Part 30 Ke Jepang

1131 Words
Kiandra dan Davon kini berangkat ke Jepang ketika keadaan Davon sudah membaik. Kian melirik jam tangannya, seharusnya satu jam lagi sudah sampai di tempat profesor Daichi. Sesekali Davon mengeluh, bekas tusukan itu masih terasa ngilu. Jahitannya pun masih basah, karena mendesak, Kiandra memaksakan Davon untuk segera ikut. “Dav, maaf tahan dulu ya sakitnya.” Kiandra mengucapkan dengan nada khawatir. Davon menganggung sembari tersenyum, bibirnya kering dan memucat. Bukan karena kehausan, tetapi menahan sakit di perutnya. Sesekali jalanan yang tidak rata membuat guncang dan luka Davon ikut hampir terkoyak. Kiandra mengambil perban, dia meminta Davon membuka bajunya dan melilitkan perban putih di tubuh Davon, setidaknya mencegah agar jahitannya tidak lepas. Melihat jahitan itu saja Davon menatap ngeri, wajahnya semakin pucat. Dia memalingkan wajahnya, mencoba tidak memperhatikan jahitannya. “Sakit banget?” tanya Kiandra. Davon mengangguk pelan. Setidaknya dia merasa sudah agak membaik daripada beberapa hari yang lalu. Dia memilih memejamkan mata, tidak mau melihat lukanya. Kiandra mengamati jahitan di perut Davon, luka Davon mulai mengering namun masih ada beberapa bagian kulit yang belum menyatu. Kiandra yang memperhatikan begitu dekat saat di taksi membuat Davon merasa geli. “Heh, udah lo ngapain ngeliatin terus?” Wajah Davon memerah lalu mengenakan kausnya. “Bentar lagi itu sembuh, sampai rumah profesor nanti biar dilepas jahitannya.” Davon menghela nafasnya, mencoba mengatur detak jantungnya yang tak karuan. * Khalisa tersenyum menatap Reno, dia sangat senang suaminya mau membelikan mobil baru untuknya. Dia mendekati Reno dan mengusap pipinya. “Aku tau kamu capek sayang, mau aku pijitin?” ucap Khalisa menggoda Reno. Mood Reno sedang tidak baik, dia masih berduka memikirkan ayahnya. Berita di televisi mulai menyebar bahwa Abimanyu telah tiada. Kepemimpinan Abimanyu Corp akan jatuh kepada Reno. Sayangnya Reno tidak pernah tertarik dengan bisnis meski sejak kecil dia selalu dipaksa orang tuanya mempelajari bisnis. Reno selalu ingin menjadi dokter, enggan menjadi pebisnis. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Khalisa, dia ingin memindahkan kekuasaan kepada keluarganya. Khalisa duduk di pangkuan Reno, memeluknya dengan erat, dia sangat tau bagaimana menyenangkan hati lelaki. “Mas, daripada Mas lelah, gimana kalau biar papa aku yang handle semua ini?” tanya Khalisa. Reno menatap mata Khalisa, dia benar-benar tidak tau harus melakukan apa. Namun Reno tidak mau gegabah. “Entahlah, aku masih belum mau memikirkan perusahaan Papa.” Khalisa menggerutu dalam hatinya, sebenarnya tidak sulit merayu Reno, tetapi suaminya terlalu cerdas untuk dibodohi. Khalisa lalu mengecup leher Reno. Dia memeluknya lagi. “Mas, Papa itu orang yang berpengalaman, mungkin bisa menangani bisnis papa kamu,” ucap Khalisa lembut. Reno terdiam sejenak, mungkin benar apa yang Khalisa ucapkan, papa Khalisa lebih berpengalaman untuk mengelola usaha. Berbeda dengan Reno yang tidak tau apapun mengenai bisnis, cita-cita dia hanya mengelola menjadi kepala rumah sakit. “Bagaimana sayang?” tanya Khalisa. Reno sebenarnya masih bimbang, bagaimanapun juga ini adalah perusahaan milik orang tuanya, setidaknya dia harus membicarakan kepada Kiandra meski adiknya dia anggap tidak bisa melakukan apapun. “Iya, aku pikirkan dulu ya.” Reno mengecup pipi Khalisa dan membawa istrinya ke kamar. Khalisa sedikit bahagia mendengar suaminya akan mempertimbangkan hal itu, bisa jadi kemungkinannya Reno akan menyetujui keinginannya. Reno sangat mudah dikontrol oleh Khalisa, dia sangat mencintai Khalisa dan akan melakukan apapun yang Khalisa minta. Satu hal yang selama ini Khalisa sembunyikan, selama ini dia tidak menginginkan kehamilan, bagi Khalisa merepotkan, dia selalu meminum obat anti kehamilan tanpa sepengetahuan Reno. Dia hanya menginginkan harta Reno, tidak benar-benar mencintainya. Dua hari kemudian, Reno berniat pergi menemui Kiandra membicarakan hal ini, namun Kiandra mengatakan dia akan segera pulang. Khalisa masih agak sebal ketika melihat Kiandra, adik Reno itu sempat memergokinya bertemu dengan Alex—kekasihnya. Beruntungnya Khalisa, saat Kiandra mengatakan semuanya kepada Reno tanpa bukti, Reno tidak pernah percaya. Di tengah jadwal operasi yang padat, Reno menyempatkan berbicara kepada Kiandra walau hanya sejenak. Dia berjalan menuju ruang tunggu rumah sakit, mencari adiknya. Dia melihat gadis dengan jaket merah maroon sedang duduk di bangku paling ujung, rambutnya terjuntai kebawah, dahinya tertutupi poninya. Dari samping Reno tau itu adalah Kiandra, nampaknya adiknya sangat mengantuk sampai tertidur. Dia telah menunggu Reno selama satu jam lebih. “Kian,” panggil Reno pelan mengguncang bahu adiknya. Kiandra mengerjapkan matanya, rasanya mengantuk mengelilingi dunia. Dia lelah baru sampai dari Jepang. Orang tuanya sudah agak membaik karena profesor Daichi. Namun keberadaan ayahnya masih Kiandra minta untuk disembunyikan. “Kak,” ucap Kiandra lemah, dia harus bisa berakting seolah kehilangan orang tuanya. Pertama kalinya Kiandra menghayati perannya, dia memeluk Reno sembari menangis. “Gue gapunya siapa-siapa lagi selain lo Kak, please kak jangan buang gue, gue tau gue ini nakal, gue ini ga pernah nurut, tapi please kak percaya sama gue,” ucap Kiandra dengan suara bergetar. Bau obat-obatan menyeruak ke hidungnya karena Reno baru keluar dari ruang operasi. “Iya, gue gak ninggalin lo kok,” ucap Reno. Dia sangat memahami perasaan adiknya. Kiandra pasti bingung dan terluka kehilangan orang tuanya. Sebagai kakak, mau tidak mau Reno harus merawat Kiandra. Mungkin akan sulit bagi Reno, namun ini memang takdir untuknya. “Ada yang mau gue omongin sama lo, di pantry gimana?” Kiandra mengangguk, mereka berpindah tempat agar lebih nyaman berbincang. Kiandra mengusap air matanya, ternyata lelah juga berpura-pura menangis. Dia manatap Reno dengan tatapan serius. Reno cukup terkejut dengan perubahan sikap dan tatapan Kiandra yang tiba-tiba. “Jadi sebenernya, gue gabisa mimpin perusahaan. Kebetulan ayah Khalisa kan pemilik perusahaan, gue mau serahin perusahaan ke mereka, gimana?” tanya Reno. Kiandra tertawa dalam hatinya, sebenarnya kakaknya ini bodoh atau bagaimana. Perusahaan Abimanyu Corporation yang sangat besar dan menjadi market leader di Indonesia kenapa dipindah tangankan kepada orang asing? Kiandra tau dan sangat memahami cita-cita Reno adalah dokter otoperdi. Dia juga ingin menjadi kepala rumah sakit, tapi kenapa Reno sama sekali tidak curiga dengan istrinya. Bahkan kenapa Reno tidak mencari tau penyebab kematian orang tuanya. “Pertama, dengerin gue ngomong. Lo tau kan kalau ayah meninggal karena kecelakaan? Kenapa lo enggak selidiki kasus kecelakaan itu?” tanya Kiandra memiringkan kepalanya. “Ya karena emang ayah gak sengaja kan waktu itu? Emang kecelakaan murni?” ucap Reno. Kiandra tersenyum miring, dia membuka ponselnya, memberikan video kesaksian atas Daniel—supir pribadi mereka yang mengatakan bahwa Khalisa yang menyuruh dia untuk membunuh Abimanyu. Reno terkejut dengan video yang Kiandra tunjukkan, dia setengah tidak percaya. “Kalau lo gak percaya sama gue, gak masalah. Tapi gue peringatin sama lo, perusahaan ayah enggak akan jatuh ke tangan orang yang salah. Dan ayah sama ibu masih hidup, nih liat.” Kiandra menelpon video call dan menampakkan ayah ibunya yang masih sehat. “Semua ini karena Khalisa, keluarga dia yang mau harta kekayaan kita. Lain kali lebih pinter dong kak kalau pilih istri.” Kiandra bangkit dan pergi dari Reno. Seketika Reno masih melongo, hampir tidak percaya dengan yang terjadi. Dia baru membuka matanya, jika memang Khalisa yang melakukan semua ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD