Mobil ambulance itu memasuki kawasan elite di wilayah Hannam-dong, Seoul. Mobil ambulance tersebut menyusuri jalan yang kanan-kirinya berjejer rapi rumah-rumah mewah. Entah itu milik artis terkenal maupun para pengusaha kaya. Ambulance tersebut berhenti di depan sebuah rumah yang tidak terlalu besar namun juga mewah.
Dae Wook dan Areum keluar dari ambulance yang membawa mereka pulang. Setelah mereka turun, ambulance tersebut lansung meninggalkan mereka berdua. Areum memandang heran ke arah ambulance tersebut.
“Kita belum berterimakasih.” Kata Areum
Dae Wook menoleh ke arah Areum, ia mengusap kepala Areum pelan dan tersenyum kepada adiknya itu.
“Tidak apa. Mungkin mereka terburu-buru untuk kembali ke rumah sakit.” Balas Dae Wook.
“Ayo masuk.” Ajak Dae Wook.
Dae Wook membawa Areum memasuki halaman rumah tersebut. Rumah itu memiliki 2 lantai, terlihat sederhana namun juga besar. Halaman depan rumah tersebut tidak terlalu luas namun cukup asri untuk di lihat. Areum dan Dae Wook berjalan menuju pintu rumah tersebut, setelah menekan bell yang ada di samping pintu, sang ibu membukakan pintu untuk mereka.
“Kalian sudah datang.” Kata ibunya
“Iya,” jawab Dae Wook
Ibunya itu tersenyum ke arah mereka berdua. Dia memeluk Areum sebagai tanda bahwa ia menyambut putrinya itu. Areum membalas pelukan ibunya itu kaku. Mereka memasuki rumah tersebut, Areum melihat-lihat sekitarnya. Rumahnya memiliki gaya modern yang sangat bagus. Walaupun terdapat kesan mewah di dalamnya, tetapi entah mengapa terlihat sangat pas. Tak berlebihan dan juga tak terlalu membosankan untuk dilihat dan dinikmati.
Areum dan Ibunya duduk di ruang keluarga di rumah itu. Areum duduk di salah satu sofa disana. Ia tetap melakukan kegiatan yang ia lakukan sedari ia memasuki rumah ini. Memindai setiap ruangan dengan penglihatannya. Foto-foto keluarga ini juga tak luput dari pandangannya.
“Areum-ah” panggil ibunya
Kegiatannya itu terhenti saat ia di panggil oleh ibunya. Ia menoleh ke arah ibunya yang duduk di sebelahnya. Kakaknya Dae Wook entah sudah berada dimana. Saat ia memasuki rumah ini, ia sudah di tinggal oleh kakaknya itu bersama ibunya.
“Iya.” Jawab Areum
“Kamarmu ada di lantai 2. Pintu berwarna biru langit. Di samping kamarmu adalah kamar kakakmu. Kau naiklah keatas dan lihatlah kamarmu. Eomma akan menyiapkan sarapan untuk kalian berdua.” Kata ibunya.
“hmm” respon Areum sembari mengangguk.
Areum bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah tangga yang tak jauh di depannya. Ia menaiki tangga tersebut dan melihat foto-foto yang terpajang di sepanjang dinding di sebelah kanannya. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Setidaknya itu yang tampak dalam foto-foto itu.
Ia sudah berada di lantai 2 rumah itu. Areum lansung menemukan pintu kamarnya yang berada di sebelah kirinya. Areum mendekat ke arah pintu itu dan membukanya. Hal pertama yang ia lihat adalah sebuah kamar seorang perempuan yang dipenuhi dengan warna biru. Ia bisa menebak bahwa Areum adalah penyuka warna biru. Lihat saja dari barang-barang miliknya, semuanya berwarna biru. Entah itu biru langit, biru terang ataupun biru gelap. Semua varian warna biru terpampang di hadapannya. Untung saja bukan warna kuning. Tak bisa ia bayangkan bagaimana sakit matanya saat mendapati hal itu.
Kamar itu memiliki balkon yang luas dan kamar mandi. Saat ia sibuk dengan melihat-lihat kamarnya, Areum dikejutkan oleh suara seorang perempuan yang tiba-tiba terdengar di pendengarannya.
“Areum sangat menyukai warna biru.”
Areum tiba-tiba berbalik dan menemukan arwah perempuan itu di belakangnya yang tengah duduk di pinggir Kasur miliknya.
“Bisakah kau tidak mengagetkanku? Untung saja aku tidak memiliki riwayat penyakit jantung.” Gerutu Areum.
Arwah itu menatap bingung ke arah Areum.
“Areum memang tidak memiliki riwayat penyakit jantung.” Kata arwah tersebut.
Areum mendecih pelan. Ia menarik kursi yang berada di dekat meja belajarnya dan duduk di sana.
“Bukan Areum yang ku maksud. Tapi aku sendiri, Adelia.” Kata Areum
“Ah.. begitu.”
Areum menyandarkan punggungnya, ia melipat tangannya dan menatap arwah perempuan itu tajam.
“Sekarang, katakan padaku apa yang kau ketahui mengenai kejadian kemarin.” Kata Areum.
“Bagaimana aku menjelaskannya… yang aku tahu, kau bunuh diri 2 hari yang lalu di ruang ke-“ belum selesai arwah perempuan itu menjelaskan, Areum memotong penjelasan arwah tersebut.
“Tunggu-tunggu, bunuh diri? Aku?” Tanya Areum
Arwah tersebut menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan, “Lebih tepatnya, kau gantung diri.” Lanjut arwah itu.
“GANTUNG DIRI?!!” teriak Areum terkejut.
Braakk!!!
Pintu kamarnya terbuka dengan keras hingga membuatnya terkejut dan tak sengaja terjungkal dari duduknya. Kakaknya memasuki kamar Areum dengan raut wajah khawatir dan lansung saja meraih kedua pundak adiknya.
“Kau baik-baik saja? Ada apa? Kau terluka? Menagapa kau berteriak?” Tanya Dae Wook beruntun.
“A-a… aku … aku hanya… ekhem bantu aku berdiri dulu, oppa.” Kata Areum
Dae Wook membantu adiknya berdiri dan mendudukkannya di pinggir Kasur. Areum menetralkan degup jantungnya karena terkejut dan juga… karena penampilan kakaknya itu.
Dae Wook jongkok di depan Areum dan menanyakan keadaan adiknya sekali lagi.
“Kau baik-baik saja, kan?” Tanya Dae Wook.
“Aku sangat baik-baik saja.” Jawab Areum
“Lalu mengapa kau berteriak? Oppa sampai terkejut mendengarnya.”
“Ahahahaha itu, aku hanya terkejut. Tadi ada kucing liar yang lompat ke arah balkon.” Kata Areum.
Dae Wook melihat ke arah belakang Areum. Ia melihat pintu balkon kamar adiknya terbuka.
“Baiklah kalau begitu. Jangan lupa menutup pintu balkonmu. Kucing liar memang banyak di lingkungan sini.” Kata Dae Wook
“Iya..” jawab Areum
Dae Wook menatap bingung adiknya yang sedari tadi menghindari dirinya. Sejak ia menanyakan keadaan adiknya itu, Areum menolehkan kepalanya kesamping menghindari dirinya.
“Ada apa? Kenapa kau menghindariku?” Tanya Dae Wook
“Ah itu… aku sedang menjaga mataku.” Kata Areum
“Kenapa dengan matamu? Lihatlah kemari, biar Oppa periksa.”
“Tidak perlu, oppa. Lebih baik, oppa kembali ke kamar Oppa dan segeralah berpakaian.” Kata Areum
“Uh?” Dae Wook melihat dirinya sendiri dan baru menyadari bahwa ia masih menggunakan bathdrobe nya tanpa menggantinya terlebih dulu. Ia tersenyum jahil ke arah adiknya itu.
“Jika Oppa hendak menjahiliku maka lupakan itu, sebelum ke lempar kau dengan vas bunga kecil ini.” Kata Areum.
Raut jahil nya itu seketika berubah kesal setelah mendapati Areum mengetahui niatnya itu.
“Siapa juga yang mau menjahilimu.” Kata Dae Wook.
Dae Wook bangkit dari jongkoknya dan keluar dari kamar adiknya itu. Areum melihat kepergian kakaknya dan lansung saja ia menutup intu kamarnya, tak lupa ia juga mengunci pintu kamarnya itu. ia tak ingin kejadian yang barusan terulang kembali. Sangat tidak baik sekali untuk kesehatan jantungnya.
Areum kembali duduk di kursinya dan berhadapan dengan arwah perempuan itu.
“Kita lanjutkan pembicaraan kita. kau bilang bahwa aku mati gantung diri? Kurasa ada kesalahan disini. Aku itu mati karena tertabrak mobil saat sedang menyelamatkan kucing. Bukan karena gantung diri.” Kata Areum membenarkan.
Arwah perempuan itu memandang Areum bingung. Ia memiringkan kepalanya ke kanan tanda bahwa ia kebingungan.
“Tidak. Kau mati gantung diri.” Kata arwah perempuan itu.
“Aku mati tertabrak mobil.” Sanggah Areum.
“Kau gantung diri! Aku sendiri yang melihatnya, kau jelas-jelas mati gantung diri di kelas!” arwah perempuan itu mulai kesal dengan Areum yang selalu mengatakan kalau ia mati tertabrak mobil.
“Ya tuhan!! aku itu mati karena tertabrak mobil bukan gantung diri!. Meskipun aku selalu stress dengan tugas akhir ku tapi aku masih memiliki akal untuk tak melakukan hal itu!!” Areum lama-lama menjadi kesal dengan arwah di depannya ini. Sudah ia katakan kalau ia mati tertabrak masih saja mengatakan bahwa ia mati karena gantung diri. Dirinya tak sebodoh itu untuk mengakhiri hidup.
“Kau itu mati gantung diri Lee Areum!! Meskipun aku sudah menjadi arwah, mataku ini masih berfungsi sebagaimana mestinya!!”
Baiklah tunggu sebentar, sepertinya ada sedikit kesalahpahaman disini. Areum menetralkan dirinya, ia mencerna kembali perkataan arwah perempuan itu. sepertinya dirinya itu telah salah mengira apa yang dikatakan arwah di hadapannya ini.
“Kurasa aku salah mengira, yang kau bcarakan ini Lee Areum?” Tanya Areum
Arwah itu mendelik sebal ke arah Areum. Memangnya siapa lagi ia bicarakan sejak awal. Siapa juga yang menyuruhnya untuk menceritakan kejadian yang ia ketahui. Kalau saja wujudnya masih seorang manusia, pasti ia sudah memukul kepala Areum sejak tadi.
“Kau pikir siapa lagi yang kumaksud!!” baiklah, dia benar-benar kesal sekarang.
“ Ah… begitu, ku kira kau sedang membicarakan ku hehe” Areum tersenyum kikuk.
“Begini saja, kau panggil aku dengan nama asliku saja. Panggil aku Adelia. Dan kau…”
“Ryujin.”
Areum mengangguk menanggapi Ryujin, “ Baiklah Ryu, mulai saat ini Areum yang ada di hadapanmu ini bukan lagi Areum temanmu, melainkan Adelia. Ya meskipun aku menempati tubuh Areum, tetapi kuharap kau menganggapku sebagai Adelia, bukan Areum.” Kata Areum
Ryujin menghela nafas, ia melembutkan tatapannya kepada Areum. Ia memandang Areum yang dihadapannya, atau ia harus memanggilnya sebagai Adelia sekarang. Ia tau, Areum di hadapannya ini bukan lagi Areum yang ia kenal. Meskipun raganya adalah Areum, tetapi jiwa itu bukan Areum, melainkan Adelia.
“Baiklah Adelia, aku akan menganggapmu sebagai Adelia. Bukan lagi Areum”
Senyum mengembang di bibir Areum, setidaknya ada seseorang ehmm bukan orang juga sih, ah yang penting dirinya masih dianggap sebagai Adelia bukan Areum.
“Kalau begitu, lanjutkan ceritamu mengenai Areum.”
Belum sempat Ryujin membuka mulutnya untuk melanjutkan ceitanya, suara ibunya yang terdengar di depan pintu kamarnya menyuruhnya untuk keluar karena sarapan telah siap.
“Areum-ah, sarapannya telah siap. Turunlah segera, eomma dan oppamu akan menunggu di meja makan.” Kata ibunya
Areum menoleh ke arah pintu kamarnya, ia menatap Ryujin sekali lagi dan menghela nafas pasrah.
“Baik Eomma” jawab Areum
“Kau tunggulah disini, aku sarapan terlebih dahulu. Kita lanjutkan lagi setelah aku selesai sarapan.” Areum bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Ryujin.
Ryujin melihat ke arah Areum lama, lalu ia mengendikkah bahunya acuh. Ia memilih untuk merebahkan dirinya di Kasur Areum dan menatap langit-langit kamar yang penuh dengan stiker-stiker planet dan bintang. Seketika bayangan masa lalu terputar di ingatannya.
***
Areum menuruni tangga menuju lantai satu, ia berbelok kearah kanannya, melewati ruang santai dan berjalan ke arah dapur yang menjadi satu dengan meja makan. Disana, sudah ada ibu dan kakaknya yang menunggu dirinya untuk sarapan bersama.
Areum mengambil tempat di sebalah kiri ibunya dan berhadapan lansung dengan kakaknya. Ia melihat makanan yang tersaji di depannya. Sungguh sangat berbeda dengan sarapan di Indonesia. Disini, semua lauk di sajikan satu-satu dan setiap orang memiliki lauk yang sama. Mungkin, jika ia menyajikan makanan seperti ini semasa dirinya masih menjadi Adelia, Sarah teman kosnya pasti sudah menceramahi dirinya karena menggunakan piring yang banyak untuk masing-masing dari mereka.
‘Kebodohan macam apa lagi ini!!! Kau hanya mengotori piring-piring bersih hanya untuk sajian makanan sederhana. Memangnya kau mau mencuci piring kotor sebanyak ini?!’
Ia sangat yakin sekali temannya itu akan mengomel seperti itu. untung saja sekarang ini teman kos nya itu tidak ada disini. Tidak mungkin juga sih Sarah disini. Kan dia tidak tahu bahwa Adelia ada di tubuh Areum.
“Areum-ah, apa kau tidak suka dengan masakannya? Eomma bisa memasak makanan lain untukmu.” Kata ibunya
Areum tersadar dari pikirannya, ia menoleh ke ibunya dan mendapati gurat sedih yang tak terlalu kentara tetapi dapat Areum lihat.
“Tidak Eomma, aku suka. Hanya saja aku mencoba mengingat-ngingat memori ku tadi.” Jawab Areum
Ibunya tersenyum hangat dan menepuk pelah lengan Areum. “Tak perlu dipaksa. Sekarang makanlah.”
Areum membalas senyum ibunya dan hendak memulai sarapannya. Sesaat ia baru tersadar. Ia tidak pernah makan menggunakan sumpit. Dan sekarang ia harus makan nasi menggunakan sumpit. Bagaimana cara menggunakannya?
Dengan ragu-ragu Areum mengambil sumpitnya dan menggunakannya. Kaku memang, tetapi masih bisa ia atasi. Areum menikmati sarapannya dengan pelan. Ia sesekali melirik kakak dan ibunya yang sarapan bersamanya. Tidak ada pembicaraan, mungkin saja mereka berdua terbiasa untuk tidak berbicara saat makan. Kurasa dirinya harus membiasakan diri mulai saat ini.
“Ada yang ingin kau katakan, Areum?” atau tidak?
Yaah sepertinya Areum tidak perlu memikirkan kebiasaan mereka, toh mereka berdua tidak ada bedanya dengan Areum.
“Aah, aku hanya ingin meminta sesuatu. Apa boleh?” Tanya Areum
“Apa yang kau inginkan?” Tanya ibunya
“Aku ingin merombak ulang kamarku. Kurasa warna biru yang mencolok di kamarku membuatku sedikit tak nyaman. Apa boleh?”
Dae Wook dan ibunya menghentikan kegiatan makan mereka. Keduanya memandang Areum heran. Sedangkan yang ditatap hanya menatap bingung kedua orang tersebut.
“Ada apa? Apakah ada yang salah?” Tanya Areum
“Kau yakin dengan permintaanmu?” Tanya Dae Wook memastikan benar-benar keinginan adiknya itu. Jelas saja dia dan ibunya heran, secara Areum sangat menyukai warna biru. Bisa dibilang Areum adalah maniak warna biru. Bahkan pernah sekali dirinya membelikan sebuah boneka berwarna pink dan menaruhnya di Kasur Areum, tak lama setelahnya boneka itu sudah berada di halaman belakang rumah mereka tergelatak begitu saja. Ketika ditanya mengapa boneka pemberiannya berada disana, Areum dengan santainya menjawab bahwa boneka itu ia buang dari balkon kamarnya karena warnanya yang merusak pandangan matanya. Maka sejak saat itu, dirinya selalu memberikan hadiah apapun itu bentuknya yang berkaitan warna biru.
“Memangnya kenapa? Aku hanya merasa bahwa kamarku terlalu ramai dengan pernak-pernik warna biru.” Ungkap Areum
“Kau itu sangat menyukai warna biru. Apapun itu yang berkaitan warna biru kau pasti akan menyukainya. Dulu saja Oppa membelikanmu boneka beruang pink, tapi kau malah membuangnya ke halaman belakang rumah. Maka dari itu, Oppa tidak pernah memberimu sesuatu yang tak berwarna biru.” Jelas Dae Wook
“Maafkan aku”
“Kenapa kau meminta maaf?”
“Karena telah membuang boneka pemberian Oppa. Seharusnya aku tidak seperti itu.”
Dae Wook tersenyum melihat Areum. Dulu dirinya memang kesal dengan tindakan Areum yang seolah-olah tak menghargai pemberiannya. Tetapi, jujur saja ia tak pernah benar-benar kesal kepada adiknya itu. meskipun dulu dirinya dan sang adik hampir tak pernah meluangkan waktu bersama, tetapi ia masih bersyukur bahwa adiknya sekarang kembali lagi padanya.
“Tak perlu minta maaf, itu sudah dulu sekali dan Oppa sudah melupakannya. Jadi, kau ingin merenovasi kamarmu kan. Kalau begitu Oppa akan memanggil design interior untuk merombak kamarmu.” Kata Dae Wook
“Terimakasih Oppa” kata Areum dengan senyum yang merekah indah.
Wanita yang bersatus ibu dari kedua orang itu menatap haru ke arah dua anaknya. Ia bahagia keluarganya bisa berkumpul bersama kembali. Tak bisa ia hitung seberapa besarnya ia bersyukur karena telah membuat mereka berkumpul bersama kembali. Dalam hatinya, ia berharap pemandangan ini akan terus berlansung untuk waktu yang cukup lama. Meskipun secercah ketakutan itu hadir di lubuk hatinya, namun ia tak menghiraukan ketakukan dari pikiran yang terlintas di benaknya. Ia percaya, kali ini ia bisa mempertahankan keluarganya kembali.
“Sudah berbincangnya, lanjutkan sarapan kalian. Dae Wook-ah bukankah kau sebentar lagi harus pergi bersama managermu? Cepat selesaikan sarapannya.” Kata sang ibu
“Baik Eomma.”
Mereka melanjutkan kembali sarapan mereka sampai tandas. Areum membantu ibunya mencuci piring-piring kotor di dapur, sedangkan Dae Wook, ia tengah menunggu managernya menjemput dirinya.
Tin tin
Suara klakson mobil terdengar dari luar rumah mereka. Dae Wook yang tengah duduk di ruang keluarga bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah jendela. Ia menyibak gorden dan melihat mobil managernya yang sudah terparkir di depan rumahnya. Dae Wook berbalik berjalan menghampiri adik dan ibunya yang berada di dapur.
Dae Wook bertemu dengan adiknya yang tengah menuangkan jus jeruk ke gelas di tangannya.
“Oh Oppa! Kau sudah mau berangkat?” Tanya Areum yang menyadi kehadiran kakaknya.
“Iya, manager Oppa sudah menunggu di depan. Eomma kemana?” Tanya Dae Wook
“Eomma berada di taman belakang. Oppa pergi saja, biar aku yang menyampaikan pada Eomma kalau Oppa sudah pergi. Lagipula manager Oppa sudah menungu bukan?”
“Baiklah kalau begitu. Oppa berangkat dulu, jangan lupa katakana pada Eomma kalau aku sudah pergi. Jaga rumah dan jaga Eomma. Jangan pergi kemana-mana, kau masih tidak ingat jalanan komplek sini. Jika ingin keluar, mintalah Eomma untuk menemanimu. Mengerti?”
“Aku mengerti. Hati-hati di jalan Oppa.”
Dae Wook memeluk Areum sebentar dan mencium kening adiknya itu. setelahnya Dae Wook pergi meinggalkan adiknya itu. Areum yang melihat kakaknya sudah pergi dengan sigap membawa segelas jus jeruk itu ke taman belakang. Ia menghampiri ibunya yang sedang memotong tanaman liar yang ada di sekitan taman bunga milik mereka.
“Eomma” panggil Areum
Sang ibu yang sibuk dengan pekerjaannya menoleh kebelakang dan menemukan Areum tengah berdiri dangan segelas jus jeruk di tangannya. Sang ibu bangkit dari jongkoknya, ia melepas sarung tangan yang dipakai dan menghampiri anak perempuannya itu. ia menerima jus jerus yang diberikan Areum dan meminum setengahnya.
“Oppa baru saja pergi. Karena terburu-buru Oppa tidak bisa berpamitan kepada Eomma.” Kata Areum
“Begitu. Ah iya, apa Areum ingin jalan-jalan? Atau ingin pergi keluar? Kalau mau biar Eomma temani.”
“Kurasa tidak. Aku akan membersihkan kamarku dulu Eomma, biar nanti saat direnovasi tidak bekerja dua kali.”
“Baiklah kalau begitu, Eomma lanjutkan pekerjaan eomma dulu. Kau kembalilah ke kamarmu.”
Areum hanya mengangguk menanggapi ibunya. Ia mengambil kembali gelas yang di pegan ibunya dan menaruhnya di meja yang tak jauh darir ibunya itu. ia memasuki rumah dan berjalan menuju kamarnya. Ada urusan yang belum ia selesaikan dengan Ryujin- Arwah perempuan yang mengaku sebagai teman Areum- terkait dirinya.
Saat ia membuka pintu kamarnya, ia tak menemukan Ryujin dimanapun. Kemana perginya arwah itu. karena tak mau ambil pusing, dirinya memilih untuk merapikan kamarnya dan berbenah. Mungkin saja Ryujin merasa bosan menunggu dirinya, jadinya arwah itu pergi keluar untuk jalan-jalan. Areum mengendikkan bahunya tak peduli dan melanjutkan pekerjaannya.
“Mungkin nanti malam ia akan kembali.”