Part 26 Not Just Admire

1042 Words
Ketika dunia runtuh dan yang tersisa hanya senyumanmu, maka aku akan baik-baik saja. -Reza- Para murid SMA Garuda Kencana mulai memasuki lahan SMA Harapan Nusa. Mata Aurel langsung tertuju kepada Reza yang datang dengan motor Harley Davidsonnya. Memukau dan tampan. Yang paling mencengangkan lagi, saat Reza membuka seragam sekolahnya dan shirtless. Aurel hampir pingsan melihat hal itu kalau saja Kiandra tidak menyadarkan lamunannya. “Sumpah dia HOT banget,” ucap Aurel. Kiandra hanya menatap Aurel malas. Kiandra menuju toilet mengganti bajunya menjadi jersey, di saat bersamaan dia melihat Lisa yang baru saja selesai ganti baju. Kiandra mencegah Lisa menjauhinya, dia menatap Lisa dengan tatapan serius. “Gue gak suka kita kaya gini, oke gue jujur sama lo Lis. Gue gak ada perasaan sama Fabian, dia yang ngejar gue. Gue cuma cinta sama ...” Kiandra maju selangkah, membisikkan nama Davon tepat di telinga Lisa. Setengah tidak percaya, Lisa menatap Kiandra, mencari kebohongan atau hanya alasan. Sayangnya semuanya terasa jujur. Lisa tersenyum memeluk Kiandra, sejak awal dia menyadari bahwa di sini Lisa yang salah. Dia yang memaksakan Fabian untuk menjalin hubungan dengannya. Sedangkan Kiandra, memang gadis cantik yang diidolakan oleh siapapun. “Semoga kita menang. Semangat!” Lisa menghantarkan semangatnya kepada Kiandra. Tim putri Garuda Kencana selalu menjadi saingan. Mereka selalu dianggap singa yang tak pernah haus. Mereka sering latihan pernafasan saat lari, tak heran jika tim Garuda Kencana ahli berlari. Namun Harapan Nusa lebih menonjolkan strategi dan kerja sama. Hanya berlari saha tidak cukup bagi mereka. Ribuan strategi dan skill mereka harus dikuasai dengan benar. Davon nampak murung, Kiandra bisa tau hal itu. Saling diam seperti ini bukan ide yang bagus, apalagi saat ini mereka harus berjuang untuk bertanding membawa harum nama sekolah mereka. “Von,” panggil Kiandra pelan. Dia mengalah, ternyata merasakan risih di dekat Davon lebih baik daripada seharian diam. Davon mendongak saat dia membenahi tali sepatunya. Kiandra berjongkok, mengambil tali sepatu Davon dan dengan cekatan mengikatnya menjadi simpul. Sisa talinya dia masukkan ke dalam ikatan sepatu. “Gue masih mau lo jadi sahabat gue. Gue emang risih, tapi gue masih mau lo ada di kehidupan gue.” Davon mengerjapkan matanya, dia menatap manik mata Kiandra. Siapapun yang melihat ke arah mereka sudah pasti seolah mereka melihat sinetron remaja yang romantis. Davon memeluk Kiandra, ya memang Davon menyukai kontak fisik, jauh berbeda dengan Kiandra yang selalu memberi jarak. “Oke, gue akan terus nempel sama lo.” Ketika bunyi Peluit terdengar, Davon berlari kecil di tengah lapangan. Di hadapannya sudah ada Reza. Keduanya saling memandang dengan tatapan tajam. Kali ini Davon akan melakukan semua pembalasan apa yang dulu Reza lakukan sampai dia di opname di rumah sakit. Pertandingan baru di menit awal, namun nampak begitu sengit. Davon tidak pernah mau kalah apalagi melepaskan bola. Dia begitu lincah mengoper bola kepada satu timnya. Poin mereka saling berkejaran. Kiandra menggigit jemarinya karena gelisah. Dia takut jika sampai kalah. Davon menyikut Reza, menjegalnya dengan mulus, tidak terlihat oleh wasit. Aurel terkejut dengan apa yang Davon lakukan. Dia merasa kasihan kepada Reza. Begitu peluit berbunyi tiga kali, pertandingan usai. SMA Harapan Nusa kembali menang. "Lo bukan level gue lagi," ucap Davon menyeringai menatap Reza. Kiandra datang memberikan air mineral. Sedangkan Aurel membantu Reza bangkit. "Dasar sampah!" umpat Aurel. Dia menarik kerah Davon dan menamparnya. "Lo b*****t! Ngapain lo mukul Reza kaya gitu?" ucap Aurel kepada Davon dengan tajam. Kiandra lalu menatap Aurel dengan tanda tanya. Bagi Kiandra wajar saja jika Davon bermain fisik, dia ingat Reza melakukan hal yang sama kepada Davon minggu lalu. "Lo ngapain sih Rel?" ucap Kiandra. Aurel berdecak kesal, dia tidak suka Kiandra membela Davon. Kiandra tidak sempat berdebat, peluit telah berbunyi, waktunya tim putri yang bertanding. Awalnya Kiandra bermain dengan baik dan fokus, namun saat dia melihat Alea datang duduk di samping Davon, seketika konsentrasinya buyar, apalagi melihat mereka mesra, Kiandra benci saat melihat Davon mengusap kepala Alea. Tetapi Kiandra mau bersikap profesional, dia tetap melanjutkan permainan meski hatinya cemburu memanas. Ketika permainan usai, Kiandra langsung pulang, sesuai dugaan, tim putri Kiandra pasti menang. Tidak ada yang bisa mengalahkan Kiandra, kekuatannya yang stabil dan skillnya yang diluar batas rata-rata membuat dia sulit dikalahkan. Davon hendak mengejar Kiandra, namun gadis itu jauh lebih cepat memesan taksi dan pulang. Kiandra tak sanggup berbicara lagi, di dalam taksi dia melelehkan air mata, rasanya begitu lelah dan kesal. Sebenarnya siapa yang tulus mencintainya di dunia ini? Apakah ada tersisa satu orang yang akan tulus di sisinya? Baru saja berbaikan dengan Davon, tetapi lelaki itu mengecewakannya. Kiandra sangat kesal, namun dia juga bingung. Dering telepon dari Davon tidak dia dengarkan. *** Aurel membantu Reza menyembuhkan lututnya yang berdarah, dengan cekatan dia mengobatinya. Sesekali Aurel meniup-niup lutut Reza agar tidak terlalu perih. “Gue enggak papa Rel. Lo ngapain pake marah sama Davon?” tanya Reza. Seusai menempelkan plester, Aurel duduk di samping Reza. “Gue heran aja kenapa dia pakai kekerasan kaya gitu sih?” ucap Aurel kesal. “Ya dia mau balas dendam, minggu lalu sparing yang pertama, gue juga gini, malah lebih parah sampai katanya dia opname.” Aurel seketika terkejut dengan ucapan Reza, ternyata Reza duluan yang menyerang Davon. Aurel menjadu merasa bersalah karena sudah menampar Davon dan bersikap menyebalkan dengan Kiandra. Dia lalu menelpon Kiandra, sayangnya handphone Kiandra mati. Dia lalu pamit kepada Reza dari UKS, namun Reza mencegahnya. “Gue kan sakit, masa lo pulang duluan?” ucap Reza dengan nada manja. Aurel menghela nafasnya, menatap Reza dengan berkacak pinggang. “Salah lo sendiri ngajak berantem.” Aurel hendak pergi namun Reza menarik Aurel ke dalam pelukannya. “Jangan deket-deket sama Davon, gue nanti cemburu.” Aurel mencoba melepaskan pelukan Reza, namun lelaki itu lebih kuat. Dia ingin terus memeluk Aurel. “Lo kenapa sih? Lo kenapa kaya gini?” “Karena gue suka sama lo, gue sayang sama lo. Tapi gue gak bisa sama lo Rel.” Aurel menyerngitkan dahinya, dia ingin bertanya alasannya, namun Reza melepaskan pelukannya, mengajak Aurel keluar dari UKS. Dari samping, Aurel sekilas bisa melihat wajah Reza yang begitu cemas, tidak bisa dengan pasti diketahui penyebab Reza cemas, namun Aurel hanya memilih diam. Kalau memang perasaan mereka sama, kenapa Reza mempersulitnya? Reza mengantarkan Aurel pulang. "Thanks ya udah mau ngobatin gue." Reza lalu melambaikan tangannya, tatapan matanya seolah mengucapkan selamat tinggal kepada Aurel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD