Bab 50: Kecurigaan Aland

1005 Words
Rania dan Iqbal langsung beralih menatap wajah Damar yang memang masih lebam. "Emangnya kamu kenapa?" tanya Iqbal dengan alis yang terangkat. "Muka aku sampe babak belur gara-gara dipukulin sama Aland tadi," jawab Damar. "Kok bisa gitu?" tanya Rania. "Iya, Bun, dia itu cemburu karena liat aku jalan sama Mitha, aku sengaja rangkul Mitha di depan dia, aku tuh cuma mau tau gimana reaksi dia, eh malah beneran aku ditonjok," jawab Damar. "Lagian kamu ada-ada aja sih," ucap Rania. "Kan aku cuma mau tau, Bun, dia cemburu banget itu artinya dia beneran cinta sama Mitha," ucap Damar. "Gak bisa diartikan begitu aja dong," ucap Iqbal yang tak terima. "Terus gimana lagi, Yah?" tanya Damar. "Liat aja nanti," jawab Iqbal menyeringai. "Jangan melakukan yang aneh-aneh, Yah, kasian Mitha," ucap Rania. "Ayah harus melakukan ini, Bun, Ayah bukan gak sayang sama Mitha, tapi Ayah harus membuktikan jika pria itu benar-benar mencintai Mitha dan menerima Mitha apa adanya," ucap Iqbal. "Terserah Ayah, tapi jangan melampaui batas, Yah," ucap Rania. "Terus sekarang aku sama Fanny gimana?" tanya Damar. "Gimana apanya," jawab Iqbal. "Ya ampun Ayah, kan aku mau menikah sama Fanny," ucap Damar. "Tinggal nikah aja kan, apa lagi yang dibikin ribet?" tanya Iqbal. "Beneran setuju?" tanya Damar. "Menurut kamu?" jawab Iqbal dengan alis yang terangkat. "Oke, aku anggap Ayah sama Bunda setuju, berarti besok malam kita bisa datang ke rumah Fanny," jawab Damar. "Beneran kan, gak lagi bercanda?" tanya Rania. "Ya Allah, Bunda, dari tadi kan aku udah jelasin, aku beneran mau nikah sama Fanny," jawab Damar. "Oke deh, jadi mulai sekarang Bunda punya anak perempuan dua," ucap Rania. "Bunda jangan kayak ibu mertua yang ada di film-film itu ya," ucap Damar bergurau. "Ya enggak lah, kamu tuh belum apa-apa udah suudzon sama Bunda," ucap Rania. "Siapa tau aja, Bun," ucap Damar. "Bunda mau siapin makan malam dulu, calon menantu Bunda harus cobain masakan Bunda," ucap Rania lalu dia beranjak dari tempatnya dan segera menuju dapur. "Apa saja yang kamu tau soal Aland?" tanya Iqbal. "Dia bukan supir taksi, Yah," jawab Damar. "Maksudnya?" tanya Iqbal. "Aku juga gak tau apa maksud dia melakukan ini, aku masih tunggu dia kasih penjelasan sama aku," jawab Damar. "Oke, kali ini kamu jangan bohongin Ayah lagi," ucap Iqbal. "Enggak lah, Yah, sebenarnya aku juga mau cerita sama Ayah, tapi aku masih belum tau sepenuhnya, eh Ayah malah udah tau duluan," ucap Damar. "Kamu harus menepati janji kamu sama Ayah, Damar," ucap Iqbal. "Gak harus diingetin terus, Yah, aku pasti menepati janji aku," ucap Damar, lalu Iqbal beranjak dari tempatnya. "Ayah mau ke mana?" tanya Damar. "Mau mandi lah, bentar lagi maghrib," jawab Iqbal, dia pun segera pergi menuju kamarnya. "Maafin aku, Yah, Bun." ucap Damar dengan lirih, dia pun segera menuju kamarnya. *** "Dari mana aja kamu?" tanya Melinda dengan tatapan tajamnya saat melihat Aland baru sampai di rumah menjelang maghrib. "Aku ada urusan mendadak, Ma," jawab Aland dengan wajah datarnya. "Alasan aja, kamu sekarang lebih sering membantah perintah, Mama!" ucap Melinda. "Ma, jangan kayak anak kecil, Mama juga tau kan, kalau aku sering banget ada kerjaan tiba-tiba," ucap Aland. "Stop bohongin Mama terus, Aland, kamu pikir Mama gak tau kalau kamu abis menyelamatkan anak SMA itu!" ucapan Melinda membuat kening Aland berkerut. "Maksud Mama apa?" tanya Aland dengan tatapan mata yang memicing. "Bukan apa-apa, lupain aja," jawab Melinda dengan gugup. "Apa yang Mama sembunyikan dari aku?" tanya Aland. "Gak ada," jawab Melinda. "Jujur aja, Ma, jangan sampai aku mencari tau sendiri, apalagi kalau aku tau dari orang lain," ucap Aland. "Kamu udah berani mengancam, Mama?" tanya Melinda dengan sengit. "Aku gak mengancam Mama, aku cuma memastikan kalau gak ada yang Mama sembunyikan dari aku!" jawab Aland. "Udahlah, Mama mau mandi," ucap Melinda lalu dia pergi ke kamarnya sebelum Aland semakin curiga. "Aku akan mencari tau sendiri, Ma!" ucap Aland dia pun segera pergi ke kamarnya. *** Saat jam makan malam, semua keluarga Mitha termasuk Fanny sudah berkumpul di meja makan. Suasana di sana terasa hangat, apalagi Rania yang memperlakukan Fanny dengan sangat baik. Ada perasaan bahagia dan haru menelusup ke dalam relung hati Fanny, selama ini hanya momen seperti ini yang dia rindukan dari kedua orang tuanya, tapi mereka tidak pernah mengerti apa yang Fanny inginkan. "Bunda, Abang nih kebiasaan, masukin seledri di sayur aku," ucap Mitha merengek. "Ya elah, gitu aja ngadu sama Bunda, lagian makan seledri cuma sedikit gak bakalan bikin mati," ucap Damar. "Damar!" ucap Iqbal dengan tatapan tajamnya. "Abang mau aku cepet mati?" tanya Mitha dengan sengit. "Aduh kalian ini ya, lagi makan aja masih sempetnya berantem," ucap Rania. Sedangkan Fanny tersenyum tipis melihat kedekatan Damar dan Mitha. "Abang yang mulai, Bun," ucap Mitha. "Sama aja, gak pernah ada yang mau ngalah. Kamu juga, Bang, gak malu apa di depan calon istri berantem sama adeknya," ucap Rania. "Fanny udah tau kok, Bun, jadi gak usah jaim lagi, iya kan, Sayang?" pertanyaan Damar membuat mata Fanny terbelalak sempurna. Begitu juga dengan Mitha, dia tidak menyangka jika Damar akan memanggil Fanny dengan sebutan 'Sayang' di hadapan keluarganya. "Ya tetep aja harus tau malu, masa calon kepala rumah tangga kelakuannya kayak anak kecil," ucap Rania, lalu melirik Fanny yang sejak tadi hanya diam memperhatikan mereka sambil menikmati makanannya dengan perlahan. "Kamu kenapa diam aja? Gak suka ya sama masakan, Bunda?" tanya Rania dengan lembut. "Oh... enggak, aku enggak kenapa-napa kok Tante, aku suka banget sama masakan Tante," jawab Fanny. "Kok panggilnya tante sih, panggil Bunda dong, kamu kan mau menikah sama Damar, sekarang kamu jadi anak Bunda sama Ayah." ucapan Rania membuat Fanny canggung lalu perlahan melirik kepada Iqbal yang tampak biasa saja menikmati makanannya, Fanny sangat takut jika pria paruh baya itu tidak akan menerima Fanny di keluarga besarnya, apalagi beberapa hari terakhir ini dia sering sekali berhadapan dengan Iqbal. "Fan, kenapa diam?" tanya Mitha yang duduk di samping Fanny. "Gak apa-apa, Mith," jawab Fanny dengan lirih. "Ya udah lanjutin makannya, harus habis, biar nanti Bunda seneng masakin lagi buat kamu," ucap Rania. "Iya, Bun," ucap Fanny kembali menikmati makanannya. "Everything's gonna be okay, Fan." ucap Mitha berbisik kepada sahabatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD