Bab 51: Tidak Tau Diri

1100 Words
Keesokan harinya, seperti biasa Mitha dan Fanny masih datang ke sekolah walaupun sudah tidak belajar, kali ini mereka sedang berada di kelas dan hanya ada beberapa orang teman mereka di sana. "Fan, liat deh mukanya Sesha pucet banget," ucap Mitha. "Emang gitu ya kalau perempuan lagi hamil," ucap Fanny. "Hush... jangan kenceng-kenceng ngomongnya, Fan, nanti didenger orang lain gimana," ucap Mitha. "Ya elah, Mith, hal yang kayak gitu gak bisa terus diumpetin, makin lama perut dia juga makin gede, pasti orang tau kalau dia lagi hamil," ucap Fanny. "Setidaknya, kita menutup aib dia dengan menjaga ucapan kita, ingat loh Fan, saat kita membongkar aib orang lain sesungguhnya kita sedang membongkar aib sendiri," ucap Mitha. "Emang bener sih, tapi kan dia juga suka gak ada akhlak kalo ngebully lo," ucap Fanny. "Ya udahlah, biarin aja, sekarang dia juga gak pernah bully aku lagi," ucap Mitha. "Takut kali dia sama lo," ucap Fanny. "Jangan sombong ah, gak baik," ucap Mitha. "Mith, lo tau gak kalau Dirga mau pergi ke luar negeri?" tanya Fanny. "Enggak, ya biarin aja emang apa hubungannya sama aku," jawab Mitha. "Gak ada hubungannya sih, gue cuma kasih info aja sama lo," ucap Fanny. "Sekarang udah kan, kita ke kantin aja yuk!" ajak Mitha. "Boleh deh." ucap Fanny, lalu dia dan Mitha beranjak dari tempatnya, mereka segera menuju kantin, diikuti juga oleh Sesha. Sesampainya di sana Mitha dan Fanny langsung memesan makanan dan duduk di meja yang ada di pojok, suasana kantin belum terlalu ramai karena belum masuk waktu istirahat. Pandangan Mitha memicing saat melihat Sesha mengambil minuman bersoda dari showcase, Mitha pun beranjak dari tempatnya menghampiri Sesha lalu Mitha mengambil minuman itu saat Sesha hampir saja meminumnya. "Lo apa-apaan, huh?" tanya Sesha dengan nyalang sambil beranjak dari tempatnya. "Kamu jangan minum ini, Sha, gak baik buat kesehatan," jawab Mitha dengan lirih. "Gak usah sok tau, pergi dari sini," hardik Sesha. "Ya ampun, Mith, lo tuh kebiasaan banget ya, udah tau dia orangnya gak tau terima kasih lo masih aja bantuin dia," ucap Fanny dengan kesal. "Kalian pergi dari sini!" ucap Sesha. "Kepedean banget sih lo, kita juga gak mau lama-lama di sini," ucap Fanny. "Ya udah cepetan pergi, gue muak liat kalian yang pura-pura baik sama gue!" maki Sesha lagi. "Ada juga kita yang muak liat lo, gak sadar diri, udah jatuh ke dasar jurang masih aja songong," ucapan Fanny membuat Sesha bungkam dan terduduk kembali. "Sabar Fan, kita harus ingat kalau keadaan Sesha gak sama kayak kita," ucap Mitha sedikit berbisik, lalu Mitha beralih melirik kepada Sesha. "Semua yang terjadi pasti ada hikmahnya, dan aku yakin kamu mampu melalui semua ini," ucap Mitha sambil tersenyum. "Jangan pura-pura peduli sama gue, lo melakukan ini karena lo mau balas dendam kan sama gue," ucap Sesha dengan tatapan tajamnya. "Tuh kan, Mith, gue bilang juga apa, gak usah baik sama orang kayak dia, masih untung kita baik mau nolongin lo, eh yang ditolong gak tau rasa terima kasih sama sekali, dasar muka tembok!" ucap Fanny. "Fan," ucap Mitha dengan lirih sambil menggelengkan kepalanya. Sesha pun beranjak dari tempatnya lalu pergi. "Sha, tunggu!" panggil Mitha. "Gak usah kejar dia," cegah Fanny saat Mitha hendak pergi menyusul Mitha. "Fan, please jangan kayak begini, kamu gak liat gimana keadaan Sesha tadi, udahlah lupain semuanya, kita gak berhak terus judge kesalahan orang lain, Allah maha pemaaf dan maha pengampun, kenapa kita sebagai hambanya selalu bersikap sombong dengan enggan memaafkan kesalahan orang lain," ucap Mitha. "Gue tau, tapi Mitha...." "Tapi apa, aku yakin dia lagi terpuruk, Fan, masalah dia banyak mulai dari papanya, belum lagi sekarang dia lagi hamil, dia butuh support dari kita," ucap Mitha menyela. "Ya udah deh, terserah lo, gue gak mau ikut campur!" ucap Fanny. "Setau aku, Fanny temen aku itu orang yang baik dan gak pernah dendam sama orang lain, eh sekarang bukan temen deh, tapi calon kakak ipar," ucap Mitha menggoda. "Apaan sih, Mith, lo tau kan kenapa gue harus menikah sama bang Damar," ucap Fanny. "Iya aku tau, kan tetep aja kamu bakalan jadi kakak ipar aku," ucap Mitha. "Iya juga sih," ucap Mitha. "Udah lah, kita makan dulu, gue laper nih, makanannya juga udah dateng tuh," ucap Fanny. "Tapi, Sesha gimana?" tanya Mitha. "Kita susulin dia nanti, sekarang makan dulu, lagian itu orang gak bakalan kenapa-napa," ucap Fanny lalu dia kembali ke mejanya lebih dulu, Mitha menghela nafasnya dengan panjang sambil mengikuti Fanny. "Bunda baik ya, Mith, gak kayak mama gue," ucap Fanny sambil menikmati makanannya, dia masih mengingat dengan jelas bagaimana cara Rania memperlakukannya kemarin. "Gak boleh ngomong kayak begitu, Tante Irene juga baik kok, cuman cara beliau menyayangi kamu berbeda dari ibu yang lain," ucap Mitha. "Kalau mereka sayang sama gue, gak mungkin mereka melakukan ini sama gue, Mith," ucap Fanny. "Setiap keputusan yang diambil orang tua pasti ada alasan yang kuat demi kebaikan anaknya, tapi waktunya aja yang belum tepat untuk mengatakan semuanya kepada anak mereka," ucap Mitha. "Omongan lo malah jadi kayak emak-emak tukang ghibah sih, Mith," ucap Fanny. "Enak aja disamain sama emak-emak tukang ghibah, itu tuh kenyataan Fanny," ucap Mitha. "Iya, iya, udahlah, males bahas itu lagi," ucap Fanny. "Kan tadi kamu yang mulai," ucap Mitha. "Udah diem, Mith," ucap Fanny. "Kalau aku diem, aku gak bisa makan dong," ucap Mitha dengan senyuman jahilnya. "Mitha!" ucap Fanny dengan kesal. "Fanny!" ucap Mitha, lalu keduanya tertawa. "Rese lo." ucap Fanny. Mereka melanjutkan makan, tanpa mereka sadari jika ada seseorang yeng memperhatikan mereka, dia sangat iri melihat persahabatan Mitha dan Fanny yang sangat hangat seperti itu. Tidak seperti keadaannya sekarang, masalah yang datang bertubi-tubi, belum lagi dia harus menanggung sendiri akibat dari apa yang dia lakukan malam itu, hidupnya semakin hancur tanpa dukungan dari siapapun, bahkan sekarang ibunya dalam keadaan depresi karena tidak sanggup menghadapi semua masalah yang terjadi di dalam hidup mereka. "Gue gak sanggup lagi," ucapnya dengan lirih, lalu dia pergi menuju rooftop sekolah. "Udah selesai, Fan?" tanya Mitha, dia sudah menghabiskan makannya lebih dulu. "Udah, kenapa lo gelisah kayak gitu," jawab Fanny. "Kita cari Sesha yuk, kok perasaan aku gak enak ya," ucap Mitha. "Kenapa harus bahas dia lagi," ucap Fanny berdecak kesal. "Jangan mulai lagi Fan, ayo cepetan," ajak Mitha, lalu dia membayar makanan mereka setelah itu pergi. "Mith, tungguin gue!" teriak Fanny, lalu dia menyusul Mitha. Mitha dan Fanny ke sana kemari mencari Sesha, hingga mereka melihat kerumunan siswa dan beberapa guru di lapangan. "Ada apa ya rame-rame di sana, Fan?" tanya Mitha. "Ya udah, kita samperin aja, siapa tau ada pembagian sembako gratis," ucap Fanny. "Fan, jangan ngawur deh," ucap Mitha, lalu mereka menghampiri siswa yang lainnya, mata Mitha terbelalak sempurna saat.... "Masya Allah, Sesha!" teriak Mitha.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD