Now You Are Mine

1249 Words
"Kenapa kau melakukan semua ini?" bisikan lembut Angel menyentak William yang sedang tertawa dalam kesenangan batinnya. "Haruskah ada alasan khusus ketika memberi pertolongan pada orang yang membutuhkan?" bukannya menjawab William malah balik bertanya. Sengaja melempar umpan pada Angel. "Aku hanya tidak terbiasa akan itu. Pengalaman ku yang begitu buruk pada hubungan membuat diriku begitu hati-hati agar tidak jatuh terperosok pada hubungan yang sama buruknya." suara lirih Angel sebagai pertanda bagi William betapa menderitanya gadis itu selama ini. "Apakah kau keberatan menjelaskan hubungan buruk yang kau maksud itu?" bukannya William tidak mengerti hanya saja dia ingin mendapatkan hasil lemparan umpannya. "Apa kau tidak mengerti sama sekali definisi dari hubungan buruk?" Angel balik melempar pertanyaan menohok pada William. Sial! Gadis ini sudah mengetahui tujuan ku rupanya. Tidak ku sangka, dalam keadaan sakit seperi ini pun, otaknya masih saja bekerja dengan baik. Aku penasaran, hal apa lagi yang membuat ku semakin terpesona pada gadis ini. "Hebat. Kau sudah mengetahui jalan pikiran ku." William terkekeh pelan namun, matanya tidak dengan matanya. "Aku sudah terbiasa dengan manusia-manusia yang menjadi bayangan penasaran akan kehidupan orang lain, termasuk diri mu sendiri." Angel memberi penekanan di dalam kalimat terakhirnya. William tersenyum miring. "Kau memang gadis luar biasa. Pantas saja kau mampu bertahan di tengah kejamnya lika-liku kehidupan ini." lanjutnya lagi. "Aku memang lemah tapi aku tidak bodoh." Angel dengan tenang melempar tatapan berani pada William. Suara tawa membahana menembus seisi ruangan itu. "Kau memang kucing kecil yang liar. Aku semakin bersemangat untuk menaklukkan mu." seringai tajam tercetak jelas di wajah William. "Apa kau yang memberitahu Salsa jika aku berada di sini?" mengabaikan pujian sinis William, Angel menyuarakan rasa penasarannya. "Benar. Kau hanya punya dua manusia penting di dunia ini, Salsa dan Robby. Aku tidak ingin memberikan peluang pada Robby makanya aku menyuruh Salsa untuk menjagamu." mata William berkilat seperti ingin memberitahukan kecemburuannya. Menyadari sikap posesif William, Angel segera menyudahi topik itu dengan kebungkamannya. Namun, sepasang bola mata hitam itu masih saja bekerja memindai dengan seksama penampilan William saat ini. "Lalu, kenapa kau pakai jas. Penampilan mu tidak seperti remaja lainnya. Kau... terlihat dewasa dan seperti... pengusaha." Angel sengaja memberikan jeda sebentar di kalimat terakhir untuk mengamati reaksi William. Dan benar saja, ketegangan terlihat sekilas di wajah William sebelum kemudian lelaki itu mengembalikan raut wajahnya seperti semula. Hanya memerlukan waktu satu detik, seperti manusia sudah terbiasa, William berhasil menghilangkan raut wajah tegang itu. "Apa kau mulai penasaran dengan ku? Atau mungkin....apa kau mulai tertarik denganku?" otak William bekerja cepat mencari alasan yang masuk akal untuk menjawab pertanyaan Angel. Merasa tersindir, Angel mengendurkan raut wajahnya. Ditatapnya ke arah lain menghindar dari tatapan William yang seakan ingin mengoyak lapisan kulitnya. "Kenapa kau bungkam? Membuatku mulai menarik kesimpulan bahwa semua yang ku katakan adalah kebenaran." William tersenyum miring, sengaja memajukan wajahnya lebih dekat dengan wajah Angel. "Apa...apa yang sedang... kau lakukan?" Angel berujar terbata dikarenakan degup jantungnya yang tak terkendali. William mengangkat sebelah alisnya. "Aku sedangan memanjakan mataku dengan kecantikan alami mu. Aku sedang memanjakan telingaku dengan degup jantung mu. Dan aku juga sedang memberitahu bahwa jantungku juga berdegup kencang sama seperti yang kau rasakan. Apa jawabanku cukup memuaskan mu?" Angel terkesiap, dengan segara dia menormalkan raut wajahnya yang sudah yakin berubah merah karena malu. "Bahkan aku sangat terpesona dengan rona merah mu. Lalu apalagi yang kau tunggu, terima saja uluran tanganku maka aku akan dengan senang hati membuat mu gadis paling bahagia di dunia ini. Aku berjanji." ucapan William begitu tegas dan pasti terpenuhi. Angel terdiam sejenak, tanpa sadar kini pandangannya mulai menikmati keindahan dari netra biru lelaki itu. "Bagaimana jika kau melepas tanganku suatu saat nanti."suara dingin Angel menusuk pendengaran William. "Atas dasar apa kau berpikiran seperti itu. Apa perlu aku melompat dari atap gedung ini jika kau memerlukan bukti nyata? Katakan saja, maka aku akan sangat bermurah hati untuk melakukannya." harga diri William merasa tersentil ketika mendengar keraguan Angel. Angel tersenyum tipis. "Tidak perlu. Aku tidak menyukai kebodohan yang seperti itu." gadis itu memberi jeda sebelum kemudian kembali berujar. " Liam, aku hidup sebatang kara saat ini. Aku tidak punya apa-apa selain hati yang sudah lama dijajah luka, ketika aku memberikan hatiku padamu kelak nanti, aku tidak bisa menampik jika suatu saat nanti aku pasti terluka lagi. Aku tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, karena aku sudah tahu, saat berani jatuh cinta maka harus berani terluka. Andaikan aku jatuh cinta padamu, bisakah kau berjanji untuk tidak menabur duri di cinta itu? Sebab, rasanya begitu sakit jika luka itu berasal dari orang yang paling kita cintai." Seperti tersambar petir, punggung William langsung menegang. Entah mengapa kalimat itu begitu menyakitkan seakan menarik paksa jantungnya. Akhirnya, tak sanggup lagi menatap lama wajah pias Angel, William menarik wajahnya memberi jarak sedikit. "Aku berjanji. Aku berjanji tidak akan menjadi penyebab luka mu. Jika pun itu sampai terjadi, maka akulah yang berhak menjadi penawar luka mu nanti." William menjawab dengan tegas, menghilangkan segala keraguan di dalam diri Angel. Saat mendengar itu, Angel tak bisa menyembunyikan raut wajah bahagia. Akhirnya setelah sekian lama, dirinya kini memiliki seseorang yang menjadi sandarannya. Melupakan ancaman Monic, Angel mulai menyakinkan diri untuk menantang gadis itu. "Baiklah, aku menerima mu."dalam sekali tarikan nafas kalimat angel meluncur sempurna. Kedua mata William kompak melebar. Digenggamnya kuat tangan Angel yang bebas dari selang infus demi meyakinkan dirinya. "Kau... kau.. serius? Kau sedang tidak bercanda bukan?" sahutnya lagi. "Aku serius. Kau boleh menggenggam tangan ku sepuasnya." Angel tersenyum malu ketika mendapati reaksi William yang berlebihan. Tak disangka bahwa William akan mendapat balasan semanis itu dari Angel, William langsung menyerangnya dengan naik ke atas ranjang yang membuat Angel berubah waspada. "Apa... apa.. yang kau lakukan. Menyingkirlah dari atas tubuhku." sebelah tangan Angel menempel di d**a William memberi jarak sedikit. "Aku ingin meresmikan hubungan kita." suara berat William terdengar sensual seperti sedang menahan kobaran gairah. Kepala William langsung menunduk ingin memberi ciuman di bibir Angel. Namun, di detik yang sama Angel menoleh ke samping. William tersenyum dalam diam melihat aksi penolakan Angel. Namun, William tidak kehabisan akal. Ditindihnya tubuh kecil Angel lalu ditahannya sebelah lengan gadis itu di atas kepala, sementara pahanya menekan kuat di sisi kiri dan kanan. Tubuh Angel terhimpit kuat hingga membuat dirinya sangat kesulitan untuk bergerak. "Mulai detik ini kau adalah milikku, milik William seorang." Langsung saja William memagut bibir pucat Angel. Meraup rakus seperti bayi yang kehausan. Mata Angel melebar tatkala mendapat serangan mendadak. Lagi-lagi william memaksakan kehendaknya. Seakan tak mengizinkan Angel walau hanya sekedar bernafas, William sudah menempelkan bibirnya di leher jenjang Angel, menggoda dengan sensual yang mampu menciptakan gelombang aneh dalam diri Angel. Sesuatu dalam diri Angel mulai berontak, melupakan rasa sakit di kedua tangannya, tubuhnya mulai meliuk tatkala tangan lidah William sudah menyusuri permukaan dadanya yang entah kapan sudah dibuka oleh lelaki itu. Kepala Angel terasa pening terbawa arus gelombang gairah, tanpa sadar lenguhan-lenguhan seksi lolos dari bibir kecilnya. Jiwa iblis William bersorak riang, dengan perlahan dia mengembalikan bibirnya dia atas permukaan bibir Angel. "Balas ciumanku." ujarnya sebelum kemudian melanjutkan aksinya kembali. Kali ini ciuman itu begitu lembut penuh perasaan. Angel terbuai, tanpa ragu dia membuka bibirnya seperti memberi akses pada William. Langsung saja, lelaki itu mendesakkan lidahnya, menjelajahi seluruh goa hangat Angel. Tangan William bahkan dengan berani merayap di balik punggung punggung baju Angel seakan mencari-cari sesuatu. Angel tidak mampu lagi berpikir jernih, yang hanya dia tahu kenikmatan ini tidak boleh segera berakhir. Suasana kamar itu seketika berubah panas. Suara decakan lidah yang saling beradu menjadi pengiring dua insan manusia yang saling berbagi kenikmatan. "Aku mencintaimu Ella."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD