Bab 33: Dukungan Damar

1335 Words
"Emangnya Abang pernah ngalamin?" tanya Mitha dengan alis yang terangkat. "Enggak juga sih," jawab Damar sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Dasar," ucap Mitha. "Makanya cerita dong," ucap Damar. "Gak mau, udah sana cepetan keluar, aku mau lanjutin belajar," ucap Mitha. "Haiish... malah ngusir Abang," ucap Damar. "Lagian Abang juga bukannya belajar biar cepet lulus, malah gangguin aku di sini," ucap Mitha. "Belajar apa lagi, orang lusa Abang wisuda," ucap Damar. "Hah? Wisuda?" tanya Mitha dengan mata yang terbelalak sempurna. "Iya, gak percaya?" tanya Damar dengan alis yang terangkat. "Enggak," jawab Mitha. "Terserah kamu deh," ucap Damar lalu dia keluar dari kamar Mitha. PLAAK "Aduh, tapi kok sakit ya," ucap Mitha karena dia menampar pipinya sendiri. "Ini seriusan bang Damar mau wisuda?" tanya Mitha dengan lirih, dia masih tidak yakin jika abangnya itu akan wisuda. "Eh, ya ampun, kenapa malah jadi merendahkan orang lain kayak gini, kan gak boleh," ucap Mitha lagi, dia pun kembali fokus dengan bukunya. *** "Habis riwayat lo kali ini bus tayo!" ucap Sesha dengan seringainya, dia sangat marah kerena Mitha adalah penyebab dia harus membersihkan toilet di mall. Belum lagi Sesha harus membayar semua makanan yang dipesan oleh semua siswa gara-gara Damar. Sesha sangat tidak terima jika Mitha lebih menang darinya, kali ini dia memikirkan sesuatu yang menurutnya akan membuat reputasi Mitha benar-benar hancur. "Gue gak sabar memulai permainan ini besok," ucap Sesha lagi. *** Keesokan harinya, tidak seperti biasa, raut wajah Mitha tak seperti biasanya, dia terlihat sangat lesu dan tidak bersemangat. "Kamu sakit?" tanya Rania. "Enggak, Bun," jawab Mitha lalu mulai menikmati sarapannya dalam diam "Yah, Bun, besok aku wisuda," ucap Damar memecah keheningan di antara mereka. "Hah? Kok bisa?" tanya Rania. "Ya bisa lah, Bun," jawab Damar dengan malas. "Enggak, maksudnya kenapa dadakan, kamu beneran lulus kan, gak nyogok dosen biar sidang kamu...." "Gak gitu juga, Bun," ucap Damar menyela. "Bukan gitu, Bunda cuma kaget, kamu tau-tau udah mau wisuda aja, Ayah sama Bunda gak pernah dengan kamu lagi nyusun skripsi, sidang, dan bla bla bla, jadinya kita ragu," ucap Rania. "Kan gak harus diumbar, Bun," ucap Damar. "Iya juga sih, tapi 'kan...." "Udah lah, Bun, gak usah dipermasalahkan, yang penting sekarang Damar benar-benar menepati janjinya," ucap Iqbal. "Nah betul, Yah," ucap Damar. "Ish... kalian selalu aja kompak," ucap Rania. "Ayah, Bunda, aku berangkat," ucap Mitha. "Kamu mau berangkat sendiri?" tanya Rania. "Abisnya dari tadi Ayah sama Abang asik ngobrol, gak liat ini udah jam berapa," jawab Mitha sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Oh iya, udah jam setengah tujuh lebih," ucap Damar. "Kamu sih, bikin heboh aja pagi-pagi," ucap Iqbal. "Dih, kok aku, Yah?" tanya Damar. "Ya udah, sekarang aku berangkat bareng siapa?" tanya Mitha. "Kamu sama Abang aja, soalnya Ayah mau ke kantor polisi dulu," jawab Iqbal lalu dia beranjak dari tempatnya. "Tapi, Yah...." ucapan Damar terhenti karena Iqbal menyela ucapannya. "Anterin adik kamu, jangan sampai dia naik taksi," ucap Iqbal, setelah berpamitan dia pun pergi. "Ayo, Dek!" ajak Damar, dia pun lebih dulu menyalami Rania setelah itu Mitha yang menyalami ibunya. "Assalamu'alaikum, Bun," ucap Damar dan Mitha bersamaan. "Wa'alaikum salam, kalian hati-hati," ucap Rania, setelah itu Damar dan Mitha pergi. Damar dan Mitha sudah masuk ke mobil, Damar pun segera melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah. Ting Ponsel Mitha berdering pertanda jika ada pesan yang masuk, ternyata pesan itu dari Aland. "Good morning, kamu di mana? Mau aku jemput?" Mitha terdiam setelah membaca pesan dari Aland, lalu dia melirik kepada abangnya yang sedang fokus mengendarai mobilnya. "Kenapa liatin Abang kayak gitu?" tanya Damar yang menyadari tatapan adiknya. "Gak apa-apa," jawab Mitha dengan gugup, tapi matanya terbelalak sempurna saat ponselnya kembali berdering karena telpon dari Aland. "Siapa tuh yang telpon, kenapa gak diangkat?" tanya Damar dengan alis yang terangkat. "Hmm... i-itu... Fanny, Bang, ah iya Fanny yang telpon aku," jawab Mitha yang semakin gugup. "Masa sih Fanny yang telpon muka kamu pucat begitu," ucap Damar. "I-iya, Bang, beneran Fanny," ucap Mitha, dan ponselnya kembali berdering. "Angkat aja sih kalau emang Fanny, berisik tau," ucap Damar. "Eh... gak penting kok, Bang," ucap Mitha, lalu dia mengaktifkan mode silent di ponselnya. "Ck... alasan aja, angkat deh telponnya, kasian tuh orang dari tadi nelpon terus," ucap Damar karena dia masih bisa mendengar ponsel Mitha yang berdering dan menurut Damar itu sangat mengganggu pendengarannya. "Kamu angkat, atau Abang yang angkat terus marahin dia?" tanya Damar. "Ish... Abang!" jawab Mitha dengan kesal, mau tidak mau Mitha menerima panggilan telpon dari Aland. "Ha-halo!" sahut Mitha dengan gugup lalu melirik Damar sekilas. "Akhirnya kamu angkat juga telponnya," ucap Aland di ujung sana. "Ma... maaf, Mas, tadi hpnya aku silent, makanya gak kedengeran," ucap Mitha, mata Damar terbelalak saat mendengar Mitha menyebut orang yang menelponnya itu 'Mas'. "Kamu udah berangkat ke sekolah?" tanya Aland. "Ini lagi di jalan, Mas," jawab Mitha. "Yaa ... berarti aku telat dong, kamu berangkat sama siapa?" tanya Aland. "Oh gak apa-apa, Mas, santai aja, aku diantar sama SUPIR kok," jawab Mitha dengan sengaja menekankan kata 'Supir'. "Heh, enak aja supir!" ucap Damar dengan lirih lalu menatap tajam kepada adiknya, tapi Mitha malah membalas meledek Damar. "Ya sudah kalau begitu, nanti pulang sekolah biar aku yang jemput," ucap Aland. "Jangan!" cegah Mitha. "Kamu takut ayah kamu marah lagi?" tanya Aland. "Bu-bukan, Mas. Tapi... iya juga sih," jawab Mitha dengan suara lirih karena ketakutan, tapi hal itu malah membuat Aland gemas mendengar suaranya hingga dia mengumpat di dalam hatinya. 's**t, kau sangat menggemaskan, Sayang!' maki Aland di dalam hatinya. "Kamu jangan takut, kalau ayah kamu marah, biar aku yang memberi penjelasan," ucap Aland. "Enggak, Mas, nanti ayah malah tambah marah sama aku," ucap Mitha. "Maaf ya, gara-gara aku, kamu jadi dimarahin ayah, tapi kali ini aku janji akan memberi penjelasan sama ayah biar beliau gak marah lagi dan merestui hubungan kita," ucap Aland. "Huh? Hubungan kita?" tanya Mitha. "Iya, hubungan kita," jawab Aland. "Heh, mau sekolah gak, udah nyampe nih!" desis Damar. "Mas, udah dulu ya, aku mau sekolah," ucap Mitha. "Iya, Sayang, nanti aku jemput, bye." Ucapan Aland sukses membuat jantung Mitha kembali berdegup dengan sangat kencang. Tanpa rasa bersalah, Aland pun menutup panggilan telponnya. "Heh, abis nelpon malah bengong, kamu kesambet apaan?" tanya Damar dengan kencang dan membuat Mitha terkejut. PLAAK "Kok dipukul sih?" tanya Damar sambil meringis. "Abisnya Abang ngagetin aja," jawab Mitha. "Lah kamu kenapa malah bengong?" tanya Damar. "Gak kenapa-napa, Bang," jawab Mitha. "Pasti gara-gara si mas kamu itu kan?" tanya Damar dengan tatapan memicing. "Sok tau," ucap Mitha. "Jujur aja sih, dia ngajak kamu ketemuan 'kan?" tanya Damar dengan alis yang terangkat. "Tau dari mana?" tanya Mitha. "Ya tau lah, Damar gitu loh," jawab Damar dengan angkuhnya. "Aku jijik tau, Bang," ucap Mitha. "Ck ... bukannya berterima kasih malah ledekin abang," ucap Damar. "Berterima kasih buat apa?" tanya Mitha. "Kalau kamu mau pergi sama dia, pergi aja," ucap Damar. "Enggak, Bang, nanti ayah tambah marah sama aku," ucap Mitha. "Nanti Abang yang cari cara, biar ayah gak tau, lagian hari ini ayah pasti sibuk banget, kamu boleh pergi sama dia tapi jangan lama-lama, nanti Abang yang bilang sama ayah kalau Abang sibuk dan minta kamu nunggu di rumah Fanny," ucap Damar. "Kalau ayah tanya sama Fanny gimana?" tanya Mitha. "Emangnya ada kemungkinan kalau ayah bakalan tanya Fanny? Kenal juga enggak sama cewek absurd itu," jawab Damar. "Hati-hati, Bang, nanti ketulah sama ucapan sendiri," ucap Mitha. "Gak bakalan," ucap Damar. "Itu takabur namanya, Bang," ucap Mitha. "Jadi gimana, kamu mau gak pergi sama dia?" tanya Damar. "Aku takut ayah marah, Bang," jawab Mitha. "Kan tadi Abang udah bilang, itu urusan Abang, nanti Abang telpon Fanny juga biar dia gak keceplosan siapa tau aja ayah beneran tanya sama Fanny," ucap Damar. "Serius, Bang, boleh?" tanya Mitha dengan mata yang berbinar. "Iya boleh, asal jangan lama-lama," jawab Damar. "Yeay... thanks Abangku yang paling baik," ucap Mitha lalu dia memeluk Damar. "Eh... udah-udah, jangan peluk terus, nanti keburu bel tuh, Abang juga udah ada janji ketemu sama klien," ucap Damar, lalu Mitha melepaskan pelukannya, dan segera turun dari mobil, setelah Damar pergi dia baru masuk ke sekolah, tapi....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD