(5) At The Ball

1339 Words
Lizzy menggedor pintu pondok pengobatan, yang juga merupakan tempat tinggal Rosea saat ini. Gaun indah itu tersampir rapi pada lengan Liz dibalik mantel. "Kau datang terlambat!" seru Rosea begitu dia membukakan pintu untuk Liz. "Maaf, ibuku mengerjakan pekerjaannya lebih lama untuk memastikan aku tidak pergi. Tapi untungnya badan ibuku sedang lelah," terang Liz. Lalu suaranya berubah panik begitu melihat Rosea sudah berada dalam balutan gaun merah muda peninggalan mendiang ibunya. Juga rambutnya yang hitam panjang digelung agak ke atas lalu diberi beberapa bunga mawar. “Oh, tidak! Aku benar-benar terlambat.” Tanpa banyak kata, Rosea langsung menggeret Liz masuk dan mendudukan gadis itu di tengah ruangan. Liz bergerak gelisah. "Diamlah, Liz, dan jangan banyak bergerak. Kau tahu rambutmu susah diatur?" omel Rosea. Jari-jarinya bergerak cekatan menjalin rambut cokelat bergelombang Liz menjadi sebuah gelungan di tengkuk. Setelah selesai dengan tatanan rambut, Rosea kemudian beralih pada wajah cantik Liz. Liz mencoba diam selama Rosea mendandaninya dengan riasan seadanya. Beberapa menit kemudian, Rosea menggumamkan kata selesai. Ia pun membantu Liz masuk dalam gaun biru milik Elizabeth. Rosea menuntun Liz yang sudah dalam balutan gaun indah itu menuju cermin. "Lihatlah dirimu, Liz. Kau cantik, sungguh," puji Rosea. Liz hanya melongo menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun biru ibunya sangat pas di tubuhnya, wajahnya terlihat segar dan lebih dewasa, juga rambut coklat sepinggangnya digulung ke atas dengan hiasan perak kecil peninggalan ibu Rosea. "Permisi!" seru seseorang dari luar bersamaan dengan ketukan di pintu. Suara ringkikan kuda juga terdengar. "Baik, kita tepat waktu. Mari Liz," ajak Rosea. "Mari kita selesaikan malam ini." ♚♚♚ Liz melangkahkan kakinya dengan anggun, mengikuti bangsawan-bangsawan yang berjalan di depannya. Rosea juga melakukan kegiatan yang sama. Mereka tidak ingin mempermalukan William yang baik, bukan? Lantai dansa dihias dengan mewah dan meriah. Meja-meja penuh makanan tersaji di beberapa sudut ruangan. Para bangsawan dan keluarga dari beberapa kerajaan tampak berbincang-bincang. Senyum mengembang di wajah Liz. Malam ini akan menjadi malam bersejarah bagi mereka. "Nona Roulate dan Nona Helen!" seru penjaga, memperkenalkan Liz dan Rosea. Kedua gadis itu menunduk memberi penghormatan pada keluarga kerajaan Alroy dan Neelendra yang ada di balkon lalu berjalan turun. Rosea dan Liz segera berbaur dengan undangan lainnya. "Apakah yang gagah di sana adalah Putra Mahkota Alex Neelendra?" tanya Rosea. Liz mengangguk. "Di sebelahnya adalah istrinya, Lily-Anne. Itu Raja Theodore Neelendra dan Ratu Erlena Neelendra. Oh, dan ada Ratu Rebecca Alroy, sahabat Ratu Erlena. Lalu di sana, putri itu," terang Liz bersemangat. "Putri yang memakai gaun biru langit itu?" tanya Rosea, mengikuti arah pandang Liz. "Ya. Dialah Putri Calissa yang akan bertunangan dengan Raja Edward. Rumornya, dia adalah putri paling cantik dan paling anggun di seluruh dataran Irish." Rosea mengangguk mengerti. "Bagaimana kau bisa mengenal mereka semua Liz? Buku profil bangsawan yang diberikan ibumu itu?" "Sangat bermanfaat, bukan? Aku menyukai buku itu. Dan ternyata memang bermanfaat di saat seperti ini," ucap Liz dengan bangga. "Sayang sekali, ibu memberikannya padaku agar aku tahu mana orang yang harus kuhindari." Terdengar denting suara gelas tanda meminta perhatian, sekaligus tanda mulainya acara pertunangan. Tradisi pertunangan di Irish adalah sebagai berikut: kedua calon mempelai berdansa untuk lagu pertama, di lagu kedua mereka berdansa dengan salah satu undangan, lalu acara persembahan di mana tiap kerajaan harus memberikan hadiah berupa pertunjukan, dan terakhir upacara pertunangan. Raja Edward mengulurkan tangannya ke arah calon tunangannya, Putri Calissa Neelendra, lalu membimbingnya ke lantai dansa. Para undangan memberi ruang untuk dansa pertama. Suara selo, biola, kecapi, serta alat musik lainnya berkumandang menyuarakan sebuah melodi yang indah, mengiringi dansa mereka berdua. Itu memang lagu yang khusus untuk dansa mempelai pada upacara pertunangan dan pernikahan raja atau pewaris tahta. Jika kita punya cinta Tak akan kubiarkan kau terlepas Jika kita adalah takdir Takkan kubiarkan kau menangis Kau hidupku, oh, cintaku Arungilah hidup bersamaku Hanya kita berdua Selamanya... Raja Edward dan Putri Calissa memberi hormat perpisahan, mencari pasangan yang lain untuk melanjutkan dansa kedua. Namun—gubrak! Putri Calissa terjatuh tak sadarkan diri, untung saja kepalanya ditahan oleh Raja Edward sehingga tak membentur lantai. "Cepat buka pintu!" perintah Raja Edward, yang langsung membopong Calissa, pada salah satu penjaga. William dan seluruh keluarga Neelendra segera mengikuti Edward keluar ruang pesta. Ibu Ratu Rebecca langsung menguasai keadaan. "Para hadirin, mohon lanjutkan pestanya. Putri Calissa hanya kelelahan. Dia butuh istirahat sebentar dan akan kembali bergabung bersama kita sebentar lagi." Pesta berlangsung lagi, tetapi beberapa bangsawan wanita sibuk berkasak-kusuk tentang penyebab pingsannya putri cantik itu. "Menurut rumor, Putri Calissa terkena kutukan dari mendiang kakaknya, Putri Calista," ucap wanita bangsawan berbaju ungu, dari Kerajaan Porfirio. "Betul," timpal wanita bergaun merah, salah satu bangsawan Alroy. "Bahkan, katanya, alasan kutukan itu adalah karena mendiang Putri Calista tidak ingin Raja Edward menikah dengan adiknya." Gadis bermahkota bergaun kuning, sepertinya seorang putri dari Conway, juga menambahkan, "Sayang betul nasib Putri Calissa. Dibenci oleh kakaknya sendiri." Liz tidak percaya sama sekali dengan percakapan wanita-wanita kelas atas itu. Tapi dia juga sama-sama penasarannya. Dengan diam, Liz meninggalkan Rosea di lantai dansa lalu berjalan menuju ruangan Calissa dibawa. Pintu ruangan itu sedikit terbuka. Terlihat banyak kesibukan di dalam sana. Sedangkan keluarga kerajaan menanti dengan khawatir. Sebuah tepukan terasa di pundak Liz, "Siapa Anda? Dan ada urusan apa di sini?!" Liz terkejut dan berbalik. Dirinya tertangkap oleh Perdana Menteri Hugo. "Maaf tuan. Saya sedang dalam perjalanan menuju ke aula, permisi." Liz berusaha bersikap sesantai mungkin. Dia takut dituduh yang bukan-bukan. Namun sayangnya ketakutan Liz terjadi. Hugo langsung bertanya pada Liz, "Kau sedang memata-matai raja?" "Tidak!" jawab Liz cepat. "Bukan maksud saya memata-matai. Saya hanya—" "Ada ribut-ribut apa ini?" Pintu terbuka lebar dan Raja Neelendra itu sudah berdiri di ambang pintu. Hugo mencekal tangan Liz hingga dirinya tak bisa bergerak, "Maafkan saya, Yang Mulia. Dia mencoba memata-matai Anda." "Tidak, Yang Mulia. Saya hanya—" "Liz?" panggil Will dari dalam ruangan. "Kau mengenalnya Will?" tanya Theodore. Untungnya Will mengangguk. "Dia adalah seorang tabib yang beberapa hari yang lalu merawat saya." Liz bernapas lega. Ya, dia lega karena Will mau mengaku mengenal dirinya. Cekalan Hugo langsung lepas, namun pria itu tetap waspada. Seorang pria yang sudah berumur, tabib istana Alroy, mendekati Liz. "Jadi Anda juga seorang tabib, Nona?" Liz mengangguk takut-takut. "Memangnya kenapa Dimongs?" tanya Ratu Erlena penasaran. Dimongs tersenyum. "Ah, Yang Mulia. Sebelumnya saya mohon ampun. Harus saya akui, walaupun saya sangat ingin membantu tuan putri, namun usia saya menjadi penghalang. Jika diperkenankan, mohon jadikan nona ini sebagai rekan saya." "Kenapa Anda begitu percaya padanya?" tanya Ibu Ratu Rebecca Alroy. Dimongs tersenyum lagi. "Di Genesis, tabib adalah pekerjaan yang mulia. Butuh keberanian untuk menjalankan tugas ini. Jadi, hanya orang yang berhati mulialah yang mampu mengakui bahwa dirinya adalah seorang tabib." Hugo membantah. "Tapi di mana Anda dapat menjamin dia tidak akan mencelakai tuan putri?" "Aku yang akan menjaminnya. Aku mengenal gadis ini," bela Will. Raja Theodore mengangguk menyetujui. Liz langsung bekerja diarahkan oleh Dimongs. Tiba-tiba Liz teringat oleh ajaran ibunya. "Tuan," panggil Liz. "Ibu saya pernah mengajarkan bila ekstrak daun ini digoyangkan di bawah hidung, maka bisa membangunkan orang yang tak sadarkan diri." Dimongs mengangguk. "Ya, aku juga pernah mendengarnya. Kukira itu hanya mitos. Tapi mari kita coba. Sudah kusiapkan ramuan obatnya. Yang Mulia tidak pernah pingsan sebelumnya jadi aku tak yakin harus berbuat apa. Mungkin beliau kelelahan." Segera mereka berdua bekerja. Setelah beberapa menit Liz mencoba menyadarkan Calissa, gadis itu akhirnya sadar dan segera diberi ramuan. "Calissa! Syukurlah!" seru Erlena bahagia. Liz tersenyum. Dia juga bahagia melihat Calissa sudah sadar. Sebentar lagi Calissa bisa kembali ke pesta. "Sebaiknya saya kembali. Teman saya pasti sudah menunggu," pamit Liz pada Dimongs. Gadis itu terlalu sungkan untuk berpamitan dengan keluarga kerajaan Neelendra, yang terlihat sangat bahagia. Liz menyelinap keluar, berjalan melalui koridor kembali menuju lantai dansa di aula. "Tunggu!" panggil sebuah suara yang membuat Liz berbalik. Raja Edward berlari kecil menuju Liz. "Aku hanya ingin berterima kasih atas kebaikanmu menyelamatkan Calissa." "Tidak perlu berterima kasih, Yang Mulia. Itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai rakyat Anda, dan Putri Calissa adalah calon ratu kerajaan ini. Lagipula, saya hanya membantu Tuan Dimongs. " "Tidak, tidak. Kau juga ikut menyelamatkannya. Bolehkah aku tahu namamu?" tanya Edward. Liz tersenyum. "Apa itu berpengaruh bagi Anda, Yang Mulia? Saya hanya rakyat biasa. Nama saya tidak akan berguna bagi kerajaan ini. Saya permisi, Yang Mulia." Liz berbalik, tetapi tangannya ditahan oleh Edward. "Hentikan omong kosongmu, namamu sangat penting bagiku. Sekarang beritahu aku namamu." Edward menatap Liz tepat di matanya. "Saya Lizzy Roulate, Yang Mulia. Sekarang saya mohon permisi, teman saya sudah menunggu," jawab Liz, berusaha menutupi kegugupannya. Liz berjalan cepat meninggalkan Edward yang tersenyum tanpa sadar memandang punggung milik gadis bergaun biru itu yang makin menjauh. "Lizzy Roulate,” bisik Edward pada dirinya sendiri dan dalam keadaan bingung. Bingung mengapa ia begitu ngotot ingin mengetahui nama gadis tabib itu, dan bingung mengapa dia tersenyum sendiri saat sudah mengetahui namanya. “Rou-late, sepertinya aku pernah mendengar nama itu, tapi di mana?” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD