Bab 17: Obrolan Ayah dan Anak

1030 Words
Mitha dan Damar baru saja sampai di rumah, kedatangan mereka langsung disambut oleh Rania dan Iqbal yang sedang bicara di ruang tamu. "Assalamu'alaikum," ucap Mitha dan Damar bersamaan. "Wa'alaikum salam," sahut Iqbal dan Rania. "Ganti baju dulu sana, abis itu kalian makan," ucap Rania. "Mitha gak laper, Bun," ucap Mitha dengan lesu lalu bergegas pergi ke kamarnya. "Mitha kenapa?" tanya Iqbal. "Itu, Yah, dia masih belum dapat alamat korban tabrakan kemarin," jawab Damar. "Oh, Bunda sih, terlalu maksain Mitha buat cari kalung itu," ucap Iqbal. "Bukan maksain, Yah, kan Ayah tau itu kalung yang sangat berharga buat keluarga kita, suatu saat kalau Mitha punya anak perempuan, dia harus kasih kalung itu lagi sama anaknya," ucap Rania. "Cuma anaknya Mitha, Bun, anak aku enggak?" pertanyaan Damar membuat Iqbal dan Rania saling pandang lalu menghela nafasnya dengan panjang. "Maksud, Bunda, anak kalian, kan kita lagi fokus bahas Mitha, makanya Bunda cuma sebut Mitha," ucap Rania. "Oh, kirain," ucap Damar. "Itu kan cuma tradisi, Bun, bisa kita ubah seiring dengan berkembangnya zaman, lagian kalung itu udah tua juga kan, udah seharusnya diganti," ucap Iqbal. "Gak bisa, Yah, pokonya kalung itu harus ketemu, titik, gak ada koma dan bantahan lagi, keputusan Bunda udah mutlak," ucap Rania. "Ma sya Allah, Bun, gak kasian apa liat Mitha kayak gitu, Mitha udah stres nyari di mana dia," ucap Iqbal. "Bunda gak mau tau, gimana caranya atau kapan pun dia ketemu orang itu lagi, Mitha harus bisa dapetin kalung itu," ucap Rania, dia bersikeras jika Mitha harus menemukan lagi kalung itu. "Terserah Bunda deh, tapi jangan terus menerus menekan Mitha, kasihan," ucap Iqbal. "Iya, belain aja terus anak kesayangannya," ucap Rania lalu beranjak dari tempatnya menuju dapur. "Huh ... bunda kalau udah ambil keputusan susah banget dialihkan," ucap Iqbal. "Masa besok aku sama Mitha harus balik lagi ke rumah sakit, Yah," ucap Damar. "Terus gimana dong, gak mungkin kan nyari orang itu keliling Jakarta, masih mending kalau dia masih orang sini, kalau dia orang luar kota gimana," ucap Iqbal. "Gini aja, Yah," ucap Damar lalu berpindah duduk di samping Iqbal. "Jangan deket-deket, Ayah normal ya," ucap Iqbal bergurau. "Ayah apaan sih, aku juga normal lah, lagian sama anak sendiri, bukan orang lain," ucap Damar. "Iya tau anak sendiri, tapi kan tetep aja gak lucu gitu kalau dicium sama anak laki-laki mana udah bangkotan, enakan dicium bunda," ucap Iqbal. "Kalau aku bangkotan, berarti Ayah dedengkot," ucap Damar. "Haiish ... malah ngeledekin ayahnya, cepetan mau ngomong apa?" tanya Iqbal. "Oke, kita skip yang itu, tapi jangan sampai bunda tau, Yah," jawab Damar. "Iya apaan?" tanya Iqbal. "Kita beliin aja kalung yang baru, tapi yang mirip banget sama kalungnya Mitha," jawab Damar. "Yang beli kita apa Ayah nih?" tanya Iqbal. "Ya, Ayah lah," jawab Damar terkekeh. "Dasar," ucap Iqbal. "Kalau murah aku beliin, tapi kalau mahal, uangnya dari mana, paling aku minta lagi sama Ayah, kan sama aja bohong," ucap Damar. "Iya juga sih, ujung-ujungnya Ayah keluarin uang dobel," ucap Iqbal. "Nah itu, Ayah paham," ucap Damar. "Ya udah, kalau gitu kamu aja besok yang cariin kalungnya, besok Ayah banyak kerjaan, jangan sampai Mitha sama bunda tau dulu," ucap Iqbal. "Tapi, aku gak tau belinya di mana, Yah," ucap Damar dengan bodohnya. "Kamu beli di tukang buah, atau di toko pakaian, pasti ada," ucap Iqbal dengan gemas. "Ayah, bukan itu maksud aku, maksudnya di toko mana belinya gitu," ucap Damar. "Di toko berlian tempat Ayah biasa pesan perhiasan buat bunda, biar bunda juga gak tau, soalnya cuma Ayah yang suka pesan di toko itu kalau mau kasih hadiah buat bunda kalian," ucap Iqbal. "Aku gak tau di mana," ucap Damar. "Aduh ya ampun, sama aja bohong kalau gitu," ucap Iqbal. "Ayah gak ada kartu namanya atau apa gitu?" tanya Damar. "Kayaknya ada deh, tapi Ayah gak tau simpan di mana, nanti Ayah coba cari di kamar," jawab Iqbal. "Oke, Yah, biar besok aku bisa langsung ke toko itu, kasian Mitha," ucap Damar. "Kamu sayang banget sama, Mitha?" tanya Iqbal. "Ayah tanya apaan sih, Mitha kan adik aku, Yah, masa gak sayang, apalagi dia adik aku satu-satunya," jawab Damar. "Kamu bisa janji sama, Ayah?" tanya Iqbal dengan tatapan mata serius melihat mata Damar. "Janji apa?" tanya Damar. "Apapun yang terjadi dan bagaimana pun keadaannya, kamu harus menjaga Mitha dan bunda saat Ayah sudah tidak ada di dunia ini lagi," jawab Iqbal. "Ayah ngomongnya jangan ngaco deh, Ayah masih sehat gini, jadi ...." "Umur manusia gak ada yang tau, Damar, bisa aja kan, setelah ini Ayah atau kamu berhenti bernafas," ucap Iqbal menyela Damar. "Iya aku tau, tapi Ayah ngomongnya jangan ngelantur, kan aku sama Mitha belum nikah, emangnya Ayah gak mau ngerasain dulu jadi kakek," ucap Damar. "Kamu tuh kalau dikasih tau suka ngeyel," ucap Iqbal. "Abisnya Ayah aneh-aneh aja," ucap Damar. "Mau janji apa enggak?" tanya Iqbal. "Ayah, aku gak harus janji, aku pasti menjaga Mitha dan Bunda dengan baik, aku anak pertama di keluarga ini, jadi udah seharunya aku melindungi keluarga aku," jawab Damar. "Tapi, suatu saat nanti keadaannya pasti berubah, kamu punya kehidupan sendiri dan keluarga sendiri, Ayah hanya memastikan ...." "Udah Yah, jangan mikir yang enggak-enggak terus, walaupun aku sudah menikah nanti, aku tetap menjaga keluargaku dengan baik," ucap Damar. "Emangnya kamu udah punya pacar?" tanya Iqbal dengan alis yang terangkat. "Enggak, ngapain punya pacar, kalau udah ada cewek yang baik terus akunya cocok ya langsung nikah aja, pacaran bikin ribet," jawab Damar. "Tumben pinter," ucap Iqbal. "Aku emang pinter, Ayah sama bunda aja yang gak sadar," ucap Damar. "Gimana mau percaya, kerjaannya aja main terus," ucap Iqbal. "Kali ini aku gak main-main lagi deh, Yah, aku harus mulai serius buat masa depan aku," ucap Damar. "Nah gitu, dong, bisa dimulai dengan hal yang kecil, selesaikan kuliah kamu, baru kamu kejar impian kamu, sampai dapat," ucap Iqbal. "Sebentar lagi beres kok, Yah, tenang aja," ucap Damar. "Bukan tenang-tenang, tapi harus dibuktikan," ucap Iqbal. "Iya, Ayah!" ucap Damar dengan malas lalu beranjak dari tempatnya. "Kamu mau ke mana?" tanya Iqbal. "Ke kamar lah, lanjutin nyusun skripsi," jawaban Damar membuat kening Iqbal berkerut. "Kenapa, Yah?" tanya Damar. "Gak apa-apa," jawab Iqbal, Damar pun segera menuju kamarnya. "Semoga suatu saat nanti kamu gak kecewa dengan rahasia yang kami sembunyikan selama ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD