Bab 47: Rencana Aland dan Damar

1075 Words
"Apa, Aland belum dateng juga?" tanya Melinda, dia sedang berbicara dengan Yuna di telpon. "Iya, Mel, dari tadi aku sama Eliana nungguin Aland, tapi dia gak dateng-dateng," jawab Yuna. "Ya ampun anak itu, emang selalu membantah," ucap Melinda. "Kayaknya Eliana sama Aland gak berjodoh, Mel," ucap Yuna. "Jangan ngomong kayak gitu dong, Yun, Aland sama Eliana pasti menikah," ucap Melinda bersikeras. "Udah lah, Mel, jangan terlalu kasih harapan sama Eliana, sudah berapa kali kita merencanakan ini, tapi hasilnya selalu gagal, aku gak mau Eliana kecewa lagi," ucap Yuna. "Sekali lagi, Yun, please kasih aku kesempatan sekali lagi untuk membuat Aland lebih dekat sama Eliana," ucap Melinda memohon. "Terserah kamu, Mel, kali ini aku gak akan mendukung lagi apa yang kamu lakukan," ucap Yuna lalu memutuskan sambungan telponnya. "Aland, anak itu emang keterlaluan!" ucap Melinda dengan kesal, lalu dia menelpon seseorang untuk memastikan jika mereka sudah melakukan apa yang diperintahkan olehnya. "Udah beres?" tanya Melinda. "Maaf, Nyonya, dia diselamatkan oleh seorang pria," jawab dia di ujung sana. "APA?" tanya Melinda memekik. "Mereka melapor polisi, untung saja kami sempat melarikan diri," jawabnya lagi. "Sial, kalian bener-bener gak bisa diandalkan, beresin bocah ingusan aja gak becus!" maki Melinda, lalu dia memutuskan sambungan telponnya. "Liat aja ya, Land, kamu pikir Mama akan berhenti di sini saja." ucap Melinda menyeringai. *** "Jadi, seperti ini caramu mencintai anak saya!" ucap Iqbal dengan tatapan nyalangnya. "Om!" ucap Aland dengan santai, sebenarnya dia sudah tau jika Iqbal memperhatikannya, Aland melihat itu dari kaca spion taksinya. "Laki-laki pengecut!" ucap Iqbal. "Maaf, Om, saya bukan laki-laki pengecut," ucap Aland. "Lalu apa namanya, huh? Berhubungan dengan anak saya dengan cara sembunyi-sembunyi seperti ini!" ucap Iqbal semakin sengit. "Saya memang sangat ingin mengatakan tentang hubungan kami, tapi Mitha sangat takut menghadapi kemarahan ayahnya," ucap Aland. "Apa maksudmu?" tanya Iqbal. "Rasanya kurang pantas jika saya membicarakan hal ini di sini, bagaimana jika kita mencari tempat yang lebih nyaman," jawab Aland. "Bicarakan saja langsung apa tujuanmu, tidak perlu banyak basa basi," ucap Iqbal. "Saya ingin menikahi Mitha, Om," ucap Aland dengan mantap. "Apa yang kamu miliki untuk menikahi putri kesayangan saya?" tanya Iqbal dengan tatapan tajamnya sambil melipat tangan di dadda. "Saya memang tidak memiliki apa-apa, saya bukan berasal dari keluarga kaya seperti Om, tapi saya tetap berusaha untuk membuat Mitha bahagia," jawab Aland. "Buktikan itu kepada saya," ucap Iqbal. "Saya akan membuktikannya, Om," ucap Aland. "Kau harus ingat, setetes air mata Mitha yang jatuh karena kamu, saya tidak segan untuk membuat hidup kamu menderita!" ancam Iqbal. "Om bisa melakukan apa saja kepada saya jika saya terbukti membuat Mitha menderita," ucap Aland. "Buktikan!" ucap Iqbal. "Baik, Om, terima kasih. Om jangan mengatakan kepada Mitha jika kita sudah bertemu," ucap Aland. "Kenapa?" tanya Iqbal. "Saya ingin memberi kejutan untuk Mitha," jawab Aland. "Oke," ucap Iqbal. "Terima kasih, Om," ucap Aland, lalu dia pergi. "Buktikan jika saya tidak salah mempercayaimu." ucap Iqbal, dia pun kembali ke mobilnya dan masuk ke rumah. *** Fanny dan Damar kini sedang berada di salah satu taman kota, sejak tadi kedua anak Adam itu hanya diam, entah apa yang ada di dalam pikiran mereka saat ini. Damar pun tidak tau harus memulai dari mana, dia masih tidak percaya dengan keputusan yang baru saja dia ambil. Begitu juga Fanny, yang masih belum mengerti dengan apa yang direncanakan oleh Damar, kenapa dia setuju untuk menikah dengannya. "Bang!" "Fan!" Damar dan Fanny memanggil bersamaan sambil menoleh, kini wajah mereka saling berhadapan. "Lo mau ngomong apa?" tanya Damar. "Enggak, lo aja yang duluan ngomong, Bang," jawab Fanny lalu memalingkan wajahnya. "Lo dulu," ucap Damar. Fanny menghela nafasnya dengan panjang lalu beralih kembali menatap Damar. "Kenapa lo setuju untuk menikahi gue?" tanya Fanny. "Kan gue udah jelasin alasannya tadi," jawab Damar. "Tapi tetep aja gak masuk akal, Bang," ucap Fanny. "Gak masuk akalnya di mana?" tanya Damar, Fanny diam memikirkan apa yang harus dia katakan. "Kenapa diem?" tanya Damar lagi. "Tau ah, gue juga pusing kenapa lo main setuju aja buat nikah sama gue, kan kita gak ngapa-ngapain, Bang," jawab Fanny. "Emang kita gak ngapa-ngapain, gue cuma nolongin lo, terus gue...." "Terus kenapa lo mau nikahin gue!" pekik Fanny semakin kesal. "Lo gak mau nikah sama gue?" tanya Damar. "Haiish... ternyata susah juga ngomong sama yang udah bangkotan kayak lo!" jawab Fanny. "Heh, gak sopan sama calon suami ngomong kayak gitu!" ucap Damar. "Enak aja calon suami, kagak ada, lo bilang lagi sama mama papa gue kalo lo gak jadi nikahin gue," ucap Fanny. "Enggak, harga diri gue sebagai laki-laki hancur dong," ucap Damar. "Halah, kayak punya harga diri aja," ucap Fanny. "Sembarangan kalo ngomong," ucap Damar. "Please deh Bang, gak usah gila pake acara kita nikah segala," ucap Fanny. "Elu yang gila, udah sekarang gak usah banyak bacot, mendingan lo diem, terus ikutin aja apa yang gue bilang," ucap Damar. "Ya gak bisa gitu, Bang, gue harus tau dulu tujuan lo melakukan ini apa, gue emang bandel, tapi gue ngerti pernikahan itu bukan buat main-main, lo seenak jidatnya aja ngambil keputusan sendiri," ucap Fanny. "Gue juga tau, gak usah ceramah," ucap Damar. "Kalo udah tau kenapa...." "Gue bilang diem, sekarang ikut gue," ucap Damar. "Ikut ke mana?" tanya Fanny. "Ke rumah gue lah, ketemu nyokap sama bokap gue," jawab Damar. "Ogah!" ucap Fanny. "Ikut, atau gue cium nih!" ucap Damar. "Heh, enak aja!" ucap Fanny. "Makanya gak usah banyak bacot, lo ganti baju, terus ikut gue!" ucap Damar. "Gue gak bawa baju ganti, Bang," ucap Fanny. "Butik sama toko baju banyak, beli aja jangan kayak orang susah!" ucap Damar lalu beranjak dari tempatnya. "Haiish... pengen banget gue tampol tuh kepalanya, biar dia sedikit waras," ucap Fanny. "Cepetan woy, keburu malem nih, ntar dikiranya gue bawa lo ke hotel lagi!" ucap Damar berteriak dari mobilnya. "Iya, bawel banget sih!" ucap Fanny, dia pun menghampiri Damar sambil menggerutu, setelah Fanny masuk ke mobilnya, Damar segera menuju salah satu butik, dia akan membawa Fanny bertemu dengan Rania dan Iqbal. Sebenarnya, Damar pun belum yakin untuk menikah dengan Fanny, tapi entah kenapa saat Damar mengetahui apa yang sebenarnya tentang Fanny, dia harus melakukan ini untuk menolong Fanny. Semuanya memang terdengar gila, tapi Damar pun sudah lelah saat Rania terus menerus bertanya kapan dia akan menikah, belum lagi Nadine yang sampai sekarang masih terus mengganggunya. Damar benar-benar muak dengan keadaan ini, dan entah kenapa saat dia melihat Fanny dari dekat, jantungnya berdegup dengan sangat kencang, apakah ini yang dinamakan cinta? Entahlah, Damar pun tidak mengerti, saat ini hanya dia yang tau apa jawaban yang sebenarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD