“Untuk sementara kamu di rumah dulu jangan kemana-mana.”
Eloise mendongak mengernyit mendengar perintah Noah. “Tapi aku perlu pulang untuk mengambil barang-barang milikku.”
“Pakaian? Nanti aku belikan. Kalau belum perlu banget ditunda dulu. Kalau boleh aku mau kamu ceritakan tentang keluarga kamu juga. Kenapa kamu sampai kabur dari rumah pasti ada alasan logisnya kan.” Tutur Noah membuat El tidak berani berdalih karena memang benar kenyataannya.
“Aku harus ke kantor dulu, mungkin sebelum makan malam baru pulang. Nanti aku bawakan sayur saja, siang kamu bisa masak lagi, by the way masakan kamu tadi enak juga. Pas bumbunya.”
Mendengar Noah mengatakan pergi ke kantor membuat Eloise mengernyit meragukan ucapan pria konyol itu. “Loh kamu sudah kerja? Aku kira masih kuliah.”
“Sambilan. Kuliah dan kerja barengan. Yah sudah aku pergi dulu. Jangan kemana-mana!” Tegasnya di akhir kalimat menatap dingin kemudian berbalik dan berlalu begitu saja menghilang. Judesnya kambuh lagi, kadang-kadang konyol tapi El juga bisa merasakan sisi baik dan tulus seorang Noah. Mungkin saja karena kurang tidur semalam makanya pria itu jadi mudah merajuk.
Di kantor Noah menjabat sebagai manajer pemasaran Damian grup sekaligus ACG Dept store milik kedua orang tuanya. Dan Brahm mempercayakan kepemilikan Klub Melati di tangan Noah mengingat sang cucu mampu membesarkan klub ini bahkan mulai membangun sistem waralaba dengan nama Bahtera.
“Kata sekretaris loe nyari gua?” Tanya Juan saat masuk sambil mengetuk pintu.
“Iya, Bang.” Kemudian Noah menulis sesuatu di selembar kertas lalu menyerahkannya pada Juan yang berdiri di depannya.
“Tolong gua cari informasi tentang orang ini.”
“Madeline Eloise Burhan?” Tutur Juan sambil mengucapkan kembali nama di kertas itu. “Siapa dia?”
“Pas gua pulang duluan malam itu, gua ngak sengaja lihat cewek mau bunuh diri di danau.”
“Trus hubungannya?”
Wajah Noah terlihat kesal kadang Juan butuh waktu untuk bisa langsung mengerti maksud ucapannya.
“Yah itu Namanya. Gua tolongin dan ternyata masalah hidupnya lumayan berat.”
Bukannya penasaran dengan kisah hidup Eloise, Juan malah terkekeh membuat Noah mulai gregetan mencari pensil bersiap untuk melempar ke wajahnya.
“Yakin banget si Eloise ini pasti cantik orangnya sampai loe repot-repot cari tahu.”
“Nurut langsung napa.” Ucap Noah mulai sengit. “Cari tahu dia dari keluarga Burhan yang mana, Apa kerjaannya pokoknya kayak biasa aja.”
“Siap, Bos.” Sahut Juan sambil terkekeh kemudian wajahnya kembali serius yang sudah dipaham pembahasan berikutnya. “Loe udah baca laporan gua skan?”
“Sudah, Bang. Kalau malam ini mereka datang lagi langsung usir saja. Perketat penjagaan, gua ngak mau sampai Klub Melati terlibat masalah karena segerombolan orang-orang egois seperti mereka.”
“Iyah, gua sudah perintahkan anak buah seperti itu. Tante Gina mengenali salah satu pengunjung dua hari lalu. Namanya Roy, anak buah saingan Opa Brahm dulu.”
Tante Gina dulunya adalah perempuan malam yang menjajakan tubuhnya di Klub Melati dulu sekali. Namun sejak Opa Brahm menikah maka semua hal-hal berbau prostitusi dan obat terlarang tidak lagi diijinkan. Konsep klub sejak dipegang Adam muali berubah menjadi klub dan ruang karaoke dengan desain gedung yang lebih terang sekaligus mewah hingga nilai Klub Melati menjadi lebih tinggi.
Diskotik tetap ada di jam malam di lantai dasar dan tutup tengah malam. Itu sebabnya di Klub Melati sekarang lebih banyak ruang VIP kedap suara di desain sebagai tempat berkumpul, melobi ataupun acara remaja. Tentu saja semua ruangan dilengkapi dengan kamera CCTV untuk mencegah kebocoran.
“Nanti malam loe pulang ke rumah? Nyokap tadi ngasih tahu Tante Ciara ngundang bonyok buat makan malam di rumah.”
Noah nampak mendengus bersandar di kursinya. “Pulang bentaran. Palingan ambil sayur trus langsung balik lagi soalnya lusa sudah mulai kuliah. Loe tahu kan alas an gua, Bang.”
“Ck, perasaan pas gua skripsi kemarin ngak seribet loe. Dah lulus selesai yang penting jadi tuh buku primbon.”
“Dah sana. Bawel!”
Juan keluar dari ruanganku sambal menertawaiku. Mana ada asisten sekurang ajar dia, tapi lucunya aku yang jadi atasan Juan malah belum lulus kuliah. Ironis memang hidup di dunia ini.
Tiba di kediamana Damian, Noah melihat ibunya berada di taman belakang bersama nenek dan adik-adiknya. Ayah dan kakeknya mungkin sebentar lagi sampai karena dirinya memang pergi lebih dulu tepat jam lima. Noah memutuskan ke atas lebih dulu untuk mengambil beberapa barang di dalam kamarnya yang bersebelahan dengan kamar dua adiknya. Setelah itu barulah ia turun ke taman menghampiri Ciara, mengecup pipi ibu juga neneknya yang sedang duduk menikmati pemandangan di taman ini.
Noah bahkan tertawa geli melihat adik bungsunya sedang menyirami deretan tanaman sehat di sana, berbeda jauh dengan Lau adik perempuannya justru terlihat tomboy sehari-hari. Ciara dan Adam sampai tidak habis pikir dengan anak perempuan mereka entah keturunan dari mana sikapnya itu.
“Kamu tidur disini kan, Noh?” Tanya Ciara mengharapkan Noah tinggal di rumah malam ini.
“Kan belum seminggu. Noah pulang ambil barang yang ketinggalan untuk persiapan skripsi, Mam.”
Ringisan serta ucapan Noah membuat Ciara merajuk harapannya pupus membuat Oma Karina yang meledek cucu pertamanya itu karena memang kehadiran Noah cukup membuat kediamannya lebih ramai dengan tingkah usil dan konyolnya itu. “Mama kamu tuh kangen sama kamu, Noh. Kalaupun harus menginap di apartemen, setidaknya kamu berkunjung begini setiap sore. Oma juga kangen sama kamu loh. Rumah jadi sepi ngak ada kamu, Noh. Si Lau ngak ada musuh seimbangnya. Ben juga kasihan ditindas sama Lau terus tuh.”
“Ih, Oma. Justru aku lagi ngak niat isengin Ben. Ngak seru kalau akhirnya ngadu ke Mama. Malas bener endingnya aku yang dimarahi Mama. Kalau sama Abang Noh lebih seru, udah lama juga kita ngak gelut, Bang.” Ucap Laurent sambil mengendikkan dagunya menantang sang kakak.
“Kamu tuh cewek, Lau. Apa-apaan sih bahasanya gelat-gelutan gitu. Lama-lama Mama masukkin kamu ke sekolah kepribadian biar jadi lempeng. Siapa yang mau sama kamu coba kalau kelakuan kamu pecicilan gitu.” Gerutu Ciara gemas melihat kelakuan anak perempuannya ini.
“Namanya juga menjaga diri dari segala ancaman yang mungkin terjadi. Mama ngak tahu aja sih, aku begini saja masih suka dimusuhin apalagi pake rok bisa-bisa nanam musuh banyak. Jangan yah, Mam. Di kampus aku masih pakai rok sekali-kali loh. Tapi jadi ribet kalau ada yang jahil ke aku, ngak bisa nendang tinggi.”
Betulkan, akhirnya semua perkataan Laurent berujung pada kekerasan lagi dan membuat Ciara menepuk keningnya mendesah pasrah. Memang tidak dipungkiri Laurent memiliki wajah yang sangat cantik versi perempuannya wajah Adam.
Noah terkekeh melihat drama lucu di keluarganya. Meskipun mereka seringkali beradu mulut bahkan sampai membuat si bungsu menangis tapi ketiganya akan menjadi kompak jika salah satu dari mereka disakiti orang lain. Dulu Laurent sempat di bully Meta teman sekolahnya karena cemburu buta. Karena berjanji tidak akan bertengkar, gadis itu diam saja menerima perlakuan teman kelasnya. Noah yang tidak sengaja memergoki langsung bertindak membalasnya. Tentu saja tidak menggunakan dirinya sendiri melainkan waktu itu Noah memanas-manasi anak sekelas Laurent yang lain dan berakhir dengan pertengkaran Meta dengan Juwita yang menghebohkan satu sekolah.
Laurent yang tahu siapa dalang dibalik ngamuknya Juwita si gadis tambun preman sekolahan itu hanya tersenyum mencari keberadaan kakaknya di sekolah. Kemudian mentraktir makan siang Noah sebagai ucapan terima kasihnya.
“Aku ngak ikut makan malam yah, Mom. Tapi boleh bawa pulang ke apartemen saja ngak? Aku belum lapar.” Ucap Noah lagi-lagi dicemberuti sang mama.
“Ck, kamu ini. Yah sudah Mama suruh mbak bungkusin buat kamu sekarang.”
Mbak Siti yang sudah lama menjaga Ciara langsung pamit untuk menyiapkan makanan.
“Banyakan sayurnya yah, Mbak.” Teriak Noah tersenyum meringis menatap mama nya. “Biar tengah malam lapar masih ada makanan, Mam.” Setelah urusan makan malam selesai, kejahilan Noah kambuh lagi.
“Lau sini.”
“Apaan, Bang?”
“Bantuin Ben pindahin tanaman noh ke pot besaran.”
Gadis itu histeris seketika. “Ih! Ngak mau! Udah tahu tanahnya banyak cacing-cacing.”
“Ck, jagoan sih takut sama cacing. Udah hayo buruan.”
“Abang!” Mulai bergulat melepaskan diri dari cengeraman lengan Noah di lehernya menyeretnya pada Ben.
Lebih parahnya lagi Ben malah sengaja mengambil seekor cacing dari tanah dan diperlihatkan di depan wajah Laurent.
“Oma!! Mama!! Ben sama Abang nakal ih!! Hih… Aku geli, Bang. Lepasin ih!”