Part 25 Canggung

1012 Words
Mentari mulai menampakkan keelokannya, senandung merdu kicauan burung memberikan warna cerah hari ini. Kiandra mengerang terbangun karena alarm di meja belajarnya. Tidur dengan posisi duduk membuat punggungnya kesakitan. Senin, sudah waktunya setiap murid melangkahkan kaki ke sekolah. Sayangnya rasa malas menghantui Kiandra, I hate monday mungkin menjadi salah satu motto hidupnya. Meski malas, dia tidak mau mneyia-nyiakan setiap detiknya untuk ke sekolah, dia mengingat pengorbanan orang tuanya selama ini, mereka bekerja keras untuk Kiandra. Maka Kiandra juga bertekad harus bisa membuat orang tuanya bangga kepadanya. Notifikasi di layar ponselnya muncul saat Khalisa menambahkan foto baru di sosial media. Kiandra melihatnya, dia tersenyum miring. Kakak ipar yang menurutnya licik. Bagaimana bisa kakak iparnya bulan madu dengan kakaknya sedangkan mereka tidak pernah menanyakan kabar Kiandra. Gadis itu kesal dengan kakak iparnya. She act like a s**t. Dia berpura-pura baik kepada Kiandra, tetapi sebenarnya tidak ada yang dia pedulikan. Kiandra menguap lalu beranjak mulai mandi mempersiapkan diri berangkat sekolah. Baru saja dia membuka pintu, rupanya tetangganya—Davon keluar juga di waktu yang sama. Davon memalingkan wajahnya tidak menyapa Kiandra dan berjalan lebih dulu ke lift. Kiandra merasa aneh, bukankah harusnya dia yang marah karena Davon memperlakukan semua wanita layaknya putri? Davon seperti pemain wanita yang handal. Kiandra masuk ke lift, keduanya saling terdiam. Rasanya aneh jika tak saling menyapa, namun Davon merasa takut jika Kiandra risih, sedangkan Kiandra terlalu gengsi untuk memulai percakapan. Mereka berpisah ketika sampai di lobby, Kiandra langsung ke depan sedangkan Davon ke parkiran motor. Seperti biasa, Kiandra menggunakan ojek online untuk berangkat sekolah. Saat Davon mengendarai motor dan ada di sampingnya saat lampu merah, Kiandra memilih memalingkan wajahnya. Di sekolah pun Davon meminta tukar bangku, dia duduk menjauh dari Kiandra. Aneh, perasaan Kiandra semakin risau, dia kesal dengan sikap Davon. “Ki, Davon kenapa?” tanya Aurel. “Entahlah, gue enggak tau. Lagi sensi mungkin. Oh ya ntar sore ada sparing sama anak Garuda Kencana lagi. Lo enggak mau liat?” tanya Kiandra. Aurel menjadi melamun atas pertanyaan Kiandra, dia tidak tau harus menjawab apa, ingin rasanya melihat Reza namun dia juga enggan bertemu dengannya. “Gue bingung,” ucap Aurel. “Liat aja Rel, kan gue juga main ntar,” ucap Kiandra. Aurel ragu-ragu namun dia mengiyakan. Saat bel istirahat, Kiandra sangat malas keluar untuk membeli makanan, sedangkan Aurel tiba-tiba ada rapat osis mendadak. Dia menjadi sendiri di kelas. Saat seperti ini, dia menjadi ingat hari pertama dia di sini difitnah mencuri ponsel Davon. Sejak saat itu dia menjadi dekat dengan Davon. Kiandra lebih suka Davon selalu ada di sampingnya ketimbang seperti ini. Bukan ini yang Kiara mau, kedatangan Davon membuat dia bahagia, tetapi tidak dengan cap pemain wanitanya. Dia hanya mau Davon menjadi sahabat karena Kiandra yakin jika cinta yang mereka bangun, bisa jadi akan menjadi luka. Bagi sebagian orang, mungkin memang mustahil jika bersahabat lawan jenis tanpa perasaan. Kiandra sangat tau hal itu, namun dia jauh lebih takut merasa kehilangan. Kiandra menelungkupkan wajahnya, menutup matanya, ingin melupakan permasalahan dia dengan Davon sejenak. Bimbang, bingung tak tau harus melakukan apa. Benang sudah mulai kusut, sebaiknya dibenahi atau diputus saja. “Kian,” panggil seseorang. Kiandra enggan bangun, tidur siangnya lebih menyenangkan. Sebagian murid sudah mengisi perut mereka, namun Kiandra terbiasa tidur di siang hari dan mengisi perut di malam hari, mungkin sejenis manusia noktural. “Kiandra,” panggilnya lagi. Kiandra mendongak, terkejut Fabian ada di hadapannya. “Astaga lo ngapain ke sekolah gue? Kok lo bisa sliweran di sini sih?” ucap Kiandra. Sejenak kemudian dia baru ingat jika orang tua Fabian adalah pemilik yayasan sekolah ini. Fabian tak menjawab lalu duduk di samping Kiandra, di depan pintu sudah ada dua pengawal, tentu saja mengawasi Fabian. “Gue mau liat wajah lo.” Fabian mengucapkannya secara terang-terangan, dua kali, ataupun seribu kali ditolak oleh Kiandra dia akan tetap maju. Fabian tidak akan menyerah mendapatkan Kiandra. Davon masuk ke dalam kelas, hendak mengambil dompetnya yang tertinggal. Namun dia malah melihat Kiandra dengan Fabian. “Gue suka sama lo, jadi pacar gue mau?” tanya Fabian lagi. Kiandra menghela nafas namun matanya melirik Davon. Entah ide gila apa yang terlintas di kepala Kiandra. Dia malah mengangguk. “SUMPAH? LO TERIMA GUE?” tanya Fabian dengan tatapan tidak percaya. “Hah?” ucap Kiandra melongo. Fabian yang disampingnya kegirangan bukan main, dia sampai memeluk Kiandra dengan erat. Pelukan itu kembali menjadi salah paham saat Lisa datang dengan makanan untuk Kiandra. Dia kecewa dengan apa yang dia lihat. “Yaampun, LISA!” teriak Kiandra. Dia melepas pelukan Fabian dan mengejar Lisa. Gadis itu berlari tanpa menghiraukan panggilan Kiandra. Dalam hatinya dia menggerutu kesal, kenapa Kiandra harus membohonginya. Kenapa Kiandra benar-benar merebut Fabian dari hidupnya. “LIS!” panggil Kiandra. Sayangnya bel berbunyi, semua murid berlalu lalang dan Lisa hilang di keramaian. Kiandra hendak ke kelas Lisa, namun gurunya sudah masuk. Kiandra sangat kesal dengan Fabian, dia selalu bersikap semaunya. Tanpa menanyakan bagaimana perasaan Kiandra terlebih dulu. Kiandra sendiri merasa bodoh kenapa saat itu dia melamun menatap Davon dan malah mengangguk. Fabian sudah pulang dikawal dengan bodyguardnya. Kiandra kesal sampai dia enggan melanjutkan sekolahnya. Terlalu rumit dan menyebalkan. Kenapa tidak ada yang berjalan sesuai dengan keinginannya. “Kian? Lo darimana aja?” tanya Aurel. Temannya itu membawakan sekotak s**u dan roti untuk Kiandra. Sepertinya sudah menjadi tugas wajib Aurel memperhatikan gizi Kiandra. Aurel memang sendirian di rumah, namun dia terbiasa sejak kecil, dia tidak pernah lupa akan makan ataupun mengurus dirinya. Lain halnya dengan Kiandra, gadis itu masih kerepotan mengurus dirinya sendiri. Dia lebih suka makan sesuatu yang instan. “Gue tadi ditembak sama Fabian,” ucap Kiandra. “Hah sumpah? Pantes gue liat dia dateng,” ucap Aurel. Kiandra mengacak rambutnya frustasi. “Gue mau ke rooftop. Jangan bilangin ke guru.” Kiandra mengambil tas dan makanan yang Aurel belikan, dia berlari cepat dan kabur ke rooftop. Melihat pemandangan dari atas sangat menyenangkan bagi Kiandra. Dari atas sini dia bisa melihat dengan jelas semua temannya yang antusias belajar. Kiandra tersenyum melihatnya. Pemandangan yang indah, dia tiba-tiba menyukai sendiri. Berhubungan dengan lelaki lebih rumit dari dugaannya. Fabian yang posesif, Davon yang tidak peka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD