Bab 11: Kenyataan Part 2

1220 Words
"Masya Allah, wajah kamu kenapa, Nak?" tanya Iqbal, dia semakin khawatir melihat Mitha menangis. "Sayang, kamu kenapa, cerita sama Ayah," ucap Iqbal lagi, Mitha hanya menggelengkan kepalanya sambil menangis. "Ya sudah, kita ke ruangan Ayah dulu!" ajak Iqbal, dia pun membawa Mitha ke ruangannya. Fanny yang baru mengetahui kenyataan ini masih diam di tempatnya, dia masih tak percaya jika Mitha adalah anak pemilik yayasan tempat mereka sekolah. "Lo benar-benar pintar menutupi semuanya, Mith, bahkan gue yang katanya sahabat lo gak tau sama sekali jika lo anaknya pak Iqbal," ucap Fanny dengan lirih, lalu dia diam-diam mengikuti Mitha ke ruangan ayahnya dan menguping pembicaraan mereka. "Ada apa, Sayang, bilang sama Ayah," ucap Iqbal, mereka sudah duduk di sofa, Mitha hanya menggelengkan kepalanya lagi. "Kalau kamu gak cerita, gimana Ayah bisa bantu kamu," ucap Iqbal. "Yah, aku boleh gak pindah sekolah?" tanya Mitha dengan lirih. "Pindah sekolah?" tanya Iqbal dengan kening yang berkerut, Mitha menganggukkan kepalanya perlahan. "Kenapa kamu mau pindah sekolah?" tanya Iqbal lagi. "Aku... aku...." "Kamu dibully lagi sama teman-teman kamu?" pertanyaan Iqbal membuat Mitha semakin terdiam. "Jawab Ayah, Mitha," ucap Iqbal. "Aku udah gak tahan, Yah," ucap Mitha kembali menangis, Iqbal menghela nafasnya dengan panjang lalu menatap Mitha yang menundukkan wajahnya masih menangis. "Kalau kamu pindah sekolah dari sini, itu artinya kamu menyerah, belum tentu di tempat baru kamu akan diterima dengan baik oleh teman-teman kamu, bisa jadi kamu akan mendapatkan masalah yang lebih besar dari ini," ucap Iqbal. "Aku capek, Yah, dibully terus," ucap Mitha, Iqbal pun menarik Mitha ke dalam dekapannya lagi. "Sabar ya, tinggal beberapa bulan lagi, kamu lulus dan kuliah," ucap Iqbal. "Yah, aku boleh diet lagi kan?" tanya Mitha. "Boleh, asal diet sehat dan masuk akal, gak kayak waktu itu lagi, cuma makan satu genggam nasi dan air putih, itu bukan diet, tapi melatih diri untuk mati kelaparan," jawab Iqbal. "Ish... Ayah, kok ngomongnya gitu," ucap Mitha, dia sudah mulai bisa tersenyum lagi. "Nah gitu dong, kalau tersenyum kayak gini, anak Ayah semakin cantik," ucap Iqbal. "Aku emang cantik, Ayah, soalnya aku ini perempuan," ucap Mitha. "Kamu tunggu di sini dulu ya, sebentar lagi Abang pasti jemput," ucap Iqbal. "Iya, Yah, aku mau bersihin muka aku dulu," ucap Mitha. "Iya, Ayah langsung ke ruangan meeting," ucap Iqbal, lalu dia pergi keluar dari ruangannya, sedangkan Mitha masuk ke toilet yang ada di ruangan Iqbal. Saat keluar dari ruangannya, Iqbal bertemu dengan Fanny yang masih diam di dekat pintu, tepatnya dia masih mengintip di jendela. "Ekhem!" mata Fanny terbelalak sempurna mendengar suara deheman Iqbal di dekatnya. "Aduh, mati deh gue!" ucap Fanny di dalam hatinya dengan wajah yang memucat. "Kamu menguping pembicaraan saya dengan anak saya?" tanya Iqbal dengan tatapan tajamnya. "Jadi Mitha beneran anak, Bapak?" tanya Fanny, dia langsung membekap mulutnya karena merasa lancang. "Maaf, maaf, Pak," ucap Fanny. "Kamu, berhutang penjelasan kepada saya," ucap Iqbal. "Penjelasan apa, Pak?" tanya Fanny. "Jangan pura-pura tidak tau, kamu kan sahabat anak saya, jadi kamu pasti tau semua yang sudah terjadi," jawab Iqbal. "Tau, Pak, tapi...." "Saat ini saya sedang buru-buru untuk meeting dengan dewan pengurus yayasan, besok, kamu harus menjelaskan semuanya kepada saya," ucap Iqbal menyela ucapan Fanny, lalu dia pergi ke ruangan meeting. "Astaghfirullah, kena masalah deh gue!" ucap Fanny sambil menepuk keningnya. "Lagian si Mitha kenapa sih harus merahasiakan siapa dia yang sebenarnya segala, jadinya kan kayak gini, berabe urusannya, coba aja kalau jujur, dia kan gak bakalan dibully terus sama anak-anak lucknut itu," ucap Fanny, lalu dia berjalan sedikit menjauh dari ruangan Iqbal, Fanny tidak ingin Mitha curiga jika dia sudah mengetahui kebenaran tentang dia. "Ck... gimana dong, besok pak Iqbal pasti panggil gue ke ruangannya," ucap Fanny lagi. "Fanny!" panggil Mitha. "Nah ini dia tersangka utamanya, dari tadi gue cariin malah langsung ngilang," ucap Fanny. "Maaf, soalnya buru-buru," ucap Mitha dengan wajah yang sudah terlihat segar. "Dari mana?" tanya Fanny. "Abis cuci muka," jawab Mitha. "Oh, lo gak nangis lagi kan?" tanya Fanny. "Enggak lah, ngapain nangis," jawab Mitha. "Ayo deh, cus kita pulang," ucap Fanny. "Ntar dulu!" cegah Mitha. "Apaan lagi sih?" tanya Fanny. "Kita ke rumah sakit dulu," jawab Mitha. "Jenguk si om itu lagi?" tanya Fanny. "Hah? Om?" tanya Mitha dengan mata terbelalak. "Iya, si om yang kemarin ketabrak itu, lo gak liat kalau dia udah tua," jawab Fanny. "Gak keliatan, Fanny, orang mukanya berlumuran darah," ucap Mitha lalu menggamit lengan sahabatnya, mereka pun segera pergi menuju gerbang. "Jangan lama-lama ya jenguk dianya," ucap Fanny. "Aku cuma mau tebus kalung yang kemarin, bunda ngamuk pas tau kalung itu gak ada," ucap Mitha. "Ya pasti ngamuklah, kayaknya itu kalung mahal, Mith," ucap Fanny. "Maybe, aku gak tau, itu kan kalung warisan dari kakek aku," ucap Mitha. "Mitha!" panggil Fanny. "Hmm!" sahut Mitha karena dia sedang fokus dengan ponselnya, Mitha membalas pesan dari Damar. "Lo gak mau cerita apa-apa gitu ke gue?" tanya Fanny. "Cerita apaan," jawab Mitha. "Ya apa kek, soal keluarga lo mungkin," ucap Fanny, dia sengaja memancing Mitha agar dia mau bercerita. "Hmm, cerita apa ya, gak ada yang menarik soal keluarga aku," ucap Mitha, mereka sudah sampai di gerbang sekolah dan segera masuk ke mobil Damar. "Ah lo mah gak seru kalau diajak ghibah," ucap Fanny. "Hayo, ghibah apaan?" tanya Damar dengan alis yang terangkat. "Itu, Bang, ghibahin Hrithik Roshan yang sampai sekarang masih jadi duda," jawab Mitha. "Haiyyaaah... ghibahnya cewek gak bermutu banget sih," ucap Damar, lalu dia mulai menginjak pedal gasnya dan mereka segera pergi menuju rumah sakit. "Enak aja gak bermutu, aku mau kok daftar jadi calon istrinya, om om lebih menggiurkan, Bang," ucap Mitha dengan wajah berbinar, dia memang sangat menyukai salah satu aktor Bollywood itu. "Diih... lagian om om lo taksir, naksir tuh sama Nam Joo Hyuk, Lee Min Ho, atau itu member BTS, siapa aja ya namanya gue lupa," ucap Fanny. "Heh denger ya, kalau kita punya pacar atau suami yang lebih tua dari kita tuh enak, apalagi duda, kan udah pengalaman jadi bisa mengayomi kita," ucap Mitha. "Hati-hati loh, ucapan itu doa, ntar beneran nikah sama om om gimana?" tanya Damar. "Aku sih mau aja, Bang, apalagi om Hrithik Roshan, haduh godain aku dong om," jawaban Mitha membuat Damar dan Fanny merinding. "Ya Allah, ternyata adik gue beneran sakit," ucap Damar dengan lirih tapi bisa didengar oleh Mitha. "Apa? Sakit?" tanya Mitha. "Bukan apa-apa," jawab Damar. "Lagian tingkat kelakuan lo udah melebihi batas," ucap Fanny. "Setidaknya aku bisa berkhayal, di dunia nyata belum tentu bisa dapet cowok yang...." "MITHA!" teriak Damar dan Fanny bersamaan, Mitha pun dengan refleks segera menutup telinganya. "Kenapa harus teriak sih, lagian kalian kompak banget," ucap Mitha. "Gak usah ngomong yang aneh-aneh," ucap Damar dengan tatapan tajamnya. "Apa yang aneh sih, Bang?" tanya Mitha. "Udah, cepetan masuk sana, terus ambil kalungnya ntar bunda ngamuk lagi kalau kalung kamu gak diambil," jawab Damar. Damar memang sudah menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit. "Mau ikut gak, Fan?" tanya Mitha. "Ikutlah, ngapain gue di sini berduaan sama Bang Damar, yang ada gue diterkam lagi," jawab Fanny. "Heh bocah ababil, lo kalo ngomong suka ngadi-ngadi ya, lagian gue kagak nafsu liat badan lo yang kayak triplek," ucap Damar. "Enak aja kayak triplek, badan aduhai gini...." "Fanny, cepetan. Kamu mau ikut apa enggak?" tanya Mitha berteriak dari luar. "Iya!" jawab Fanny, dia pun segera turun dari mobil Damar dan menyusul Mitha. Sesampainya di meja resepsionis, suster mengatakan jika kalung milik Mitha sudah....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD