I Hate You

1705 Words
Sometimes when you lose someone. You can't turn itu back. Forever.    _______ Redzel Romulo "Apa kabar Ella sayang? Apa kau tidak merindukanku?" ujarnya dengan nada menggoda tak melepas pandangan sedetikpun dari wanita itu. Angel membeku sejenak, William semakin mendekat dengan seringai menakutkan yang tercetak jelas di wajahnya, setiap langkah yang diambil pria itu membuat Angel sesak nafas. Tanpa sadar, kakinya meringsut mundur, jantungnya berdegup kencang, mata yang dulu bersinar penuh cinta kini meredup berganti sinar menakutkan. "Liam... apa... kenapa kau ada disini?" Angel berujar terbata-bata, kemunculan William yang tiba-tiba membuat kinerja otaknya melambat. Sama sekali tidak dipahami olehnya kenapa William bisa berada di London tepat di ruangan CEO Handerson. William tertawa keras, wanita ini masih saja bodoh seperti dulu. Setelah sekian lama berlalu, wajah polos dan lugu Angel sama sekali tidak berubah sedikitpun. Oleh karena itulah, William jatuh dalam kubangan cinta tulus Angel. Wanita yang dulu selalu berkata lembut, perhatian dan penurun layaknya kucing mungil kini sudah berani menunjukkan taringnya. "Kau memang sesuatu sayang, kau menjalin cinta denganku tapi tidak sekalipun kau bertanya tentang indentitas ku." Ujarnya kemudian, William membawa matanya menelusuri seluruh tubuh Kesya yang terbungkus blazer hitam.            Ella ku masih tetap cantik dan mempesona. William membatin. "Apa... maksudmu?" mata Angel melebar mencerna kalimat ambigu William. Lipatan-lipatan kecil mulai terlihat jelas di kening mulusnya. "Biar ku beritahu, namaku adalah Andreas William Handerson, pewaris tunggal keluarga Handerson, perusahaan terkemuka di seluruh dunia, atau lebih tepatnya perusahaan tempatmu bekerja. Ayahku bernama Robert Handerson." William tersenyum penuh kemenangan melihat wajah Angel yang memutih. Deg deg deg!!!! "Apa...?! Tidak mungkin... Kau pasti berbohong... Ini tidak mungkin." Angel menggelengkan kepalanya, menolak kebenaran yang keluar dari bibir William. Tiba-tiba sepotong kalimat kenangan terlintas di pikirannya.  "Kau tidak pernah memberitahu nama belakang mu Liam, siapa nama belakangmu sebenarnya?"    "Percayalah, kau akan sangat terkejut jika mengetahuinya."  "Kenapa? Kau terkejut? Aku juga sangat terkejut mengetahui keberadaan mu disini. Kita memang ditakdirkan untuk bersama." William berhenti mengejar langkah Angel saat melihat punggung wanita itu menubruk dinding.  "Apa.. yang kau.. inginkan Liam?"  Angel memaksakan diri untuk bersuara saat tubuhnya  sudah terperangkap tembok putih. Rasa putus asa menghantui Ella tatkala menyadari bahwa gerakannya kalah cepat dari Liam. Liam mengangkat sebelah sudut bibirnya. "Apa yang kuinginkan? Bukankah jelas bahwa kau sudah tau apa yang kuinginkan." tangan William bergerak cepat mengelus pelipis Ella yang sudah dipenuhi bulir keringat. Pandangannya tak beralih sedetik pun dari wajah cantik yang sudah sangat dirindukannya. "Apa yang kau lakukan! Menyingkir dariku!" dengan sekuat tenaga Angel mendorong tubuh kekar William agar menjauh dari tubuhnya. Luka hati yang tak kunjung juga mengering membuat Angel bersusah payah menahan diri untuk tidak melayangkan tamparan di wajah William. "Wah sayangku, kau sudah semakin berani rupanya dan aku sangat bahagia ternyata kau masih mengingat nama kenangan kita, Liam, nama yang paling aku cintai setelah keluar dari bibirmu. Kau sudah sangat berubah Ella, tapi tak bisa ku pungkiri kau jauh lebih menggiurkan dari Angel sebelumnya, dan aku menyukai perubahan mu." William tak bergeming sama sekali, dia semakin merapatkan tubuhnya menempel di tubuh mungil Angel. William menunduk menatap rindu bibir yang dulu selalu tersenyum karenanya.  "Menyingkir sialan! Pergi dari hidupku!" Entah kekuatan darimana Angel berhasil meloloskan diri dari kungkungan William, lalu berlari cepat namun, sebelum tangannya menyentuh gagang pintu, tubuh angel di balik dengan kasar. "Apa yang kau lakukan b******k!" Angel meneriakkan kemarahannya tepat di wajah William.  "Perhatikan nada bicaramu Ella!" Cukup sudah, William tak lagi bisa bernegosiasi dengan amarahnya yang sudah mendidih, wanita ini sudah berani membangunkan jiwa iblisnya. Angel tersentak kaget, nyalinya menciut seketika. "Liam... lepaskan aku." suara Angel beriba-iba, ketakutan tiba-tiba memenuhi benaknya. William menatap lekat wajah pucat Angel, hatinya begitu tercubit mengetahui bahwa wanita yang sangat dicintainya menaruh rasa takut padanya. Netra biru Liam memandangi dalam sepasang bola mata hitam Angel, ingin rasanya mendekap erat tubuh mungil gadis itu seperti dulu. Hening. Hening. Hening. "Aku merindukanmu, sangat merindukanmu."  bisik William tiba-tiba dengan suara pelan, dia berujar sungguh-sungguh tanpa melepas pandangan dari wajah Angel. "Apa? Rindu katamu?!" Angel berucap dengan sinis, kalau dulu dia akan terbuai dengan manisnya kalimat William tapi tidak hari ini, Angel yang sekarang tidak sebodoh Angel 7 tahun yang lalu. "Kau membenciku?" Nada bicara William melemah, tak kuasa melihat binar kebencian di mata Angel. Suara tawa frustasi menyapa pendengaran William, Angel menghapus kedua sudut matanya yang sudah berair. Pertanyaan bodoh William terdengar lucu sekaligus sakit. "Setelah semua yang sudah kau lakukan padaku, adakah alasan untuk tidak membencimu? Apa kau masih berbangga diri dengan kisah cinta Liam dan Ella 7 tahun lalu? Katakan padaku, apa cinta yang kita bangun sebegitu lama sanggup untuk menghapus rasa benciku padamu?!" Kelopak mata Angel tak tahan lagi menahan genangan air mata, dalam sekali kedip pipi itu berjatuhan oleh derasnya tetesan air mata. "Tapi aku masih mencintaimu, dan posisimu tidak pernah tergeser dihati ku. Sampai detik ini, jantungku hanya berdetak untukmu seorang." William memberanikan diri mengusap air mata Angel, salah satu kelemahan dirinya adalah tak sanggup melihat Angel menangis. Angel menepis kasar tangan William. "Cukup Liam... Aku tidak punya cinta yang sama lagi untukmu seperti dulu. Sakit hatiku sudah mengakar menjadi luka yang menganga lebar, kau sudah menghancurkan ku. Hancur tanpa sisa, dan tak ada rasa yang tertinggal selain benci untukmu." Nada dingin menusuk terlontar dari bibir Angel, kedua tangannya terkepal kuat hingga memutih. Sementara itu, William tertegun mendengar kenyataan pahit dari Angel. Andai wanita itu tahu, dia juga sangat menderita selepas kepergiannya. William menatap nanar, hatinya berdenyut sakit, tapi tak ada yang bisa dilakukan selain menerima kebencian dari Angel. "Apakah... aku tak layak menerima maaf darimu? Aku mengakui kesalahanku tapi, tidak bisakah kau memberiku kesempatan kedua?" William berujar memelas, memohon harap untuk sebuah kesempatan. Masa lalu yang kelam membuatnya harus rela terpisah dari Angel. "Maafkan aku, tapi kita tak lagi bisa bersama. Hatiku sudah dimiliki orang lain." Tanpa ragu Angel menyelesaikan kalimatnya dalam sekali tarikan nafas. Dia terpaksa berbohong demi menyelematkan diri dari iblis berkedok manusia itu. Mata William berkilat marah, pengakuan yang tak terduga dari Angel langsung mengusik egonya. "Apa maksudmu?!" tanyanya kemudian seraya menahan gejolak amarah. "Aku sudah punya kekasih, itu maksudku." Angel melakukan kesalahan besar dengan memancing kemarahan William, karena di detik kemudian tubuhnya dicengkram kuat. "Liam... Apa yang... kau lakukan." Seluruh tubuh Angel gemetaran, pikiran buruk sudah menghantuinya. "Kau yang memaksaku untuk berbuat kasar, aku tidak suka berbagi kepemilikan, apa kau sudah lupa itu?!" William mencengkram kuat rahang Angel, kuku-kuku tajamnya menancap sempurna. "Liam... sakit." Angel merintih memegangi tangan kekar yang mencengkram wajahnya. William seperti tuli, dia langsung menarik paksa tangan Angel menuju sebuah kamar yang berada di ruangan itu. Dalam sekali tendangan pintu kamar terbuka lebar, tanpa memperdulikan jerit tangis Angel, William melemparkan tubuhnya dengan kasar hingga terbanting ketengah ranjang. Angel meringsut mundur ke tepi ranjang saat mata tajam milik William seolah ingin mengulitinya. Ekspresinya dingin, matanya menggelap. "Liam... tolong lepaskan aku." Angel berhasil mengeluarkan suara seraknya, rasa panik dan ketakutan memenuhi benaknya. William tak langsung menjawab, dia bergerak maju mendekati Angel. Berhenti tepat di samping ranjang, mengawasi Angel yang semakin meringsut menjauh, namun sayang gerakannya terhenti karena saat ini punggungnya sudah menempel di kepala ranjang. "Kau selalu memintaku untuk melepaskan mu, dan aku sangat membenci kalimat itu. Kau hanya milikku, milik William seorang, akan ku tunjukkan bukti kepemilikan ku terhadapmu." Ucapnya tanpa ragu, sedetik kemudian tangannya bergerak melepas jas yang menempel di punggungnya. Mata Angel melebar, sekelebat bayangan masa lalu mulai menari-nari di pikirannya. Mengingat itu, kepanikan membuat seluruh sel tubuhnya membeku, berhenti bekerja. Darah langsung surut dari wajah Angel, nafasnya memburu. Tidak Liam, jangan lakukan itu! Aku akan semakin membenci mu. batin Angel William terkekeh pelan, tiba-tiba dia naik ke atas ranjang. Bertumpu dengan lututnya dan mendekati Angel dengan tatapan mengancam. "Ku mohon jangan lakukan ini Liam." Angel berujar panik, menyatukan kedua telapak tangannya di depan d**a sebagai ungkapan rasa putus asa. "Kenapa sayang, apa kejadian ini mengingatkan mu peristiwa masa lalu? Kau tentu tidak lupa bukan, kita dulu juga pernah menyatu dalam kasih. Aku sangat bahagia ketika mengetahui bahwa akulah lelaki pertamamu." William berbisik dengan nada sensual, mengungkit kembali kenangan lama yang terkubur dalam.  Angel mematung sesaat, jantungnya berdetak begitu kencang seperti ingin meloncat keluar. Keterkejutan Angel menjadi kesempatan bagi William, dengan cepat dia menindih tubuh Angel. Tubuhnya kini berada diatas memerangkap tubuh mungil Angel, wanita itu masih berusaha berontak tak peduli seberapa kuat dan keras tubuh lebar yang kini mengukungnya. Tangannya yang masih terbebas mencoba pencakar punggung lebar William, namun sayang dirinya kalah cepat, sebab William lebih dulu mengetahui gerakannya. Angel mulai putus asa mengetahui usahanya yang sama sekali tidak membuahkan hasil. "Tenanglah sayang, ini bukan yang pertama untuk kita. Aku akan membuatmu meneriakkan namaku, kita akan bercinta hingga rahimmu terisi kembali dengan Liam junior." William berbisik parau, nafasnya memberat sedetik kemudian bibirnya menempel di atas bibir Angel. Angel memekik karena kaget, dia masih bertahan untuk tidak terbuai dengan kecupan lembut William. Seakan tak habis akal, William menggigit pelan bibir bawah Angel membuat bibirnya terbuka seketika, langsung saja dia mencicipi semua kenikmatan mulut Angel. Mata mereka bertemu, William menatap dalam netra hitam yang selalu membuat jantungnya berdebar-debar. Jiwa iblisnya bersorak bahagia tatkala mendapati respon tubuh Angel yang tidak pernah bisa berbohong. William mengecup, melumat bibir mungil itu tanpa mengalihkan tatapannya. Angel menggerakkan tangan melepaskan diri dari cengkraman William, tetapi cengkraman itu sangatlah kuat. Dia mencoba menggerakkan kakinya menendang-nendang udara agar terlepas dari William. Bukannya berhasil, Angel malah terjebak oleh usahanya sendiri, tubuh Wiliam semakin menempel membuat d**a mereka bersentuhan.  "Kau merasakannya sayang?" Ujar Wiliam dengan suara serak menekan miliknya tepat di inti Angel. "Lepaskan aku Liam! Apa kau gila?!" Angel berteriak tak sekuat tenaga meski harus merelakan tenggorokannya sakit. William tersenyum mengerikan. "Ya, aku memang gila! Aku gila karena mu Angel! Aku gila karena cintaku padamu!" William berteriak tak kalah nyaring, menahan kedua tangan Angel yang masih saja bersikeras lepas dari cengkramannya. "Jikalau benar kau mencintaiku, kau tidak akan menyakitiku." Angel menantang berani dihadapan wajah William.  "Karena itulah aku ingin memperbaiki semuanya. Kau dan aku harus tetap bersama, tidak ada yang boleh memilikimu selain aku." Setelah mengucapkan kalimat itu William merobek kasar baju kemeja yang menutupi tubuh Angel. "Jangan... Kumohon... Jangan lakukan ini... Liam." Angel mulai menangis ketika tangan William mengusap kasar dadanya, bibirnya menghisap leher jenjang mulus Kesya. "Kau hanya milikku Ella, dulu, sekarang dan selamanya." William mendesis tajam dan terus melanjutkan aksi bejatnya. Angel tetap berusaha memberontak, mencoba keberuntungan yang entah masih sudi berpihak padanya. Segala usaha sudah dilakukan, tapi sayang kali ini takdir kembali memainkan perannya.  Dan saat ini, William kembali menyatu dalam kehangatan Angel, kehangatan yang sudah lama dirindukan. Jeritan tangis dan kepuasan memenuhi seluruh ruangan itu yang menjadi saksi bisu percintaan sepasang kekasih yang terpisah oleh takdir dan juga dipertemukan oleh takdir. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD