Bab 43: Di Mana Fanny?

1040 Words
"Makannya berantakan banget, Sayang," ucap Aland sambil membersihkan saus yang menempel di sudut bibir Mitha. Saat ini mereka sedang berada di taman sambil menikmati sosis bakar yang mereka pesan. "Hehe... maaf, Mas," ucap Mitha. "Mau lagi?" tanya Aland. "Enggak, nanti badan aku tambah lebar," jawab Mitha. "Kamu diet?" tanya Aland. "Mau," jawab Mitha. "Gak boleh," ucap Aland. "Kok gak boleh, kenapa?" tanya Mitha. "Pokoknya, kamu gak boleh diet, aku suka kamu kayak gini," jawab Aland. "Mas aneh deh, orang lain tuh pengen pacarnya yang langsing, lah ini malah kebalik," ucap Mitha. "Aku emang beda dari yang lain," ucap Aland. "Iya emang beda, seleranya paus terdampar kayak aku," ucap Mitha. "Sayang!" ucap Aland dengan tatapan tajamnya, dia memang tidak suka jika mendengar Mitha meledek dirinya sendiri. "Iya, maaf," ucap Mitha. "Aku mencintai kamu apa adanya, kamu harus ingat itu terus," ucap Aland. "Iya, Mas," ucap Mitha. "Kamu cuma iya iya aja, nanti diulang lagi ngeledek diri sendiri, aku gak suka dengernya, kamu itu sangat istimewa, itu yang membuat aku cinta sama kamu," ucap Aland. "Mas, beneran cinta sama aku?" tanya Mitha. "Sayang, apa selama ini perlakuan aku tidak meyakinkan kamu sama sekali," jawab Aland. "Aku yakin kok," ucap Mitha. "Jadi, kapan aku bisa menemui ayah kamu?" tanya Aland. "Mas, aku... aku...." jawab Mitha dengan terbata-bata. "Kamu takut, Sayang?" tanya Aland, Mitha hanya menganggukkan kepalanya dengan perlahan. "Apa yang kamu takutkan?" tanya Aland. "Waktu itu, ayah bilang sama aku, kalau gak akan mengijinkan aku atau abang menikah sebelum kami menyelesaikan sekolah," jawab Mitha. "Cuma itu yang kamu takutkan?" tanya Aland. "Iya, Mas," jawab Mitha dengan lirih. "Kan kamu udah selesai sekolah, jadi kamu gak usah takut," ucap Aland. "Belum, Mas, aku kan belum lulus, baru juga selesai ujian, aku juga pengen kuliah kayak temen-temen," ucap Mitha. "Kan gak ada larangan menikah saat kuliah," ucap Aland. "Aku tau, Mas, tapi aku...." "Kamu gak yakin kalau aku mampu membiayai kuliah kamu dan kehidupan rumah tangga kita?" tanya Aland menyela. "Bukan itu maksud aku, Mas," jawab Mitha dengan lirih. "Lalu apa lagi yang membuat kamu khawatir?" pertanyaan Aland membuat Mitha terdiam, apa yang Aland katakan memang benar, bukan berarti Mitha merendahkan atau tidak yakin dengan rejeki yang sudah Allah berikan. Tapi, Mitha tidak ingin menjadi beban untuk Aland, jika mereka menikah, sudah pasti Mitha menjadi tanggung jawab Aland sepenuhnya, baik lahir maupun batin, orang tua Mitha sudah tidak berhak lagi untuk membiayai kehidupan Mitha karena semua itu sudah menjadi kewajiban Aland. "Sayang, kenapa kamu diam?" tanya Aland sambil memegang telapak tangan Mitha. "Gak apa-apa, Mas," jawab Mitha. "Aku akan bekerja keras untuk memenuhi semua kebutuhan kamu, dan membiayai kuliah kamu," ucap Aland. "Aku gak mau jadi beban kamu, Mas," ucap Mitha. "Kamu penyemangat aku, bukan beban untuk aku," ucap Aland sambil membelai lembut pipi Mitha. "Benarkah?" tanya Mitha. "Iya, Sayang," jawab Aland, sambil tersenyum, suasana tiba-tiba berubah menjadi romantis untuk mereka berdua, tapi itu tak berlangsung lama karena mereka dikejutkan oleh suara ponsel Mitha. "Loh, itu hp kamu nyala, Sayang," ucap Aland. "Kan tadi aku charge di mobil abang, Mas," ucap Mitha, ponselnya kembali berdering, kening Mitha berkerut saat melihat ID pemanggilnya. "Kenapa?" tanya Aland. "Mamanya Fanny telpon aku," jawab Mitha. "Ya udah, diangkat, siapa tau penting," ucap Aland, lalu Mitha menekan panel berwarna hijau dan telpon pun tersambung. "Assalamu'alaikum, Tante!" sapa Mitha. "Wa'alaikum salam, Mitha, kamu lagi sama Fanny?" tanya mama Fanny di ujung sana. "Enggak, Tante, tadi kita emang pulang bareng, tapi Fanny balik lagi ke sekolah katanya hp dia ketinggalan di kantin," jawab Mitha. "Apa mungkin Fanny masih di sekolah?" tanya mama Fanny. "Mungkin saja, Tante," jawab Mitha. "Ya sudah kalau begitu, terima kasih Mitha, nanti kalau kamu ketemu sama Fanny, tolong kabari Tante," ucap mama Fanny. "Iya, Tante, nanti aku kabarin," ucap Mitha, sambungan telpon pun terputus. "Ada apa?" tanya Aland. "Fanny belum pulang, barusan mamanya tanya," jawab Mitha. "Kok bisa belum pulang, tadi kan aku yang anterin Fanny sampai depan rumahnya," ucap Aland. "Yang bener, Mas?" tanya Mitha. "Beneran, Sayang, tadi aku ke sekolah kamu, tapi aku cuma liat Fanny baru keluar dari gerbang sekolah, ya udah aku anterin dia pulang dari pada dia pulang sendiri kan lebih bahaya," jawab Aland. "Mas jangan bercanda ya, ini beneran gawat loh, kalau Fanny emang udah diantar sama Mas, terus dia ke mana?" tanya Mitha. "Jangan-jangan ada orang yang menculik Fanny," jawab Aland. "Mas, jangan bikin aku takut deh!" ucap Mitha sedikit memekik. "Kamu kasih tau orang tua Fanny sekarang," ucap Aland. "Oke," ucap Mitha, lalu dia menghubungi lagi orang tua Fanny, tapi tak ada jawaban dari sana. "Gak diangkat, Mas," ucap Mitha, dia sudah mulai panik mengkhawatirkan keadaan temannya. "Ya udah, kita ke rumahnya sekarang." ucap Aland, mereka pun segera menuju rumah Fanny, sepanjang perjalanan Mitha terus menghubungi Fanny dan orang tua Fanny, tapi dari mereka tidak ada yang menjawab telpon Mitha sama sekali. "Mas, cepetan, nanti Fanny kenapa-napa," ucap Mitha. "Iya, Sayang, kamu jangan panik, Fanny pasti baik-baik aja," ucap Aland, dia semakin kencang melajukan taksinya menuju rumah Fanny. Sesampainya di sana, Mitha melihat Irene mamanya Fanny sedang gelisah di teras rumah. "Assalamu'alaikum, Tante!" sapa Mitha, dia langsung menyalami Irene. "Wa'alaikum salam," sahut Irene. "Fanny belum pulang juga, Tante?" tanya Mitha. "Belum, Mitha, supir Tante lagi cari Fanny ke sekolah," jawab Irene. "Fanny sudah saya antar ke rumah, Tante," ucap Aland. "Maksud kamu?" tanya Irene. "Gini Tante, tadi Mas Aland ketemu sama Fanny di sekolah, dia sendirian, terus Mas Aland anterin Fanny sampai sini," jawab Mitha. "Kamu beneran yang antar Fanny?" tanya Irene. "Iya, Tante, saya benar-benar mengantar Fanny sampai gerbang ini," jawab Aland dengan mantap. "Ya Allah, terus Fanny ke mana dong, dari tadi Tante telpon gak diangkat," ucap Irene semakin panik. "Tante, sudah kasih tau om?" tanya Mitha. "Sudah, om lagi dinas di luar kota, tapi kayaknya om langsung pulang kalau kayak begini," jawab Irene. "Maaf, Tante, apa di sini ada CCTV?" tanya Aland. "Ada," jawab Irene. "Saya ijin melihat CCTV itu," ucap Aland. "Ayo, ikut Tante ke ruangan penjaga," ajak Irene, lalu mereka segera menuju salah satu ruangan penjaga di rumah Irene. Mereka mengamati rekaman CCTV dengan teliti hingga sampai kepada rekaman beberapa orang pria yang datang membekap Fanny dan membawa Fanny masuk ke mobil mereka. "FANNY!" teriak Irene lalu dia tidak sadarkan diri. "Astagfirullah, Tante!" pekik Mitha.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD