Bab 45: Kenyataan Tentang Fanny

1015 Words
"Papa yakin Fanny ada di sini?" tanya Irene karena Pras sudah menghentikan mobilnya tak jauh dari gudang tua yang dimaksud. "Yakin, Ma," jawab Pras, lalu dia cepat-cepat turun dari mobilnya, begitu juga dengan Aland dan Mitha yang baru saja sampai. "Kamu jangan jauh-jauh dari aku ya, Sayang, ini sangat berbahaya," ucap Aland sambil menggenggam tangan Mitha. "Iya, Mas," ucap Mitha lalu pandangannya mengitari ke arah lain. "Mas, kayaknya aku kenal mobil itu deh!" ucap Mitha sambil menunjuk ke arah mobil yang tak jauh terparkir di sana. "Yang bener?" tanya Aland. "Iya, Mas, itu kayak mobilnya...." jawaban Mitha terhenti, dia nampak memikirkan sesuatu, "Itu mobil abang, Mas," ucap Mitha. "Ya udah kita samperin ke sana, Sayang," ucap Aland, dia dan Mitha pun segera menyusul Irene dan Pras, baru saja mereka akan masuk tiba-tiba.... "Astaghfirullahal'adzim, Fanny, ya ampun kalian ngapain!" teriak Irene. Saat mereka masuk ke gudang itu, mereka melihat Damar dan Fanny dalam posisi yang tidak pantas untuk dilihat, apalagi dengan pakaian Damar yang berantakan dan Fanny yang menggunakan tanktop. Mitha dan Aland pun tak kalah terkejutnya melihat keadaan Damar dan Fanny. "Kalian apa-apaan, huh?" tanya Pras dengan sengit lalu dia menarik Damar dan memukul Damar tanpa ampun. Fanny pun bangun dari tempatnya dan menggunakan jas Damar yang tadi laki-laki itu berikan. "Papa, jangan pukul Bang Damar, aku bisa jelasin semuanya!" ucap Fanny yang mencoba untuk menyelamatkan Damar. "Saya sama Fanny gak ngapa-ngapain, Om," ucap Damar berusaha membela diri. "Kalian masih mau mengelak setelah tertangkap basah!" ucap Pras semakin naik pitam. "Mengelak apanya, aku sama Bang Damar emang gak ngapa-ngapain!" ucap Fanny. "Bukti sudah ada di depan mata, Fanny, Papa gak mau kalian mencoreng nama keluarga lebih jauh lagi, kalian harus menikah!" ucap Pras. "APA? MENIKAH?" tanya Fanny dan Damar bersamaan. "Om, tapi tadi aku sama Fanny emang gak ngapa-ngapain, aku cuma tolong Fanny yang lagi disekap sama tiga preman," jawab Damar. "Bullshit, sekarang mana para preman itu, kamu jangan mencari-cari alasan untuk lari dari tanggung jawab!" ucap Pras. "Kalau Papa gak mau percaya sama Bang Damar, setidaknya Papa percaya sama aku, anak Papa. Aku gak mungkin melakukan hal serendah itu, Pa!" ucap Fanny, lalu dia menghampiri Irene yang masih diam mematung karena terkejut. "Mama percaya kan sama aku, aku gak akan melakukan itu, Ma," ucap Fanny sambil memohon kepada Irene. Tapi, Irene masih tidak mengatakan sepatah kata pun, lalu Fanny beralih menghampiri Mitha. "Mith, lo percaya kan sama gue?" tanya Fanny, lalu Mitha pun memeluknya. "Aku percaya, Fan, tapi semua bukti tidak menunjukkan kalau kamu tidak bersalah," jawab Mitha dengan lirih. "Itu artinya, lo juga meragukan gue, Mith?" tanya Fanny. "Enggak, Fan, tapi sekarang tidak tepat mencari terang dalam kegelapan, kamu akan semakin masuk ke dalam kegelapan, lebih baik kamu ikuti dulu alurnya, nanti kita cari jalan keluar sama-sama, aku yakin bang Damar juga gak akan tinggal diam, Fan," jawab Mitha lalu dia melepaskan pelukannya dari Fanny. Aland tersenyum tipis mendengar ucapan Mitha, dia tidak menyangka jika gadis seusia Mitha memiliki pikiran yang sangat dewasa seperti ini. "Ma, Pa, sekali aja Mama sama Papa dengerin apa yang aku ucapkan, sekali aja Mama sama Papa peduli sama aku, aku gak melakukan itu, Pa, Ma," ucap Fanny memohon. "Keputusan Papa sudah bulat, kamu harus menikah dengan Damar sebelum kalian berbuat hal yang tidak-tidak lagi!" ucap Pras, lalu menatap tajam kepada Fanny dan Damar bergantian. "Papa gak bisa seenaknya mengambil keputusan untuk masa depan aku, udah cukup selama ini aku selalu menuruti keinginan Mama sama Papa, aku gak boleh begini, aku gak boleh begitu, aku jangan ke sini, aku jangan ke situ, tapi Mama sama Papa gak pernah ada yang peduli sama aku, Mama sama Papa terlalu sibuk mengurus kepentingan kalian, yang kalian berikan cuma uang, uang, dan uang, aku gak butuh uang kalian, aku cuma butuh kasih sayang dan perhatian dari kalian!" ucap Fanny dengan berapi-api dan air mata yang berurai. Mitha yang mendengar kenyataan itu pun terkejut, karena selama ini Mitha tidak mengetahui apa yang sebenarnya tentang Fanny, dia hanya tau jika sahabatnya itu adalah orang yang selalu ceria dan berkata seenaknya. Apa, sahabat? Apa Mitha masih pantas mengatakan jika dirinya adalah sahabat Fanny setelah mengetahui semua ini? Mitha tidak pernah bisa mengerti apa yang Fanny rasakan sebenarnya. Mitha tidak bisa mengartikan tawa di balik semua luka yang Fanny rasakan, betapa egoisnya Mitha selama ini yang tak bisa memahami luka sahabatnya sendiri, apakah seperti ini hubungan persahabatan mereka yang selalu Mitha banggakan? "Jaga ucapan kamu, Fanny, kami peduli sama kamu!" ucap Pras, sedangkan Irene semakin bungkam karena rasa bersalahnya kepada Fanny semakin besar. Ibu macam apa dia yang tidak pernah tau bagaimana keadaan anaknya, apa yang dirasakan oleh anak semata wayangnya, rasa bersalah semakin besar menghimpit daddanya, bahkan untuk bernafas pun terasa sangat sesak. "Apa seperti ini bukti kepedulian Mama sama Papa? Sekarang aku tanya, kapan terakhir kali Papa sama Mama tanya keadaan aku? Kapan terakhir kali Mama sama Papa temenin aku saat aku butuh perhatian kalian?" pertanyaan Fanny membuat Pras dan Irene semakin bungkam. Sedangkan Mitha sudah tak kuasa menahan air matanya, ternyata begitu besar luka yang dirasakan oleh Fanny. Aland dan Damar pun terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing. "Apa mungkin selama ini kehadiran aku menjadi beban buat Mama sama Papa?" tanya Fanny lagi, kali ini dengan suara lirih dan bergetar. "Kalau memang aku menjadi beban buat Mama dan Papa, aku akan pergi, Mama sama Papa gak perlu kayak begini untuk mengusir aku dengan cara halus, Papa sengaja meminta bang Damar untuk menikahi aku agar aku pergi dari rumah kan, aku dengan senang hati pergi dari rumah tanpa harus melibatkan orang lain," ucap Fanny. "Apa maksud kamu, Nak, kamu bukan beban buat kami...." "Terus kenapa Mama sama Papa gak peduli sama aku!" ucap Fanny dengan air mata yang tak dapat dia bendung lagi, Fanny pun terduduk lemas di lantai. Mitha menghampiri Fanny lalu memeluknya. "Kenapa kamu melakukan ini sama aku, Fan, kenapa kamu gak pernah cerita sama aku," ucap Mitha dengan lirih. "Percuma gue cerita, Mith, itu gak akan menyelesaikan masalah dan membuat apa yang gue inginkan menjadi kenyataan, semuanya percuma," ucap Fanny dengan tangisan yang semakin menyayat hati. "Aku akan menikahi Fanny!" ucap Damar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD