Bab 16. Rasa Seorang Kakak

1493 Words
“Ayo pulang!” Perintah Virna menarik paksa tangan Eloise tanpa mempedulikan raut tangis putrinya meringis merasa sakit karena cengkeraman erat tangan Virna dan Reza ditambah lagi dengan rasa malu karena jadi tontonan di kampus. Reza menarik balik tangan Eloise juga tanpa perasaan. Yang keduanya lakukan benar-benar keterlaluan tanpa memikirkan sesakit apa El di Tarik-tarik berlawanan arah seolah dirinya hanyalah boneka yang sedang diperebutkan. Kalau boneka bisa terbelah dua tidak masalah, sedangkan yang sedang diperebutkan adalah anak manusia yang bisa merasakan pedih, terluka dengan perbuatan kasar mereka. “Tolong, lepasin!” Pinta El ketakutan, air matanya sudah tak terbendung berlinang benar-benar malu sekali dilihat oleh banyak mahasiswa. Sedangkan Jane pasti tidak tahu kalau dirinya sedang kesulitan. Kalau sudah begini, El menyesal tidak melaporkan dirinya sudah selesai mengajar. Kalau saja boleh memohon mujijat saat ini ia meminta agar Jane segera datang menyelamatkannya. Dalam hatinya ia berjanji untuk tidak protes dan nurut jika diberitahu oleh Jane maupun Noah. Benar saja, kedua tangannya terasa ringan karena ada yang memaksa melepaskannya dari cengkeraman Virna maupun Reza. Namun yang menyelamatkannya bukanlah Jane, melainkan satu lagi mimpi buruk yang datang menghampirinya. Seperti lengkap semua peran antagonis dalam hidup Eloise hadir bersamaan mempermalukan dirinya. Hilang sudah wibawanya sebagai seorang dosen di kampus ini. “Sudah aku bilang jangan lagi ganggu El, Mah!” Teriak Tristan menarik Virna agar menjauh dari El. Kemudian ia menatap sengit pada Reza dan mendorongnya. “Dan loe masih ngak tahu malu datang ganggu adik gua hah!” Eloise yang ditarik Tristan bersembunyi di belakang punggungnya hanya pasrah bercampur rasa syukur terlepas dari dua iblis yang ingin menangkapnya. Namun ia harus berpikir cepat untuk bisa kabur dari Tristan juga setelah ini. Mereka bertiga adalah orang-orang yang tidak ingin dilihat Eloise lagi bahkan kalau boleh ia tidak ingin berhubungan dengan mereka semua. “Ibu Eloise!” Mendengar suara yang memanggil namanya saja sudah membuat Eloise ingin sujud syukur. Jane yang melihat kasak-kusuk mahasiswa yang mengatakan ada dosen yang diseret ke lobi kampus langsung membuat otaknya kepikiran tentang El. Ia berlari secepat mungkin menuju lobi sambil mengumpat kesal karena kecolongan dalam melindungi Eloise. “Jane..” “Ibu ngakpapa kan? Saya dari tadi berdiri di depan ruangan Ibu buat konsultasi skripsi bab dua. Ayo, Bu. Sudah siang nih.” Ucap Jane sengaja menarik Eloise tanpa dicurigai oleh ketiga orang yang baru ia lihat juga. Bahkan hanya dengan sekali tatap, Jane langsung menebak apa peran ketiga orang ini dalam kehidupan El. “Iyah. Ayo, Jane.” Eloise yang membaca isyarat di wajah Jane langsung menanggapinya. Virna yang tidak terima putrinya ditarik menjauh bermaksud untuk menggapai tangan Eloise kembali namun dengan cepat Tristan menghalangi. Begitu juga dengan Reza yang mencoba melakukan hal yang sama ditarik kerah kemejanya oleh Tristan. “Lepas, bangsatt!” Maki Reza marah karena usahanya bertemu dengan El gagal lagi. “Loe ngak lihat El masih ada kerjaan. Lagian Mama juga kenapa ngak bisa lihat tempat, ini kampus. Ngak malu dilihat banyak orang hah!” Umpat Tristan meluapkan kekesalannya karena sebenarnya niatan Tristan mendatangi kampus juga sama-sama ingin bertemu dengan Eloise. Hanya saja pria satu ini tidak bermaksud untuk menakutinya. Pria itu hanya sedang merindukan adiknya saja, jadi kedatangannya hanya ingin memperhatikan El dari kejauhan. Mana disangka ternyata mama dan mantan pacar adiknya itu ada disini. Pipi Tristan terasa perih karena Virna menamparnya dengan kilatan amarah dimatanya. “Anak ngak tahu diuntung. El itu satu-satunya alat kita supaya ngak jatuh bangkrut, kalau dia nikah sama Pak Pramudi maka perusahaan kita masih bisa diselamatkan. Ngerti kamu!” Tristan tidak membalas hanya diam menahan pedih di pipinya. Tapi matanya menatap tajam pada Reza yang masih bertahan sengaja menikmati dirinya ganti dipermalukan di kampus. “Bapak dan Ibu, ini wilayah kampus dan dilarang keras untuk berbuat keributan disini. Kalau ada masalah mungkin bisa mencari tempat untuk berdiskusi baik-baik.” Tegur kepala keamanan kampus yang ditemani tiga orang satpam. “Maaf, Pak. Kami segera pergi dari sini. Sekali lagi saya minta maaf.” Ucap Tristan. Namun berbeda dengan Virna yang masih berkeras untuk menunggu Eloise. “Saya ini mamanya dosen tadi. Dia kabur dari rumah, wajar dong Pak saya nungguin putri saya.” Seru virna dengan dadanya naik turun masih menggebu-gebu. “Dibicarakan di rumah, Ibu. Silahkan Ibu pulang dulu, nanti kami akan bantu membujuk Ibu Eloise supaya mau pulang ke rumah.” Kepala keamanan di kampus ini dulunya pernah bekerja sebagai kepala keamanan di komplek perumahan Virna tinggal. Makanya dia paham sekali seperti apa kelakuan arogan mama dari Eloise ini. Tentu saja dia tidak akan memberitahu Eloise karena menaruh iba pada dosen cantik dan baik hati itu. Sadar dirinya sudah lepas kendali dan berkelakuan buruk pada El, Reza pun memilih diam dan mengalah meninggalkan kampus tempat pacarnya mengajar. Sejak perselingkuhannya ketahuan oleh El, Reza benar-benar merasa menyesal bahkan di hari itu juga dia rebut besar dengan Fina dan meminta putus dari teman baik Eloise. Sayangnya niat untuk melunakkan hati Eloise malah beralih dengan kehadiran pria yang mengatakan akan melindungi El dan memintanya menjauh. Harga diri Reza seperti tertampar bahkan mulai menganggap kemarahan Eloise soal perselingkuhannya harus selesai karena pacarnya itu juga telah melakukan hal buruk yang sama kepadanya. Kedatangan Reza hari ini untuk membujuk El dengan memojokkan wanita itu dan mengajaknya berbaikan melanjutkan hubungan mereka kembali. Sedangkan Eloise masih terdiam ketika Jane menarik tangannya menuju parkiran. Wajahnya terus menunduk menutupi rasa malu dengan tatapan para mahasiswa yang melihat kejadian barusan. Entah iba atau justru akan mencibir dirinya, entah bagaimana ia harus masuk ke kelasnya besok berhadapan dengan para anak didiknya nanti. Saking kalutnya, El tersentak ketika Jane memeluk tubuhnya di parkiran. “Sudah, mereka sudah tidak terlihat lagi. Maafin Jane yah, Kak. Harusnya aku tungguin Kak El di depan ruangan saja. Ada yang sakit atau terluka, Kak?” Tanya Jane memperhatikan tubuh El dari atas ke bawah. “Ngak, Jane. Aku ngak kenapa-napa, cuma pergelangan tanganku kayaknya terkilir. Kita pergi dari sini dulu.” “Iyah, ayo.” Tapi bukannya mengantar Eloise pulang ke apartemen milik Noah, gadis itu malah membawa El ke depan parkiran unit gawat darurat rumah sakit. “Ngapain kemari, Jane. Tanganku hanya terkilir, pake arak gosok juga sembuh.” “Ngak! Harus di cek dulu. Kalau sampai kenapa-napa aku yang bakalan menyesal, Kak.” Jawab Jane kemudian memaksa El keluar dari mobil sambal tangannya melambai memanggil perawat jaga di sana. “Tolong diperiksa pergelangan tangannya. Tadi ditarik-tarik kencang sama perampok di jalanan.” Seru Jane sengaja berbohong pada perawat mengenai alasan sebenarnya. El pun terpaksa masuk diperiksa. Benar saja tangannya terkilir kemudian dokter jaga memberikan salep juga obat anti nyeri untuk diminum malam ini. “Harusnya ngak perlu repot-repot, Jane. Mana aku ngak boleh bayar tagihannya, aku jadi merasa ngerepotin kamu banget, Jane.” Jane menggeleng menatap sekilas El kemudian pandangannya fokus kembali memperhatikan jalanan. “Ini sudah jadi bagian tanggung jawab aku, Kak. Kalau sampai Kak El kenapa-napa, bukan cuma aku tidak mumpuni menjalankan perintah tapi aku juga bakalan menyesal dan merasa jadi manusia gagal.” Eloise menoleh menatap wajah Jane yang terlihat serius bercampur sendu menjelaskan alasannya. “Dalam menjalankan tugas, Kak Juan dan Noah selalu mengatakan untuk memakai kasih meskipun kita dituntut untuk keras dan tegas. Aku sudah menganggap Kak El seperti Kak Juan abangku sendiri. Jadi kalau sampai Kakak kenapa-napa, pasti sedih banget. Eloise menghela nafas panjang, meluapkan perasaan harunya dengan mengeratkan kedua tangannya yang saling bertautan. Ironis sekali hidupnya, disaat keluarganya sendiri menganggapnya seperti boneka, tidak pernah menghargai kehadirannya apalagi berusaha untuk melindunginya sebagai kewajiban orang tua pada anaknya. Justru Tuhan mempertemukan dirinya dengan orang asing yang begitu tulus membantu dan melindunginya seperti Noah juga Jane. El mengusap lengan Jane menatapnya masih dengan linangan air mata mengalir di pipinya. “Kakak kamu ini ngakpapa kok. Jadi jangan salahkan diri kamu yah. Justru aku berterima kasih sudah mengenal kamu, Jane. Mulai hari ini, aku akan menuruti semua ucapan kamu yah.” Jane menoleh kemudian tersenyum sambil menatap jalan raya. “Nurut sama Noah juga lah, Kak. Dia itu memang dingin dan keras di luarnya karena memang keluarganya mendidik seperti itu. Tapi percaya deh, Noah dan keluarganya juga teman-teman kami semua orang baik. Kami semua tumbuh dilingkungan yang sama sejak kecil. Kalau Noah orangnya berengsek, mana mungkin aku dan abang mau berteman dekat.” Bicara soal Noah, Eloise menyadari sesuatu. “Jane, soal kejadian hari ini kamu ngak bakal laporan ke Noah kan? Daripada dimarahin mendingan ngak usah bilang iyah kan? Kamu ngak mau kan kakak kesayanganmu ini sampai dimarahi sama si kulkas datar itu.” Bujuk El membuat Jane meringis. Bukan soal dimarahi atau tidak, dalam hati Jane ini soal kepercayaan yang sudah menjadi bagian dari latihan disiplin mereka sebagai penerus orang tua Jane dan abangnya dalam melindungi keluarga Damian. Akhirnya Jane hanya bisa tersenyum meninggalkan jawaban ambigu pada Eloise, tidak mengiyakan tidak juga menolak. Pikirnya kalau sampai nanti Noah menegur El, dia pasti akan dihadiahi wajah masam Eloise. Lebih baik begitu saja, mungkin satu hari nanti Eloise akan mengerti maksud dari tanggung jawab seorang bodyguard tidak bisa semudah menuruti perintah saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD