Part 13 Davon ???

1054 Words
Apa yang membuatmu tersenyum adalah bagian nafas dari hidupku -Davon- Malam semakin larut, tidak ada yang menemani Davon di ruangan rawat inap, dia sendirian di sini. Ponselnya masih mati, dia ingin mengabari keluarganya tentang keadaannya. Davon merasa kesepian dan kosong. “Suster, bisa saya pinjam charger handphonenya?” tanya Davon kepada suster yang membenarkan infusnya. “Oh iya sebentar ya.” Tak lama suster kembali membawakan charger untuk Davon. Dia berterima kasih lalu menggunakan charger itu. Setelah handphonenya menyala, ada sebuah pesan dari Kiandra yang membuat Davon tanpa sadar tersenyum. ‘Lo gapapa sendiri? Udah dapet makan?’ Pertanyaan itu membuat Davon tersenyum kecil, dia tidak membalasnya, sengaja agar Kiandra penasaran dengannya. Satu hal yang membuat Davon heran, darimana Kian mendapatkan nomor ponselnya. Merasa gerah, Davon bangkit dari tidurnya lalu ke kamar mandi, dia meringis kesakitan saat lukanya kembali basah. Membutuhkan waktu yang lama bagi Davon untuk mandi, bisa jadi satu jam. Kiandra menggigit jemarinya gelisah di kamar, Davon tak segera membalasanya. Jam menunjukkan pukul dua malam. Dia semakin gelisah dengan keadaaan Davon, entah kenapa dia merasa kasihan dengan Davon. Apalagi saat ayahnya memarahi Davon, dia menjadi merasa bersalah. Suara ketukan di pintu kamar Kiandra membuat dia kembali menyelimuti dirinya, kembali berpura-pura tidur. Ternyata ayahnya yang masuk ke dalam kamarnya. “Sayang, Kian bangun sebentar Nak,” panggil ayahnya mengusap kepala Kiandra dengan halus. Kiandra masih merasa geregetan dengan ayahnya yang memarahi Davon. Dia merasa malu ayahnya memperlakukannya seperti itu di depan temannya. Kiandra menggeliat lalu perlahan mengerjapkan matanya agar terlihat seperti bangun tidur. Dia kaget melihat ayahnya yang lengkap rapi menggunakan jas. “Ayah mau kemana?” tanya Kiandra langsung terduduk. “Ayah sama ibu mau ke Amrik sebentar ya sayang,” ucap Abimanyu penuh sayang kepada anaknya. Dia mengecup kepala Kiandra. Tangannya menarik tangan Kiandra lalu memberikannya tabungan dan kartu atm. “Ini untuk kamu, mungkin ayah akan lama di Amrik, kamu tinggal sendiri di rumah enggak papa kan? Masih ada Bi Inah yang jagain kamu,” ucap Abimanyu. Kiandra seketika meneteskan air matanya, sungguh dia benci ditinggal pergi seperti ini. Dia tidak mau sendirian di sini. “Enggak Ayah, aku enggak mau,” ucap Kiandra dengan suara bergetar karena menangis. Abimanyu memeluk anaknya, Maria juga masuk ke kamar memeluk Kiandra. “Maaf ya sayang, Mama juga harus ikut sama Ayah,” ucap Maria memeluk anaknya. Kiandra hanya bisa menangis, tinggal sendiri di rumah pasti membuatnya kesepian. Kakaknya juga selalu bersikap dingin dan tidak pernah peduli dengannya. “Berapa lama Yah? Jangan lama-lama ya, Kiandra enggak mau sendirian di sini.” Kiandra masih tak berhenti menangis. “Ayah juga enggak tau, tapi ayah minta sekolah kamu yang baik ya di sini, ayah percaya sama kamu Kiandra.” Kiandra mengangguk lemah, percuma saja dia merengek meminta ikut orang tuanya pasti mereka akan menolak. Kiandra berjalan lemah ke luar rumah, mengantar kedua orang tuanya. Dia melambaikan tangannya dan menangis terduduk setelah mobil mereka tak terlihat lagi. Kiandra menangis sejadi-jadinya, dia berharap ini hanyalah mimpi. Dia paling benci ditinggal seperti ini. “Ayah ... Mama ...,” ucap Kiandra lemah. Dia memeluk lututnya, duduk di depan pintu rumah. Kenapa orang tuanya begitu tega dengannya. Kiandra mengusap air matanya, dia mengambil jaket dan kunci motor milik Reno. Kiandra yakin kakaknya saat ini pasti sedang di rumah sakit atau apartemen. Kiandra memilih mengelilingi kota sendirian, dia sangat sedih, tidak ada cara lain baginya selain menghibur dirinya sendiri. Tidak ada yang menyayangimu selain dirimu sendiri. Entah bagaimana, Kiandra berhenti di rumah sakit kakaknya bekerja, bukan untuk menemui Reno, tetapi temannya yang dirawat. Kiandra datang menggunakan jaket, menutupi wajahnya dengan tudung. Matanya sembab karena menangis. Tanpa mengetuk pintu, dia langsung masuk ke kamar Davon. Dia terkejut saat melihat Davon baru keluar dari kamar mandi. “AAAAA!!!” teriak Kiandra. Davon langsung berjalan mendekatinya lalu mendekap mulut Kiandra. “SSST! Berisik banget sih udah malem!” ucap Davon. Kiandra terkejut saat melihat Davon shirtless, rambut Davon masih basah setelah mandi. Kiandra masih memejamkan matanya. Aroma sabun masih melekat di tubuh Davon, harum. “Pake baju sana!” teriak Kiandra. “Iya bawel.” Davon berjalan tertatih menuju lemari dan mengambil bajunya. Kebiasaan Davon selalu membawa dua pakaian saat basket. Baju ganti dan jerseynya. “Udah,” ucap Davon. Kiandra membuka matanya, bernafas lega. “Nih.” Kiandra menyerahkan sekotak pizza besar kepada Davon. “Wuih, pizza jumbo. Asik.” Davon segera membukanya dan memakan pizza itu. Melihat Davon yang begitu lahap membuat Kiandra tersenyum. Hatinya merasa lebih tenang saat melihat Davon. Hal yang paling Kiandra takutkan adalah saat dia mulai jatuh hati pada Davon. Kiandra melepas tudungnya, dia mengambil pizza dan ikut memakannya. “Loh kenapa mata lo bengkak gitu Ki? Lo abis nangis?” tanya Davon. Dia menarik dagu Kiandra agar terlihat jelas. Kiandra mengangguk membenarkan dugaan Davon. “Orang tua gue pergi, kerja ke luar negeri, gue sendirian. Kakak gue cuek,” ucap Kiandra singkat. Dia enggan menjelaskan secara rinci kepada Davon. “Yaampun Kian, yaudah makan dulu biar tenang.” Kiandra melahap makananya, dia meneteskan air matanya kembali ketika mengingat bagaimana wajah ayahnya yang tega meninggalkannya sendirian. “Udah gausah nangis, jelek.” Davon memberikan tissue kepada Kiandra. Gadis itu segera menyeka air matanya dan tersenyum. Davon tidak tega melihat Kiandra yang menangis, dia menarik Kiandra dan memeluknya, menepuk pundaknya dengan tepukan pelan. “Iya gue tau rasanya ditinggal engga enak, tapi ya beginilah dunia, never works with what you want. Lo harus bisa kuat untuk face the truth.” Ucapan Davon membuat Kiandra semakin menangis, dia merasa kacau dan tak tau harus bagaimana saat ini. Dia benar-benar terluka ditinggal sendirian. “Ntar kalau ada apa-apa gue temenin deh. Gimana kalau kita temenan mulai sekarang?” ucap Davon sembari mengacungkan kelingkingnya. Kiandra mengusap air matanya lagi lalu mengalungkan kelingkingnya pada kelingking Davon. “Janji ya jangan tinggalin gue,” ucap Kiandra. Davon tertawa kecil dan mengangguk. “Iya, gue janji.” Davon kembali memeluk Kiandra, mengusap kepalanya pelan. Mungkin menjadi teman akan membuat dia bahagia berada di dekat Kiandra yang selalu melindunginya. Satu-satunya cara untuk bisa melindungi Kiandra menjadi teman terbaiknya sepanjang masa. Davon memejamkan matanya, mengusap halu rambut Kiandra yang ada di pelukannya. Dia benar-benar berharap dia dengan Kiandra mulai saat ini tidak pernah dipisahkan oleh apapun. Walau begitu Davon tidak tau apa yang terjadi kedepannya, saat ini hanya teman sudah membuatnya sangat bersyukur memiliki Kiandra.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD