Part 12 Terjebak

1029 Words
Davon mencari cara untuk membuka pintu UKS, tidak ada cara lain selain membobol gembok UKS. Sayangnya dia tidak bisa, tangannya juga terasa sangat sakit, kaki dan perutnya juga terluka. Niatnya ingin menelfon supirnya, tapi baterai ponselnya habis. Dosa apa yang sudah dia perbuat sampai merasa sial seperti ini. “Dav? Udah lo buka pintunya?” tanya Kiandra. “Belum, gue gak kuat bukanya. Perut, kaki, semua badan gue capek Ki, gue gakuat. Udah lo di dalem aja, gue di sini bentar,” ucap Davon lemah. “Hah? Lo emangnya kenapa?” tanya Kiandra. “Gue abis tanding sama si Reza,” balas Davon lemah. Kiandra tertawa mengikik, suaranya membuat Davon merinding seketika. “HUSH! Jangan ketawa lo, kaya kunti tau enggak,” ucap Davon. “Gue juga takut di sini, gimana ini Dav? Baterai gue abis lagi. Mana colokan di sini semua mati.” Semua keadaan sekolah gelap gulita. Penjaga sekolah semua juga sudah pulang, satpam sekolah—pak Rokim juga sudah pulang mengunci gerbang sekolah, setelah memastikan lapangan telah kosong, semua anak basket sudah pulang, kecuali Davon yang masih di depan UKS. “Udah, kita di sini bentar ya. Gue capek banget, kaki gue keram semuanya Ki. Lo kok bisa sih di UKS?” tanya Davon gemas. Bagaimana bisa Kiandra terkunci di UKS. “Enggak tau, pas gue udah bangun, semuanya gelap.” Davon setengah tertawa mendengar ucapan Kiandra. Mereka berdua akhirnya duduk, menahan lelah masing-masing, duduk saling memunggungi yang hanya terbatas pintu UKS. “Lo enggak akan ninggalin gue kan?” tanya Kiandra. “Enggak, gue di sini. Gue mau keluar juga percuma, gerbang udah ditutup.” Davon menghela nafasnya dengan kasar. Tidak ada pilihan lain bagi mereka berdua untuk menunggu di sini. “Dav, gue takut sumpah. Laper juga. Ini pintu kenapa kuat banget sih gabisa dibuka,” ucap Kiandra lemah. “Gue ada sih roti, lo mau?” tanya Davon. “Ya mau, cuma gimana gue ngambilnya?” ucap Kiandra kesal. Davon lalu berdiri setengah membungkuk menahan perutnya yang sakit, dia lalu berjalan ke samping, ada jendela yang tertutupi oleh besi tralis. “Kian, sini. Nih rotinya.” Davon mengulurkan tangannya, memberikan roti melalui tralis itu. “Wah, makasih Dav,” balas Kiandra. Dia segera mengambil roti itu, melahapnya. Setelah itu Davon kembali duduk, rupanya dia sangat lemas. Dia tidak tau kenapa rasanya sesak, kepalanya memutar, seketika pandangannya semua berubah menjadi gelap. “Dav, lo udah makan?” tanya Kiandra. 1 Detik ... 2 Detik ... 3 Detik ... “Dav? Lo kok diem aja sih?” Kiandra lalu mengintip dari jendela, dia terkejut melihat Davon yang terkapar di depan pintu UKS. “OH GOD! DAVON!” teriak Kiandra histeris sampai suaranya menggema. Kiandra panik, dia mencari sesuatu yang keras untuk bisa membuka pintu. Ada patahan tiang besi di bagian pojok, dia mengambilnya dan memukul keras pintu UKS, dengan kencang dia memukul pintu UKS berulang-ulang sampai rusak. Setelah sebagian terbuka, Kiandra keluar dan menuju Davon. “Dav! Bangun Dav! Davon!!” panggil Kiandra, dia memangku kepala Davon, menepuk pipi Davon, tetapi dia sama sekali tidak terbangun. Kiandra panik lalu keluar sekolah, dia berteriak di depan gerbang. Beberapa pedagang datang menghampirinya. “Neng kenapa kok panik?” tanya seorang pedagang nasi goreng yang baru saja buka. “Pak, tolong pak, bukain gerbang ini Pak, temen saya pingsan di dalem,” ucap Kiandra panik. Pedagang nasi goreng itu segera memanggil tukang kunci, dengan cepat pintu akhirnya terbuka. Mereka lalu membawa Davon ke rumah sakit terdekat. Kiandra meminjam ponsel seorang suster untuk menghubungi keluarganya, dia juga bertemu dengan kakaknya yang ada di rumah sakit, baru saja selesai melakukan operasi. “Kok bisa temen lo babak belur gitu? Dia abis berantem apa gimana?” tanya Reno kepada Kiandra. “Enggak tau kak, dia abis main basket tadi.” “Yaudah, lo tungguin dia. Gue masih ada jadwal operasi habis gini.” Reno lalu meninggalkan Kiandra begitu saja. Entah kenapa ada rasa kecewa di hati Kiandra, kenapa kakaknya tidak menanyakan keadaannya atau sekedar menanyakan tentang makan malam. Reno selalu bersikap dingin dan acuh kepada Kiandra. Sebagai adik, Kiandra merasa sedih sekaligus kecewa terhadap sikap Reno yang cuek. Davon mengerjapkan matanya, dia melihat sekeliling, ruangan putih tercium khas aroma obat-otan. Davon lalu bangkit, namun kepalanya terasa sakit. Dia mengurungkan niatnya, saat dia akan menggerakkan tangannya, dia merasakan ada sesuatu yang menggenggam tangannya, dia meliriknya dan terkejut saat mendapati Kiandra yang tertidur pulas sembari memegang tangannya. Davon tersenyum kecil melihatnya. Wajah Kiandra begitu cantik saat tertidur, entah kenapa menikmati wajah cantiknya seperti ini membuat Davon menjadi ingin selalu dekat dengannya. Dia bernafas lega, akhirnya berhasil keluar dari sekolah. Suara langkah kaki mendekati ruangan rawat inap Davon. Ayah dan ibu Kiandra masuk, saat itu juga Davon menarik tangannya dari genggaman Kiandra yang membuat gadis itu terbangun. Abimanyu melangkah mendekati Davon, menatapnya tajam. “Apa yang kamu lakukan dengan putri saya sampai dia terkunci di UKS? Kamu sengaja kan mengunci putri saya di sana?” ucap Abimanyu dengan tatapan membunuh Davon. “Ayah! Enggak, ayah salah. Davon ...,” “Kamu diam KIANDRA!” bentak Abimanyu, dia tidak mau lagi mendengar alasan apapun. Melihat wajah Davon saja dia sudah jengah, terlihat seperti anak nakal. “Kamu jangan dekati putri saya lagi.” Abimanyu mengucapkan sembari mengacungkan tangannya dan menarik Kiandra untuk segera pulang. Pertama kali dalam hidup Kiandra, ayahnya membentaknya seperti itu. Kiandra bisa merasakan aura yang sangat menerkam, ayahnya terlihat begitu marah karena dia pulang terlambat. “Yah, ayah itu salah,” ucap Kiandra “KAMU! Sampai kapan kamu mau membantah ayah terus? Kenapa kamu pulang malam? Kenapa kamu enggak pernah menurut mendengarkan ayah? Kiandra, apa kamu tidak bisa menjadi seperti kakak kamu yang membanggakan?” ucap ayahnya. Dia menatap tajam putrinya. Jujur saja, melihat sikap Kiandra yang bermalas-malasan dan bersikap semaunya membuat Abimanyu sedikit khawatir akan masa depan Kiandra, sudah cukup dia memanjakan putri cantiknya. Kiandra hanya bisa diam, dia menunduk menahan tangisnya, dia tidak menyangka akan dibandingkan dengan kakaknya sendiri. “Maaf Yah,” ucap Kiandra lirih. Kiandra lalu masuk ke dalam mobil. Davon masih terkejut dengan apa yang terjadi, dia tidak tau jika ayah Kiandra akan marah kepadanya. Padahal dia yang menemukan Kiandra, entah kenapa situasi malah menjadi rumit begini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD