Part 28 Rencana Pembunuhan

1073 Words
Kian dan Davon memasuki pesawat, berulang kali Davon menepuk pundak Kiandra, gadis itu tak hentinya menitikkan air mata. Davon sangat memahami bagaimana perasaan Kiandra, pasti hancur. Di pesawat Kiandra sama sekali tidak bisa tidur, dia membayangkan bagaimana keadaan ayahnya. Sungguh dia gelisah saat ini, beruntung ada Davon yang menemaninya untuk menjenguk ayahnya. “Kian, lo tidur dulu gih. Masih tujuh jam lagi kita sampai New York.” Davon menyentuh pelan kepala Kiandra dan menyandarkannya di pundaknya. Kiandra sangat lelah, dia mengangguk dan memejamkan matanya. Selama perjalanan Davon terus memperhatikan wajah Kiandra, dia sangat kasihan melihat Kiandra yang sangat terluka seperti ini. Perlahan tangannya terulur mengusap pipi Kiandra. Lama kelamaan dia juga tertidur pulas, kepala mereka saling menumpu, seolah saling membagikan perasaan luka satu sama lain. Ketika pesawat mendarat, Kiandra mengerjapkan matanya, terasa getaran saat ban pesawat mulai dikeluarkan. Bunyi bisingnya mulai terdengar keras. Kiandra membuka matanya, membangunkan Davon. Mereka bahkan tidak sempat memakan makanan dari pesawat karena mengantuk. “Dav? Davon?” panggil Kiandra. Davon menguap lalu terbangun. Kiandra menepuk kedua pipi Davon agar terbuka mata Davon. “Udah sampai?” tanya Davon. Kiandra mengangguk lalu mengajak Davon turun dari pesawat. Setelah paspor mereka kembali dicek, mereka menaiki taksi. Mereka sempat ditanyai oleh petugas kenapa tidak ada orang dewasa yang menjaga mereka. Kiandra hanya menjawab karena ingin menjenguk orang tuanya. Sebenarnya umur mereka enam belas tahun, tetapi masih dianggap di bawah umur, seharusnya ada wali yang menemani. Karena keadaan mendesak, petugas keamanan membiarkan mereka pergi. Kiandra memesan taksi langsung menuju rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Jaraknya cukup jauh, sekitar tiga belas kilo untuk ke rumah sakit. Untungnya orang tua Kiandra memberikan cukup banyak uang, Kian jadi bisa pergi di saat urgent seperti ini. “Lo yakin kita ga bakalan nyasar?” tanya Davon. Dia belum pernah ke NY sebelumnya, biasanya dia selalu ke Eropa untuk mengunjungi ibunya, namun ini pertama kalinya Davon ke NY. Dia tidak tau jalanan di sini dan terasa asing. Kiandra menunjukkan gmaps di ponselnya. Kian juga belum pernah ke NY, dia lebih sering ke Jepang, tetapi jaman sudah canggih, meski belum pernah datang, mereka bisa mengetahui lokasi dengan gmaps, berjaga-jaga kalau saja supir taksi berniat menculik mereka. Namun supir taksi yang mereka naiki ternyata orang yang baik, dia benar-benar mengantarkan sampai tujuan. Sekitar satu jam, mereka baru sampai. Kian langsung masuk, dia lupa membayar taksi, tetapi Davon yang membayarnya. Davon sangat memahami Kiandra sangat khawatir. “MAMA!!” teriak Kiandra langsung memeluk ibunya. Dia melihat ibunya baru keluar dari pantry membawa makanan. Maria terkejut Kiandra bisa ada di sini. “Kian? Ini benar Kiandra? Oh God. Kian bagaimana bisa kamu di sini? Kamu berangkat dengan siapa? Dimana Reno atau Khalisa?” tanya Maria. Kiandra memeluk ibunya lagi dan menitikkan air matanya. “Ma, Papa dimana? Papa gimana operasinya?” Kiandra menanyakan dengan suara bergetar karena menangis. Dia tidak mau kehilang orang yang dia cintai. “Papa operasinya lancar sayang, ayo ke sana.” Maria menggamit tangan Kiandra dengan lembut, mengajaknya naik ke ruang VVIP. Sedangkan Davon hanya mengekor di belakang mereka tanpa Maria sadari. “Kamu kenapa enggak bilang sama Mama kalau ke sini sendiri? Bahaya Kiandra, disini banyak human trafficking,” ucap Maria. “Aku enggak sendiri Ma, ini aku sama teman aku.” Kiandra menarik Davon untuk maju. Davon membungkukkan badannya memberi hormat kepada Maria. “Teman?” ucap Maria setengah terkejut. Davon yang tinggi menjulang sekitar 187 cm membuat dia nampak seperti seseorang yang lebih tua daripada Kiandra. “Iya Ma, dia teman sekelas aku, namanya Davon.” Davon lalu mengulurkan tangannya untuk salam kepada Maria. Ini pertama kali Maria melihat Kiandra dekat dengan laki-laki, biasanya Kiandra melakukan apapun dengan Aurel atau Lisa. Tapi kali ini dia bersama Davon. Maria bisa melihat jika Davon orang yang spesial untuk Kiandra. “Wah terima kasih ya sudah mau mengantar Kian,” ucap Maria. Mereka tidak bisa menjenguk semuanya di ruang ICU. Hanya Kian sendiri yang masuk. Dia menatap ayahnya yang masih memejamkan mata, perban menutupi kepala ayahnya. Dia sangat bersyukur operasi ayahnya bisa berjalan dengan lancar. Kiandra tidak tau harus bagaimana jika ayahnya meninggalkannya suatu saat nanti. “Yah, ayah jangan pergi dulu Yah. Kian belum bisa membuat ayah bahagia. Maafin Kian Yah...” Kiandra memegang tangan ayahnya penuh dengan rasa duka. Dia sedih melihat ayahnya yang tergeletak lemas. Kiandra berulang kali mengusap air matanya. Tangan ayahnya tiba-tiba bergerak, merasakan putrinya hadir di dekatnya membuatnya terbangun. Abimanyu mengerjapkan matanya dan tersenyum ketika melihat Kiandra. “AYAH!” Kiandra memeluk Abimanyu. Maria dengan Davon begitu senang saat ayahnya sudah terbangun. Mereka memanggil dokter untuk mengecek kesehatan Abimanyu kembali. Setelah dokter memeriksa, beliau mengatakan jika Abimanyu keadaan sudah membaik, namun masih haru tetap dipantu dan masih membutuhkan waktu lama untuk penyembuhan. “Ayah, bagaimana bisa ayah kecelakaan?” tanya Kiandra. Ayahnya masih belum bisa banyak berbicara, masih agak sulit. Kiandra tidak memaksakan ayahnya, dia lalu membiarkan ayahnya istirahat kembali. Maria menyuruh Kiandra meletakkan koper dan barang bawaannya ke rumah terlebih dahulu, istirahat sebentar lalu ke rumah sakit bergantian jaga dengan Maria. Kiandra dan Davon diantar dengan supir pribadi ayahnya. Kepala Daniel—supir pribadi mereka terdapat bekas jahitan di bagian pelipi. “Pak Daniel, apakah anda baik-baik saja?” tanya Kiandra. “Iya, saya baik-baik saja Miss, saya antar anda sekarang ya.” Kiandra mengangguk, sepanjang perjalanan Daniel tak hentinya menceritakan tentang ayahnya yang selalu sibuk setiap harinya. Dia merasa bersalah karena sudah membuat kecelakaan mobil. Bahkan bantalan mobil yang otomatis keluar saat kecelakaan tidak berfungsi dengan baik. “Kalau boleh tau bagaimana ya kejaidan kecelakaan itu?” tanya Kiandra. Daniel menceritakan bahwa kecelakaan itu terjadi saat mereka berkendara di jalan tol. Tiba-tiba sebuah mobil mengejar dan menabrak dari belakang. Mendengar kalimat Daniel yang mengatakan mobil itu sengaja mengejar, Kiandra merasa ada yang janggal. “Pak, apa bapak ingat plat mobil yang mengejar saat itu?” tanya Kiandra. “Iya saya ingat, tetapi saat kepolisian melacaknya, mereka tidak menemukan hasil.” Kiandra lalu meminta cctv mobil, dia ingin mengecek ulang mobil siapa yang menabrak ayahnya. Kiandra tak bisa hanya diam saja di sini, dia harus bergerak mencari tau kenapa ayahnya sampai bisa kecelakaan begini. Anehnya lagi bagian mobil ayahnya yang rusak hanya di sisi kiri, seolah memang sengaja membuat ayahnya celaka. Kiandra juga merasa janggal, biasanya ayahnya selalu dikawal dengan baik, tapi bagaimana bisa di saat ayahnya tidak dikawal ada yang mencoba mencelakainya, seolah semua ini telah direncanakan secara matang. Bagaimana orang itu tau kapan jadwal ayahnya pergi tidak dikawal?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD