Bab 16: Alamat Palsu

1020 Words
Setelah pulang sekolah, Mitha dan Fanny pergi ke rumah sakit lagi, Mitha terus memohon agar resepsionis memberi tau di mana pasien yang dia tolong kemarin tinggal, tapi resepsionis itu tetap tidak mau memberikan informasi apa-apa kepada Mitha. Tanpa Mitha sadari ada seorang pria yang terus memperhatikannya dari kejauhan, dan terus mengambil foto dirinya. Orang itu pun berhasil mengambil foto wajah Mitha dan Fanny dengan jelas. "Ayolah, Suster, tolong saya, kemarin kan saya yang bawa dia ke sini, saya juga yang kasih jaminan, saya gak ada niat jahat kok, saya cuma mau ambil kalung saya lagi, soalnya itu kalung sangat penting buat keluarga saya," ucap Mitha lagi. "Maaf, Dek, saya tidak bisa memberi tau informasi pasien di sini," ucap suster. "Ya ampun, Sus, kita itu bukan orang jahat, tinggal kasih tau alamat aja susah banget, dari kemarin kita bolak balik ke sini cuma buat tanya ini, Suster," ucap Fanny. "Maaf banget ya, saya gak bisa bantu kalian," ucap suster lagi. Mitha pun hanya menghela nafasnya dengan panjang. "Ya udah, Fan, kita pulang aja, percuma juga balik lagi ke sini, kita gak bakalan dapat info apa-apa," ucap Mitha dengan lesu. "Ck... tinggal kasih alamat aja ribet banget sih," ucap Fanny berdecak kesal lalu Mitha dan Fanny pergi dari rumah sakit. "Di mana alamatnya?" tanya Damar, dia sejak tadi menunggu Mitha dan Fanny di parkiran. "Alamat palsu," jawab Fanny. "Alamat palsu gimana?" tanya Damar dengan kening yang berkerut. "Mereka masih gak mau kasih alamat korban itu, Bang," jawab Mitha. "Oh," ucap Damar dengan santai. "Abang kok santai banget gitu sih," ucap Mitha. "Terus Abang harus gimana? Masa Abang harus salto di sini?" tanya Damar. "Ish... nyebelin banget deh, udahlah mendingan kita pulang," jawab Mitha lalu masuk ke mobil damar dengan bibir yang mengerucut. "Beneran gak dapat info apa-apa, Fan?" tanya Damar. "Beneran lah, masa bohongan," jawab Fanny. "MAU JALAN SEKARANG GAK, ATAU AKU NAIK TAKSI!" teriak Mitha dari dalam mobil. "Iya, iya, bawel deh ah, kalo marah emang nyebelin, udah kayak syaiton mau nelen orang aja," ucap Damar lalu dia dan Fanny masuk ke mobil. Setelah itu mereka pergi. "Udah dong, Mith, jangan cemberut terus, makin berlipet tuh pipi sama leher," ucap Fanny, niat hati ingin mencairkan suasana malah mendapatkan lirikan tajam dari Mitha dan Damar. "Santai coy, gitu amat liatin gue," ucap Fanny. "DIEM!" ucap Mitha dan Damar bersamaan. "Oke, oke, gue diem, udah gue kunci nih bibirnya terus gue buang kuncinya," ucap Fanny, sambil memperagakan tangan mengunci bibirnya lalu membuang kunci. "Gitu, lebih bagus dari pada ngoceh gak jelas, bikin kuping gue sakit aja," ucap Damar. "Abang juga diem, bukannya bantuin mikir, tapi malah bikin kesel," ucap Mitha. "Ya mau gimana lagi, mereka gak mau kasih info apa-apa, ya udah ikhlasin aja," ucapan Damar membuat Mitha menghela nafasnya dengan panjang. Keadaan pun menjadi hening, sampai mereka masuk ke komplek perumahan tempat Fanny tinggal, matanya memicing saat melihat sebuah mobil Camry berwarna hitam mengikuti mobil mereka. Fanny hendak membuka mulutnya untuk memberi tau Damar, tapi dia urungkan karena mungkin saja dia salah satu orang yang tinggal di komplek perumahan itu. "Kenapa tuh bocah, biasanya heboh banget kalau mau pulang," ucap Damar dengan kening yang berkerut. Fanny masih diam mematung memperhatikan mobil Camry itu yang berhenti di kejauhan, sedangkan Mitha dan Damar sudah pergi dari hadapan Fanny. "Astaghfirullahal'adzim!" pekik Fanny saat mobil Camry itu lewat tepat di hadapannya. "Haiish... kenapa gue malah diem kayak orang bego gini, tuh kan beneran mobil itu ngikutin mobil bang Damar," ucap Fanny lagi lalu dia mengambil ponselnya, dia terus menghubungi Damar dan Mitha, tapi mereka sama sekali tidak menjawab panggilan telponnya. "Haiish... kenapa pada kompak banget sih gak angkat telpon gue," ucap Fanny dengan gelisah, dia terus mencoba untuk menghubungi Mitha dan Damar, hasilnya tetap sia-sia. "Ya Allah, semoga gak terjadi apa-apa deh sama mereka," ucap Fanny lalu dia masuk ke rumahnya, tapi dia masih berusaha untuk menghubungi Mitha dan Damar. *** Aland yang baru saja selesai terapi, lalu dia mengambil ponselnya yang berdering, ternyata Ferdi menelponnya. "Haiish... dia bodoh atau bagaimana, aku saja masih sulit untuk bicara, kenapa malah meneleponku," ucap Aland dalam hatinya. "Angkat aja, Land, siapa tau penting," ucap Melinda, Aland pun menekan panel hijau di layar ponselnya. "Halo, Tuan, saya menemukan dia." ucap Ferdi di ujung sana. "I... I... Ik...." Piip Pluk Aland memutuskan sambungan telponnya sepihak lalu melempar ponsel itu ke atas ranjangnya. "Kenapa sih, malah marah-marah?" tanya Melinda. "Haiish... kenapa semua orang sangat menyebalkan," ucap Aland di dalam hatinya. BRAAK Aland mendorong kursi rodanya sendiri hingga membentur ambang pintu dan membuat Melinda yang sedang merapikan kamarnya terkejut. "Ya ampun, Land, kamu kenapa sih?" tanya Melinda, Aland tidak menghiraukan pertanyaan ibunya, dia tetap melanjutkan mendorong kursi rodanya hingga dia sampai di ruang tamu. "Aland, kamu mau ke mana!" teriak Melinda. "Aku sangat benci keadaan seperti ini!" maki Aland di dalam hatinya dengan tangan yang terkepal kuat dan rahang mengeras. "Ada masalah apa?" tanya Melinda lalu memberikan ponsel milik Aland, Aland hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan lalu menatap Melinda, terlihat raut wajah sedih di sana membuat Aland merasa bersalah. Aland mengambil ponselnya lalu mengetikkan sesuatu di sana. "Aku hanya ingin sembuh dan segera bertemu dengan dia, Ma," tulis Aland. Lalu Aland memberikan ponselnya kepada Melinda. "Ya ampun, apa dia sudah tau jika Giska mengkhianatinya?" tanya Melinda di dalam hati, tak sadar setitik bulir kristal jatuh di sudut matanya. "Ma...." ucap Aland dengan terbata lalu menghapus air mata Melinda sambil menggelengkan kepalanya. "Cepat sembuh, Nak," ucap Melinda dengan sendu. "Ya, Ma, aku pasti sembuh dan segera mencari dia," ucap Aland di dalam hatinya. "Kalau mau apa-apa telpon Mama, atau chat aja, jangan marah-marah kayak gini, Mama jadinya bingung," ucap Melinda. Aland menganggukkan kepalanya seraya tersenyum, lalu Melinda mendorong kursi roda Aland kembali ke kamarnya, Aland pun kembali membuka ponselnya karena mendapatkan pesan dari Ferdi, ternyata Ferdi mengirimkan beberapa foto, foto dua orang gadis yang memakai seragam SMA dengan postur tubuh yang berbeda. "Cantik," gumam Aland di dalam hatinya. "Cari di mana dia tinggal dan di mana dia sekolah, jangan sampai lolos, aku ingin informasi yang akurat dan secepatnya!" pesan terkirim. "Tunggu aku, Sayang, mulai hari ini kamu milikku." ucap Aland dalam hatinya sambil tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD