Akhirnya El pun diam dan Noah menurunkan dirinya sebelum pintu lift terbuka. Sampai di depan pintu apartmen Noah membuka pintu menggunakan kode dan masuk ke dalam namun El malah diam mematung ragu untuk masuk ke dalam.
“Ngapain berdiri di situ.”
Melihat El masih diam Noah menarik tangan gadis memaksa masuk kemudian menutup pintu.
“Duduk di sofa. Aku ambil kotak P3K dulu.”
Meski masih meragu, El tetap menurut dan duduk di sofa sambil mengamati desain apartmemen Noah. Sederhana. Ruangannya cukup besar, terdapat dua kamar tidur lalu kitchen stool yang terkoneksi langsung dengan ruang tamu. El sendiri tahu apartemen ini lumayan mahal dalam hatinya ia menebak Noah pasti sudah membual dengan mengatakan memiliki apartemen sendiri. Pasti orang tua pria ini kaya dan membelikan apartemen ini untuknya.
Noah masuk ke dalam kamar, pikir Eloise pria itu membiarkannya sendirian di ruang tengah ini tanpa memberinya petunjuk harus apa.
‘Kalau cuma buat dicuekin ngapain juga nampung gua di sini. Nyebelin amat nih orang. Itu muka mana udah kayak mesin es batu dingin seremin banget.’
Ternyata dugaan Eloise salah, tidak lama kemudian Noah keluar membawa satu stel pakaian lalu ia letakkan di atas meja.
“Pakai ini dulu sementara. Besok aku belikan lagi. Kamar mandi di sebelah sana dan kamu bisa tidur di kamar sebelah sini.” Ucapnya memberitahukan.
“Iyah.” Jawab Eloise singkat berlalu masuk ke kamar mandi begitu juga dengan Noah.
Ketika Eloise sudah selesai mandi, ia keluar dan sudah mendapati Noah sedang duduk di safa.
Dihadapannya sudah ada kotak P3K.
“Sini duduk.”
Eloise pun menuruti duduk berhadapan dengan Noah yang sedang membuka kotak tersebut. Mengambil cutton bud dan cairan iodine kemudian menarik tangan El lalu membubuhkan cairan itu pada kedua siku tangannya.
Meskipun kikuk namun El berusaha tenang memperhatikan tangan Noah dan mendapati siku pria itu jauh lebih parah lukanya dibanding luka siku miliknya.
“Kamu juga luka, nanti gantian aku obatin.”
“Hem, terima kasih.”
Sesekali Eloise meringis merasakan pedih saat Noah menempelkan cairan iodine di luka tersebut.
“Maaf tapi memang perih, tahan sedikit lagi. Tinggal di kaki kamu.” Ujar Noah menatap Eloise sejenak kemudian melanjutkan kegiatannya Kembali. Wajah El berubah merah ketika Noah menaikan celana pendek yang dipakai El sampai ke paha.
Tanpa merasa bersalah Noah lanjut membubuhkan cairan iodine pada dengkul dan tulang kering yang terluka karena benturan.
“Sudah.” Lalu Noah bangun namun El keburu menarik ujung kaosnya.
Sini gantian aku yang obatin. Tadi kamu jatuh pas lindungin aku kan, pasti luka kamu lebih banyak.
“Yang lain aku bisa obatin sendiri tapi ada bagian yang ngak bisa aku jangkau kalau memang kamu mau bantu.”
“Maksudnya? Selama ngak aneh-aneh aku ngak masalah.”
“Oke.” Kemudian Noah mengangkat kaos tidur yang dipakainya.
Sungguh mata El ternodai melihat pahatan indah tubuh Noah yang sedang membelakanginya. Dari belakang saja sudah seksi begini membuat El penasaran seperti apa bagian depannya. Otaknya langsung membayangkan lekuk demi lekuk macho seksi seperti dalam film-film.
“Kamu niat bantuin ngak!” Ucap Noah ketus mengacaukan otak kotor El.
“Eh iyah, sebentar.”
Eloise tidak mendengar Noah mendesis sedikitpun seolah luka-luka di punggungnya tidak sakit padahal ada satu tempat yang sudah mulai keunguan di sebelah kiri punggung atasnya. Pasti tadi Noah menahan tubuh mereka berdua di sana.
“Maaf, punggung kamu memar biru. Kalau kamu punya arak gosok lebih baik di kompres pake itu.” Ucap El.
“Aku ada, sebentar.” Kemudian Noah berdiri dan mengambil arak gosok di dalam lemari yang terdapat di sebelah kitchen set.
Sedangkan Eloise mendapatkan suguhan pemandangan yang diinginkannya barusan. Bagian depan Noah benar-benar menggoda mata Eloise. Perutnya sudah seperti deretan jagung raksasa, dadanya terbentuk atletis datar dan kencang, ditambah lagi lengan kekar dengan otot bisep yang menyembul sempurna. Kekar berotot sempurna dalam bayangan El adalah yang tidak seperti para binaraga. Ukuran Noah sangat ideal sekali.
“Aduh!”
El memegang keningnya karena baru saja di sentil oleh Noah.
“Kamu itu cewek tapi otaknya messum.”
“Ish! Siapa! Enak aja!” Sahut El ketus bukan main tapi Noah malah tersenyum tipis karena wajah El membuktikan sebaliknya.
“Kalau ngak disadarin bisa-bisa kamu ileran nanti. Nih botol sama kapasnya.”
Mata El menatap malas, malu bercampur kesal karena sudah ketahuan mengagumi tubuh Noah. Rasanya mau kabur saja.
Perlahan Eloise menempelkan kapas yang sudah dibasahi arak gosok ke punggung Noah lalu bibirnya reflek meniupi punggung tersebut.
Maksud El mungkin baik agar Noah tidak merasa perih kalua arak gosok yang ditempelkan mengenai luka tipis di sana. Namun bagi Noah ini adalah siksaan karena tiupan mulut El membuat sesuatu dalam tubuhnya mulai bergejolak.
“Sudah.”
Ucapan Eloise langsung membuat Noah beranjak bangun dan memakai kaosnya Kembali sambal berdeham menetralkan kerongkongannya yang terasa kering.
“Kamu sudah makan? Aku mau bikin mie instan.”
Belum juga Eloise menjawab, perutnya sudah dulu memberitahu membuat Noah mendecih tawa meledek.
“Boleh deh.”
Noah beranjak ke dapur, mengeluarkan panci juga tiga bungkus mie instan.
El memang tidak sempat makan malam saat keluar dari kediaman orang tuanya, dipikirnya baru akan makan ketika sampai di apartemen Reza. Ternyata suguhan makan malam laki-laki yang sudah lima tahun menjadi pacarnya jauh dari luar biasa bahkan mampu membuat rasa laparnya hilang seketika.
“Mau aku bantu?”
“Kamu duduk di sana saja, lima menit juga selesai.” Sahut Noah dengan tangan terampil menuangkan bumbu juga telur ke dalam air rebusan mie.
Setelah lima menit, rasa lapar Eloise semakin menjadi menghirup aroma wangi mie instan yang sudah bercampur dengan bumbu dan minyaknya. Ia pun terkekeh melihat perbandingan mangkuknya dengan milik Noah karena Noah makan dua bungkus. Tidak heran lah karena postur tubuh Noah yang kekar berotot dengan lekukan sempurna itu membutuhkan banyak nutrisi.
Hais! Kenapa juga bahas otot kekar, pikir Eloise mengutuki pikiran kotornya sendiri. Padahal baru bertemu dengan Noah sekali ini dan El yakin sekali usianya jauh lebih tua dibandingkan Noah dilihat dari wajah pria yang telah menolongnya ini.
Acara makan malam tertunda Noah terganggu ketika mendengar isakan tangis Eloise. Rasa lapar membuatnya tidak memperhatikan El dan menikmati mie instan buatannya.
“Makan dulu, isi tenaga kalau mau nangis lagi.” Ucap Noah terdengar kesal mulai berpikir kalua gadis dihadapannya ini manja dan cengeng. Kalau tidak mana mungkin dia sampai mikir bunuh diri.
“Jadi cewek jangan lemah. Jaman sekarang harus tangguh dan kuat biar ngak mudah di bully orang lain.”
“Aku ngak selemah itu asal kamu tahu. Kamu itu baru ketemu aku sebentar, jangan asal menilai saja.”
“Kalau gitu kasih tahu ke aku biar aku ngak salah nilai kamu.”
“Aku sedih, bahkan papa yang seharusnya melindungi aku saja tidak pernah buatin aku mie instan atau beliin aku makanan. Malah kamu yang orang asing semudah itu nolongin aku.”
Ucapan Eloise membuat Noah menghela nafas dengan perasaan bersalah menjalar di benaknya.
‘Apa yang sudah terjadi sama kamu sampai kamu putus asa seperti tadi?’
“Memangnya mama kamu kemana?” Noah mulai mencari tahu.
“Aku ngak tahu mama ku sepertinya lupa kalau aku dilahirkan dari seorang mama. Yang aku ingat adalah mama tiri yang sudah nikah sama papa.”
“Kamu ngak nanya mama kandung kamu? Apa dia masih hidup? Mungkin saja mereka cerai.” Sambil mengambil tisu dan diberikan pada El. Sedangkan gadis itu menggeleng membuat Noah merasa harus mencari tahu lagi beban berat yang dipikirkan gadis dihadapannya ini.
Diam-diam mata Noah memperhatikan wajah cantik El. Bolehkan ia berpikiran kalau El sangat cantik melebihi semua gadis yang pernah ia temui.
“Habisin dulu, setelah itu tidur saja. Kamu pasti lelah, aku juga harus mengerjakan sesuatu.”
Setelah membantu Noah membersihkan peralatan makan keduanya masuk ke dalam kamar masing-masing untuk beristirahat. Karena lelah menangis akhirnya El tertidur juga di kamar orang asing yang menolongnya.
Sedangkan Noah masih terjaga menggali informasi tentang tema skripsi yang akan dibuatnya. Setidaknya sampai pertemuan awal dengan dosen pembimbingnya nanti, ia tidak terlalu banyak tugas berhubung masih harus bekerja di kantor nantinya.
Sampai Noah mendengar suara teriakan Eloise, pria itu bergegas lari dan membuka pintu kamar.
“Jangan, jangan tinggalin aku Mam! Mami!!”