Part 09 Balas Dendam

1128 Words
Mereka berdua kini memastikan kebenaran, melihat bersama dengan bu Tania serta petugas keamanan sekolah untuk melihat cctv di kelas. Mereka terkejut saat melihat Amel—gadis yang berkepang dua memasukkan hanphone ke dalam tas Kiandra. Kini sudah jelas, memang bukan Kiandra pelakunya. “Pak, coba di zoom siapa itu yang memasukkan ke tas Kiandra,” ucap Bu Tania kepada petugas keamanan. “Itu Amel Bu, teman sekelas saya. Saya kenal sama dia.” Kiandra menjawab cepat. Bu Tania lalu menyuruh Kiandra dengan Davon kembali ke kelas dan memanggil Amel. Dengan langkah besar penuh emosi, Kiandra masuk ke dalam kelas, menggebrak meja Amel. “LO!” ucap Kian sembari menunjuk Amel. “Lo ngapain jebak gue? Punya masalah idup apa lo sama gue hah? Keluar lo sekarang, dipanggil sama guru BK.” Amel terkejut sekaligus malu menatap wajah Kiandra, dia hanya bisa menunduk dan menangis. “Pake drama lagi ni bocah, keluar sekarang!” bentak Kiandra. Amel lalu berdiri dengan bergetar lalu berjalan keluar kelas. Kiandra menatap ke semua temannya. “Nih ya dengerin semuanya, cctv udah nunjukin kalau Amel yang masukin hp ke tas gue, gue bukan maling. Awas aja kalau ada yang ngelakuin hal ini lagi ke gue, gue bakar hidup-hidup!” bentak Kiandra menatap tajam semua temannya. Dia lalu duduk, mengikat rambutnya menutup matanya, melanjutkan tidur siang setelah hari yang melelahkan baginya. Davon melirik ke belakang, menatap Kiandra sekilas, entah kenapa dia merasa bersalah. “Kian, lo tidur lagi?” bisik Aurel. “Jangan gangguin gue,” ucap Kian yang membuat Aurel menutup rapat bibirnya. Bel sekolah berbunyi, daritadi Amel belum keluar dari ruang BK. Gadis itu masih enggan mengatakan siapa yang menyuruh dia memasukkan handphone ke dalam tas Kiandra. “Nak, coba bilang jujur saja, siapa yang menyuruh kamu? Enggak papa Amel, kamu enggak akan disakiti sama dia, ibu jamin nak.” Amel menggigit bibir bawahnya, sejak tadi dia hanya diam menunduk. Dia takut jika terjadi sesuatu nantinya pada dirinya, dia takut kembali dibully oleh orang yang menyuruhnya. Kiandra penasaran dengan apa yang terjadi, dia penasaran kenapa Amel melakukan hal itu kepadanya, padahal selama ini dia tidak pernah mengusik kehidupan Amel. Kiandra membuka pintu ruangan BK dan duduk di samping Amel. Dia tersenyum menatap guru dan temannya. “Mel, kalau bukan lo yang masukin ke tas gue, kalau gitu lo bilang aja sama gue. Tenang aja lo enggak bakal diganggu sama dia.” Kiandra mengucapkan dengan nada lembut, ada rasa iba muncul di hatinya saat melihat tangan Amel yang bergetar. “Li ... Lisa yang udah nyuruh gue,” ucap Amel dengan suara gemetar ketakutan. Kiandra tersenyum miring, ternyata gadis itu lagi. Lisa yang selalu membuat masalah kepada Kian setiap hari, bahkan baru saja kembali ke sekolah ini, Lisa sudah menghadiahinya dengan pertikaian kecil. Kiandra lalu bangkit, pamit untuk pulang. Dia menyuruh Aurel untuk menunggu di depan gerbang dengannya. Kiandra menyandarkan tubuhnya di depan pos sekolah. Matanya memincing, menatap setiap murid yang baru saja keluar, menunggu rival bebuyutannya keluar dari sekolah. Saat Lisa mulai terlihat, Kiandra mulai berdiri memberikan senyuman miring yang penuh dengan aura menakutkan. “Lo mau ngapain sih Kiandra Aresta?” panggil Aurel. Perasaan Aurel tidak enak saat Kiandra menatap tajam Lisa dari kejauhan. “Ssst, udah lo diem di sini aja.” Kiandra lalu maju mendekati Lisa. Dia menatap Lisa dengan tatapan mengejek. “Hai, lo kangen ya sama gue sampai bikin masalah,” ucap Kiandra. Lisa menghela nafas, memutar bola matanya, dia hampir dipanggil oleh guru BK, namun berhasil lolos karena ayahnya seorang guru Fisika di sini. “Minggir lo,” ucap Lisa menyenggol bahu Kiandra. Dengan gemas Kiandra menarik kerah baju Lisa dan membuatnya tersungkur. Kiandra berjongkok, menjajarkan wajahnya pada Lisa. “Inget ya kata-kata gue, sejak kaki gue ada di sekolah ini. Kapten tim SMA ini adalah gue, Kiandra Aresta Abimanyu. Gue tau lo takut kan kalau posisi lo gue geser? But, you should know dear, gue emang lebih pantas jadi kapten.” Kiandra lalu berdiri, mengulurkan tangannya kepada Lisa, namun gadis itu menepis tangannya. Dia berdiri sendiri sembari menatap Kiandra. “Gue yang pantas jadi kapten di sini, kalau perlu, kaki lo gue buat patah sampai enggak bisa main lagi!” bentak Lisa. Dia lalu berlari keluar dari gerbang sekolah, Kiandra menghela nafasnya. Permusuhan mereka terjadi saat dulu pacar Lisa—Fabian menyukai Kiandra. Semenjak itu mereka menjadi musuh, padahal mereka dulunya sahabat dekat. Fabian kini sudah pindah sekolah, entah kemana, seolah menghilang tanpa jejak. Karena Fabian, mereka menjadi seperti ini. Saat itu Kiandra sudah menjelaskan bahwa dia tidak memiliki perasaan kepada Fabian sama sekali, namun Lisa tidak percaya dan terus menyebut Kiandra menggoda Fabian. Bahkan saat Fabian pindah sekolah, Lisa juga menyalahkan Kiandra. “Ayo kita pulang Rel,” ucap Kiandra. Aurel menggigit bibir bawahnya, dia yakin Kiandra pasti dalam keadaan tidak baik-baik saja. Bertengkar dengan Lisa sudah pasti membuat mood Kiandra kacau. “Tapi gue males pulang, gimana kalau ngemall dulu?” tanya Kiandra menaikkan alisnya. Aurel mengangguk setuju. Keduanya akhirnya ke mall bersama dan memilih tiket film untuk menonton bioskop. Film Marvel terbaru menjadi favorit Kiandra. Baru saja dia akan duduk di kursi bioskop, dia menoleh ke samping kanan. “Lo ngapain di sini?” tanya Kiandra menatap sebal Davon. “Nonton lah,” jawab Davon cuek. “Rel, kita pindah aja ya, gue males duduk di samping dia,” ucap Kiandra. “Aduh udah deh, kan kalian udah baikan, duduk aja kenapa sih.” Aurel menarik tangan Kiandra dan menyuruhnya duduk. Saat Kiandra baru saja duduk, Davon berdiri, menatap sebal Kiara dan keluar dari bioskop. “Tuh liat! Gaya dia songong banget sumpah,” ucap Kiandra gemas. Seharusnya Davon meminta maaf kepada Kiandra, tetapi sayangnya lelaki itu malah pergi dan bersikap cuek kepadanya. Kiandra lalu bangkit hendak mengejar Davon, dia menyuruh Aurel tetap duduk di kursi bioskop. Kiandra mencari sosok Davon, dia terkejut saat melihat Davon menggandeng seorang perempuan, membawanya ke toilet dan dengan ganasnya mencium gadis itu. Kiandra membulatkan matanya, dia tidak percaya dengan yang dia lihat. Dia kira Davon lelaki suci yang tidak mengenal pacaran, ternyata semua lelaki sama saja bagi Kiandra. Dia berbalik, kembali ke kursi bioskop, mengatur nafasnya dan menikmati film. Sedangkan Davon, dia melepas ciuman gadis dihadapannya. “Lo mau ngapain lagi sih?” ucap Davon kepada Clarita. Dia menatap dengan tatapan sebal. “Gue beneran sayang sama lo Von, please accept gue jadi pacar lo,” ucap Clarita dengan tatapan memohon. Gadis mana yang tidak menyukai Davon Aditya? Tampan, menawan dan memiliki masa depan yang cerah. Hidung mancung, alis tebal dan tubuh atletisnya, membuat gadis manapun akan menahan nafas saat melihatnya. “Orang tua lo enggak ngajarin sopan santun? Lo enggak malu apa jadi perempuan? Kalau gue bilang enggak mau ya enggak.” Davon lalu berbalik keluar dari bioskop, sekilas dia bisa melihat punggung Kiandra yang menjauh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD