Part 38 Perasaan Rindu

1101 Words
Empat bulan kemudian Semenjak kepergian Davon, Kiandra merasa ada sesuatu yang hilang pada dirinya. Dia baru menyadari, ternyata, begitu penting arti Davon dalam hidupnya. Terlebih lagi saat berada di dalam kelas, dia menoleh dibangku Davon. Bangku itu telah kosong. Sang pemilik bangku sudah tidak ada lagi di sekolah ini. Canda tawa bersama Davon, tidak akan pernah terlupakan oleh Kiandra. “Kenapa ngelamun, Ki?” tanya Aurel tiba-tiba. Kiandra menoleh ke arah Aurel. “Enggak, Rel. Aku hanya teringat sama Davon. Apa alasan dia sebenarnya pergi dari Indonesia. Apa dia sedang sakit?” ucap Kiandra. Aurel yang mendengar perkataan Kiandra, dia tidak bisa menahan tawanya. Karena saat ini sahabatnya terlihat sangat menggemaskan. “Ternyata ada yang sedang dengan pujaan hati,” goda Aurel pada Kiandra. Kiandra yang mendengarnya tiba-tiba pipinya bersemu merah karena malu. Aurel semakin senang menggoda Kiandra. “Gak terasa dia sudah pergi selama 4 bulan. Entah bagaimana kabarnya saat ini. Dia benar-benar sangat jahat tidak menghubungiku sama sekali. Sepertinya, memang aku tidak penting di mata dia. Padahal aku sangat merindukannya. Rindu dia saat membuatku kesal. Perhatian-perhatian kecilnya yang selalu menyentuh hatiku. Meskipun aku sendiri tidak pernah memperlihatkan kalau aku suka pada dia juga. Mungkin aku yang salah. Saat dia pernah menyatakan cinta kepadaku aku menolaknya,” ucap Kiandra pada Aurel. Aurel yang mendengar perkataan Kiandra, dia jadi serba salah. Karena sejujurnya, Davon sering menghubunginya. Menanyakan kabar bagaimana Kiandra. Namun, dia sudah terikat janji dengan Davon. Untuk tidak memberitahu kepada Kiandra. “Maafin aku, Kian. Bukannya aku tidak ingin memberitahu kamu bagaimana kabar Davon. Karena aku sudah berjanji kepada dia. Kalau aku akan menjagamu. Sampai suatu saat Tuhan akan mempertemukan kalian berdua lagi. Dengan ikatan yang sebenarnya. Davon ingin melihatmu sukses menggapai cita-citamu sebagai seorang desainer. Dan dia akan berusaha menjadi pria yang layak bersanding denganmu. Maafkan aku, Kian,” ucap Aurel dalam hati. “Oh, iya, Rel. Baju wisuda nanti, apa kamu sudah dapat yang cocok?” tanya Kiandra. “Sudah! Mamaku sudah memesan kepada mamamu. Dan rencananya nanti setelah pulang sekolah, aku akan kesana melihat bajunya. Sudah selesai apa belum. Karena wisuda kita kurang 3 hari lagi. Jadi aku benar-benar ingin mempersiapkannya secara detail,” ucap Aurel. Berbeda dengan Aurel. Kiandra seperti tidak ada semangat untuk mempersiapkan baju kebaya yang akan dipakai saat wisuda. Dirinya benar-benar merasa hampa dan tidak bersemangat sama sekali. “Kamu sendiri bagaimana, Kian? Apa sudah selesai dibuatkan mamamu baju kebaya yang akan kamu gunakan buat wisuda nanti? Pasti baju kebaya mu lebih cantik daripada milikku,” ucap Aurel. “Tidak mungkin. Aku saja masih belum bilang sama mama tentang wisuda. Bagaimana sudah dibikinin,” ucap Kiandra dengan santai. Aurel yang mendengarnya, tidak bisa menahan keterkejutannya. Karena bagaimana mungkin sahabatnya itu tidak bilang kepada mamanya, kalau dia mau wisuda. “Kamu serius, Kian? Terus bagaimana kamu nanti saat wisuda masih belum mendapatkan gaun.” Aurel menepuk dahinya karena tidak percaya dengan perkataan sahabatnya. Kiandra yang melihatnya tidak bisa menahan tawanya. Dia sangat suka kalau melihat Aurel panik karena dirinya. “Ngapain juga aku bohong. Gak ada untungnya juga buatku. Nantilah biar aku pikirkan saat di rumah. Baju apa yang akan aku pakai saat wisuda nanti,” ucap Kiandra. Aurel yang mendengarnya geleng-geleng kepala. Sifat masa bodo sahabatnya itu yang seringkali membuat dia mau tidak mau terserer akan masalah yang dibuat oleh Kiandra. ☃️☃️☃️ Davon Aditiya, New York “Tuan muda, rapat pemegang saham perusahaan akan segera dimulai,” ucap orang kepercayaan papa Davon. “Baik, kita kesana sekarang. Aku ingin tahu reaksi para pemegang saham saat bertemu denganku. Jangan mentang-mentang papaku sudah meninggal, mereka bisa seenaknya sendiri,” ucap Davon dengan tegas. Meskipun umur Davon baru menginjak 18 tahun, Davon mewarisi ketegasan dari diri papanya. Kecerdasan yang dimiliki Davon, membuat dia dengan mudah memahami seluk-beluk perusahaannya. Waktu 4 bulan cukup untuk Davon mengetahui masalah yang terjadi dalam perusahaan papanya saat ini. Dia berjanji pada dirinya dan almarhum papanya, kalau dia akan membuat perusahaannya bangkit kembali dan berjaya. Jeri payah papanya selama ini, tidak akan pernah dia sia-siakan. Dia akan berusaha untuk mengembalikan apa yang pernah dimiliki papanya. Semua karyawan yang bekerja di perusahaannya, untuk saat ini bergantung seluruhnya kepada Davon. Karena mereka tidak ingin sampai hak milik perusahaan diakui oleh orang lain. Karena mereka tahu bagaimana papa Davon mulai merintis perusahaan. Dan akhirnya sampai sesukses saat ini. Davon berjalan dengan tatapan dingin. Dengan langkah lebar menuju ke ruang meeting para petinggi perusahaan. Saat Davon masuk ke ruang meeting, banyak tatapan mata yang memandang rendah diri. Davon yang melihat tatapan mata itu, dia hanya tersenyum miring. Karena buat Davon, tatapan mata mereka sama seperti cambuk untuk Davon. Cambuk untuk dia harus sukses dan bisa membanggakan almarhum papanya dan mamanya saat ini. Davon duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya. Setelah dia duduk, dia mempersilahkan moderator untuk memulai meetingnya. “Apa sudah bisa dimulai meeting pada pagi hari ini, Tuan muda?” ucap Frans. Sekretaris Davon. Davon menganggukkan kepalanya. Dan meeting pun langsung dimulai. Semua mata menatap saat waktunya Davon berbicara. Dengan nada lugas dan tegas, semua orang menatap takjub akan potensi yang dimiliki oleh Davon. “Terima kasih untuk semua pemegang saham sudah mau menghadiri rapat perusahaan pada pagi hari ini. Perkenalkan nama saya Davon Aditya. Putra tunggal dari mendiang Aditya Wijaya. Owner dari Aditya Wijaya group. Saya harap kerjasamanya untuk kedepannya. Supaya perusahaan kita, tetap bisa mempertahankan eksistensinya dalam taraf internasional. Saya menyadari kalau saya masih terlalu muda untuk memimpin perusahaan mendiang papa saya. Tapi saya berjanji pada kalian semua, kalau saya akan memberikan dedikasi terbaik untuk perusahaan ini. Tanpa kalian semua mungkin saya bukanlah apa-apa. Saya harap kerjasamanya seperti kerja sama kalian semua dengan papa saya. Sekian terima kasih dari saya. Salam sukses selalu untuk perusahaan kita semua,” ucap Davon menutup rapatnya kali ini. Semua orang yang awal mulanya meremehkan dirinya, langsung berubah pikiran menjadi takjub pada sosok Davon. Pria muda yang tegas dan berwibawa. Setelah meeting selesai, Davon pun kembali ke ruangannya. “Anda hebat, Tuan muda. Anda sangat tenang ngehadepin para pemegang saham. Dan semua orang pun merasa sangat kagum dengan cara berpikir Anda. Masih muda tapi sudah menguasai seluk beluk perusahaan,” ucap Frans. Davon menanggapinya dengan senyuman di wajahnya. “Biasa saja. Kamu jangan terlalu memuji saya. Karena kalau terlalu banyak pujian, nanti saya tidak akan pernah bisa berkembang,” ucap Davon. Setelah memasuki ruangannya, Davon kembali duduk di kursinya. Dia mengambil ponsel yang dia letakkan di atas meja. Davon dengan sengaja membuka profil Kiandra. Melihat update Kiandra yang baru. Dia tersenyum saat melihat instastory Kiandra. Wajahnya yang cantik yang tertutupi dengan tingkahnya yang tidak biasa. “Aku merindukanmu, Ki,” ucap Davon sambil menatap wajah cantik Kiandra.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD