamaan. Cakka lagi, Cakka lagi. Dengan malas dan pertimbanang yang matang akhirnya aku mengetikkan 1 pesan untuk Cakka. To : Cakka Bhakti Gue laper! dan Send. Tak perlu menunggu lama, beberapa detik setelahnya Cakka langsung membalas pesan dari ku. From : Cakka Bhakti Ify sm Sivia mana? Mereka baru saja pergi, aku juga tidak melarang atau meminta ditunggu oleh mereka, aku mengatakan aku akan mengajak Cakka lalu keduanya pergi begitu saja. To : Cakka Makan keluar tp ngajak Gabriel sm Rio Apa an sih dia kok sok gak mau lagi, harusnya kan Cakka juga sudah tau, kan dia sekamar dengan Rio dan Gabriel. Mancing emosi gue aja emang. drtt drtt From : Cakka Keluar kamar sekarang juga! Apaan sih, dengan seenak jidat dia menyuruh ku keluar kamar. Namun, meskipun ada rasa jengkel dihati aku pun tetap keluar dari kamar mengikuti perintah tertulisnya. Cklek 1 detik 2 detik 3 detik, aku mematung beberapa detik karena terkejut bukan main dengan apa yang aku lihat sekarang. You know what? Saat ini, dihadapanku Cakka sudah berdiri. "Yaudah ayo tadi katanya mau makan," ucapnya. Buru-buru aku menetralkan wajahku yang pasti terlihat sangat bodoh. Kenapa jadi deg-degan gini sih? * Author POV Shilla dan Cakka berjalan beriringan masuk ke tenda pedagang kaki lima yang berada di depan hotel, mereka memilih makan di tempat terdekat karena tidak ingin berjalan jauh dan membuang tenaga. Setelah pesanan mereka datang, Shilla pun mulai memakannya dengan lahap hanya suara dentingan sendok yang terdengar. "Kok nggak di makan?" sontak Shilla langsung bertanya pada Cakka yang hanya sama sekali tidak menyentuh makanannya. "Nggak laper," jawabnya. "Terus kenapa dipesen?" "Buat lo," "Yaelah, gue mana bisa makan segitu banyak," Cakka lalu dengan terpaksa mulai menyantap pesanannya. "Takut gendut?" tanya Cakka. "Bukan..." "Terus?" "Gue memang nggak makan terlalu banyak," Cakka mengangguk-anggukkan kepalanya. "Biasanya kan cewek memperhatikan dengan sangat, masalah penampilan," "Emang cowok enggak?" "Nggak seribet cewek," "Emang cewek ribet?" "Nggak juga sih, tapi lo keliatan iya," "Kali aja karena lo belum kenal dekat," Cakka mengangguk lagi, "yeah, that's right," ucapnya. "Tapi sekarang kita lagi coba buat jadi dekat," ucap Shilla. Cakka mengangguk membenarkan, "sounds like we're friend now," "Emang iya," "Cool," Dan mereka berbincang tentang apa saja sebelum kembali ke kamar masing-masing. *** Hari terakhir di Bali, semua peserta study tour diberikan waktu bebas untuk pergi kemana dan harus kembali sebelum jam 8 malam. "Gue diajak Rio ke pantai nih, gue pake baju apa ya?" Ucap Ify di sore harinya setelah mereka kembali dari jalan-jalan bertiga. "Bikini aja Fy," ucap Sivia asal "Ih Via gue serius," "Emang gue kedengeran nggak serius?" "Ck, Shill kasih saran dong. Yang ini atau yang ini," ucap Ify sambil mencocokkan antara dua dress pantai ke tubuhnya Shilla yang dimintai tanggapan memandang Ify dan kedua pilihan dress nya lalu berucap, "yang pink bagus," "Serius? Gue mikirnya juga gitu sih. Yaudah, fix yang pink," ucap Ify lalu segera mengganti pakaiannya. Sementara itu Shilla dan Siv----tok tok tok Suara pintu yang diketuk dan Sivia yang berjalan keluar sambil berucap, "Gabriel udah dateng, gue pergi sama Iel ya, bye jangan pada kangen," membuat Shilla mendengus. "Gue juga keluar dulu ya Shill, Rio udah nunggu di lobi," dan beberapa saat kemudian Ify pun juga pergi. Baiklah, ia sendirian sekarang. Shilla jadi bertanya-tanya sendiri hubungan apa yang terjadi antara Sivia dan Gabriel, merek sangat dekat hingga tidak cocok disebut hanya teman. Saat memikirkan itu tiba-tiba pintu kamar kembali terdengar diketuk dari luar, meski dengan langkah yang malas akhirnya Shilla pun berhasil membuka pintu. Namun ia kembali shock melihat Cakka yang berada dihadapannya. "Lo ngapain kesini?" tanya Shilla setelah kekagetannya beberapa detik yang lalu. "Yang lo liat?" "Mana gue tau, kan lo masih berdiri," Cakka terkekeh pelan, lalu berucap, "mau ngajakin lo keluar," yang membuat Shilla mengernyit. "Males gue," jawabnya. Shilla sudah berniat untu kmenutup pintu kamar tapi buru-buru Cakka mencegah nya dan malah ikut masuk kedalam. "Ngapain sih ikut-ikut masuk?!" omel Shilla. "Kalau lo nggak mau ikut yaudah gue juga tinggal," "Nggak bisa gitu dong," "Kenapa?" "Karena ini bukan kamar lo," "Kenapa nggak?" "Ini kan kamar gue, Ify dan Sivia," "Tapi mereka kan nggak disini," "Tetep aja, bukan muhrim," ucap Shilla asal. Cakka terkekeh menertawai ucapan Shilla, pandangannya berkata you-know-right-what-we-are. "Lagian lo yakin mau disini sendirian?" tanya Cakka. Shilla mengangguk cepat, "yakin lah," jawabnya. "Bukannya ini kamar yang dulu pernah terjadi bunuh diri ya?" "Hah?" kali ini wajah Shilla jadi tampak lebih serius. "Yep, dulu dikamar ini ada yang bunuh diri," "What? Apaan sih, lo bohongi gue kan?" "Ngapain gue bohongin lo," "Eh, yaudah lo tunggu disini dulu, gue mau mandi bentar, ini bukan karena gue takut, cuma gue kasihan liat lo kalau sendirian pergi," ucap Shilla lalu buru-buru bergegas ke kamar mandi. Setelah yakin Shilla benar-benar sudah masuk kedalam kamar mandi Cakka malah tertawa geli. "Astaga, cewek kok gini banget modelnya, penakut tapi gengsi selangit," ucapnya. Lama Cakka menunggu Shilla disofa depan tv, hingga ia mulai merasa bosan dan akhirnya memutuskan untuk membuka akun sosial medianya, lebih tepatnya akun Ask.fm nya. 199 Question. 1270 Likes. Cakka mengklik icon bergambar tanda tanya, lalu memilih pertanyaan-pertanyaan menarik untuk dijawab. Tipe cewek yang kamu suka gimana Kka? Baru saja Cakka akan menjawab pertanyaan itu tetapi kehadiran Shilla diambang pintu mengalihkannya dari layar ponselnya, dengan iseng Cakka memutar kamera ponselnya lalu mengambil foto Shilla yang sedang mematung dengan sengaja. Upload. dan berhasil. Foto itu adalah jawaban pertanyaan tadi. "Ngapain sih lo?" tanya Shilla sambil memandang Cakka heran. Cakka menggeleng kan kepalanya, dan menjawab, "nope," "Oke," "Oke," "Yaudah ayok." *** Suasana pantai tidak seramai yang keduanya bayangkan, mereka berjalan beriringan menyusuri pesisir pantai sambil bercengkrama ria. Angin sepoi-sepoi merayu rambut Shilla hingga membuatnya berkali-kali menyisirnya dengan jemarinya. "Anginya terlalu kuat ya?" tanya Cakka, Shilla menggeleng samar sebagai jawaban. "Besok-besok gue mau kembali lagi kesini," ucap Shilla membuka topik baru pembicaran mereka. "Bagus pantai nya?" "Iya, gue suka," "Emang bagus sih disini," Lalu hening, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. "Wanna take a selfie?" tanya Shilla setelah beberapa detik hening. "Actually, i don't like take a photo," "Why not?" Shilla tidak peduli jawaban Cakka, ia langsung saja mengeluarkan ponsel dari tas kecilnya dan berusaha mengambil gambar dirinya dan Cakka. "Viewnya bagus banget ini," ucapnya, dengan malas-malasan Cakka berdiri disamping gadis itu, tangannya merangkul bahu Shilla membuat keduanya terlihat sangat akrab di kamera. "Smile," ucap Shilla, lalu jepretan pertama berhasil didapatkan. "Eww, mata gue ngedip. Ulang... Ulang..." merasa ada yang janggal dengan hasil foto yang didapat Shilla pun kembali mendekatkan tubuhnya pada Cakka meminta take ulang. Cakka mendengus namun tidak menolak ajakan Shilla, kali ini ia sedikit membungkukkan tubuhnya agar terlihat sejajar dengan tubuh Shilla. "Satu... Dua... Tiga..." Saat Shilla selesai menghitung, Cakka memiringkan sedikit kepalanya hingga bibirnya menyentuh pipi kiri Shilla. Shilla kaget bukan main, namun foto itu berhasil dengan ia yang tersenyum sesaat sebelum bola matanya melebar. "Gila lo, main cium-cium seenak jidat," omel Shilla. Cakka melirik hasil foto yang sudah tersimpan digaleri dan menganggukkan kepalanya, "lumayan," ucapnya sama sekali tidak menanggapi omelan Shilla. "Lumayan, lumayan gigi lo. Pipi gue udah nggak perawan lagi nih!" "Bagus kok," "Bagus dari hongkong," Namun Cakka hanya terkekeh mendengar segala ucapan Shilla. Waktu berlalu begitu cepat, setelah permasalahan foto Cakka dan Shilla menghabiskan sisa waktu sebelum sunset dengan bermain air, hingga keduanya kelelahan barulah mereka duduk dipinggir pantai beralas pasir putih yang berkilau seperti kristal. Sebenarnya Shilla sudah merasa kedinginan namun rasanya tidak puas jika tidak melihat fenomana alam satu ini jika berkunjung ke Bali. "Dingin?" tanya Cakka, dia bertanya karena sejak tadi Shilla hanya menggosok-gosok tangannya seperti sedang kedinginan. "Hmm," dan deheman itu mengartikan jawaban 'ya'. Tangan Cakka merangkul tubuh Shilla agar dapat lebih dekat dengannya. Shilla tidak menolak karena memang sentuhan kulit Cakka dikulitnya mampu menghangatkan seluruh tubuhnya. Semenit, dua menit keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Shilla merasakan ada getaran aneh dalam tubuhnya, yang tidak dapat ia artikan. Seiring dengan tenggelamnya matahari, Shilla menoleh kearah Cakka, begitu pun dengan Cakka yang memandang Shilla dengan menunduk sedikit karena tubuh mereka yang tidak sejajar, entah keberanian dari mana atau siapa yang memulai tiba-tiba saja bibir keduanya sudah kehilangan jarak. Lalu Cakka yang lebih dulu memagut bibir Shilla lebih dalam. Entah apa yang berada dikepala cantiknya, bukannya menolak Shilla malah membalas ciuman Cakka, ia malah merangkul leher pemuda itu seolah mereka adalah pasangan yang sedang dimabuk cinta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD