-Nia Sakit-

1240 Words
Sati P.O.V Setelah jam menunjukan pukul lima sore, aku langsung bergegas kembali ke rumah. Aku baru saja membeli laptop karna rencananya, laptop ku yang biasanya ku pakai akan ku berikan kepada Nia. Dia sudah mulai belajar TIK di sekolahnya, aku mau dia bisa mengoprasikan laptop dengan lancar karna itu aku akan memberikannya laptop ku yang lama. Motor yang ku naiki langsung ku parkirkan di garasi, dengan segera aku melangkah ke dalam rumah dan melihat tas sekolah Nia yang tergeletak begitu saja. Tumben banget dia begini. "Nia?? Kamu dimana?" panggil ku namun pendengaranku tidak mendengar adanya jawaban. Aku langsung menutup pintu rumah lalu berjalan mengecek setiap ruangan di lantai satu. Aku melihat masakan yang ku buat tadi pagi sudah dimakan oleh Nia, kaki ku melangkah menaiki tangga dan langsung mengarah ke kamar adikku ini. Tok! Tok! Tok! "Nia? Kamu didalam?" tanya ku memastikan. "Mmh! Iya kak, Nia lagi pusing." jawab adikku yang membuat tanganku reflek membuka pintu. Aku langsung mendekati nya dan memegang kening Nia. Panas. "Kamu demam, dek. Yaudah tunggu sebentar ya, kakak ambil kompresan dulu." ujarku yang dijawab anggukan lemas Nia. Tanganku langsung membuka lemari kabinet kecil di ujung ruangan dekat lemari yang memang ku isi dengan handuk-handuk kecil mengingat adik ku ini memang rawan demam. Setelah mempersiapkan handuk kecil, air hangat, dan sebungkus kompresan yang bisa ditempel pada dahi anak dengan segera aku mengompres adik ku agar suhunya menurun. "Nia, kalau sampai besok pagi kamu masih demam kakak bakal izin sama guru kamu ya. Kamu pasti kecapean ini. Kamu makan tadi jam berapa?" tanya ku. "Tadi pas pulang sekolah kak. Tapi sekarang Nia ga mau makan lagi, Nia kenyang." jawab adik ku dengan lemas. Aku hanya menghela nafas dengan tangan ku yang masih sibuk mengompres. "Ka, maaf ya Nia malah bikin kakak repot" kata Nia yang ku jawab gelengan. "Enggak ngerepotin sayang, justru kakak panik kalo kamu malah demam begini. Udah pokoknya kamu istirahat ya." ujarku sambil mengelus rambut halus Nia. "Nia kangen mama." ungkap Nia yang membuatku terdiam. "Kalo kangen mama, papa. Nia harus bacain Al-Fatihah ya. Nanti kakak yakin kok mama sama papa datang kesini." kata ku menanggapi omongan Nia. Aku tau ini cukup sulit karna diantara kami berdua memang Nia yang kurang lama memiliki waktu bersama kedua orangtua ku. Aku mewajarkan jika dia masih merindukan mama papa. *** Pagi ini aku terbangun di jam empat pagi dan aku langsung berjalan menghampiri Nia di kamarnya. Ternyata suhu badannya masih panas, dengan segera aku mengambil termometer dan memakaikannya ke ketiak adikku. Sambil menunggu, aku merapihkan alat bekas kompres semalam dan mengganti kompresan di kening adik ku secara perlahan agar dia ga bangun. "Mmmhh! Mama!" gumam Nia yang pada akhirnya membuatku terdiam dengan mata berkaca-kaca. Rasanya sangat sakit melihat adik ku ini sangat merindukan mama. "Nia, mama udah bahagia disana sayang. Nia ga sendiri, ada kakak disini sayang. Bangun dulu yuk!" ujarku dengan perlahan membangunkan adik ku. Dengan perlahan Nia terbangun dengan nafas nya yang tersengal-sengal. Dia langsung memelukku dengan erat sambil menangis sesegukan. "Tadi mama kesini tau kak! Katanya nanti malem pasti mama sama papa balik ke rumah." ujar Nia yang membuat ku bingung untuk menanggapinya. Awalnya aku merasa kalau itu adalah Non Sense. Tapi secara tiba-tiba hidungku mencium harum bunga melati yang sangat menyengat seperti ada yang datang. Aku melihat tirai kamar yang bergerak tanpa ada angin yang meniupnya. Ada apa ini? Apa benar mama datang? Entahlah. Aku memilih segera mengecek termometer setelah alat itu berbunyi menunjukan suhu adikku yang saat ini masih diangka 38 derajat celcius. "Nia, kita ke rumah sakit aja ya biar kamu dapat penanganan. Kakak takut kejadian kayak waktu kamu DBD." ujarku. Dengan segera aku mengambil tas jinjing yang akan ku isi dengan dua pasang pakaian untuk Nia dan dua pasang baju untuk ku. Aku juga memasukan dompet, jaket, dan sendal setelah semuanya siap, aku langsung menggendong Nia dan membawa tas serta sehelai kain untuk ku ikatkan di pinggang adikku nanti saat kami naik motor. Dengan perlahan, kami menuruni tangga. Setelah mengunci rumah, langsung saja aku mendudukan adikku di jok motor dan langsung mengikatkan tubuh Nia dengan kain yang ku bawa. "K-ka d-dingin." kata Nia yang membuatku mau tidak mau kembali menata posisi kami. Aku memindahkan Nia didepanku dengan posisi badannya yang akan memelukku. Sendal yang dia pakai akan ku lepaskan dan ku gantung di stir motor. Nia langsung ku tutupi dengan jaket yang ku bawa di tas dan setelah ku rasa siap, langsung saja kami berangkat ke rumah sakit. *** "Keluarga Nia!" panggil suster yang baru saja keluar dari IGD. "Saya kakaknya, sus. Ada apa?" tanya ku. "Dipanggil dokter, mbak. Silahkan masuk dulu!" kata suster yang ku jawab anggukan.Saat aku memasuki ruang IGD, mata ku menatap Nia yang saat ini sudah di infus. "Dok, saya kakaknya Nia. Bagaimana ya keadaan adik saya?" tanya ku. "Begini, mbak. Adik mbak ini sudah ada gejala tipes. Saya sarankan untuk mengurus administrasi rawat inap untuk memantau keadaannya." kata dokter. "Tapi kira-kira berapa lama ya dok?" tanya ku. "Kurang lebih seminggu adalah masa observasi bagi Nia. Jika keadaannya sudah membaik, di hari kedelapan bisa di bawa pulang." jawab dokter. "Oh begitu, yasudah segera saya urus." kata ku. Aku menghampiri Nia dan mengelus rambutnya. "Sayang, kakak urus kamar rawat kamu dulu okay. Tunggu sebentar ya sama suster disini." ujarku yang membuat Nia tersenyum sekilas. Kaki ku melangkah ke bagian administrasi untuk mengurus perawatan Nia. Aku langsung memesan kamar kelas dua agar adik ku tidak terlalu merasa sepi jika aku meninggalkannya ketika kuliah. Setelah urusan administrasi selesai, adik ku langsung dibawa ke lantai tiga tepatnya di ruang Lily kamar nomor tiga. Di bangsal sebelahnya sudah ada seorang anak yang menempati, terlihat anak itu sedang terkena patah tulang karna aku bisa melihat tangannya yang menggunakan gips. "Anaknya kenapa dik?" tanya ibu dari pasien di samping. "Ini adik saya, bu. Dia ada gejala tipes makanya saya rawat." jawabku dengan tersenyum. "Oh begitu. Oh iya kenalkan saya Kartika, ini anak saya namanya Lolita." kata ibu itu memperkenalkan dirinya. "Oh begitu, saya Sati bu. Ini adik saya namanya Nia." jawab ku kembali memperkenalkan diri. "Salam kenal Sati, Nia. Semoga Nia cepat sembuh ya." kata Bu Kartika yang membuatku tersenyum. "Terima kasih bu. Maaf sebelumnya kalau boleh tau tapi Lolit kenapa ya? Apa dia patah tulang?" tanya ku. "Iya. Biasa lah dik, anak-anak kadang mainannya lari-lari alhasil jatuh begini deh. Mana papa nya masih dinas, hadeuh dari kemarin saya ga balik-balik ke rumah." kata Bu Kartika. "Kalau ibu mau balik juga gapapa bu, biar saya yang jaga mereka. Saya sudah izin ga masuk kuliah kok jadinya bisa jaga sampai malam." ujarku. "Oh begitu, tapi ibu ga akan lama sih palingan ya sampai jam sepuluhan. Biasa lah emak-emak maish harus beberes rumah. Papa nya Lolit juga udah mau sampai ke Jkarata makanya nanti palingan kesininya sama dia. Kamu gapapa ibu tinggal disini?" tanya Bu Kartika memastikan yang ku jawab anggukan. "Gapapa kok bu. Insyaallah saya sanggup kok jaga keduanya." jawabku yang membuat Bu Kartika tersenyum dan mengelus rambutku perlahan. Setelah Bu Kartika pergi, aku duduk di kursi jaga. Aku meletakan kursi yang tadinya di sisi kanan Nia menjadi di sisi kirinya agar berada diantara adikku serta Lolita. [Gw ga masuk kuliah. Nia sakit. Udah di RS Citra Medika. Kalo mau kesini tolong banget beliin kasur lipet yang agak lebar.] Begitulah isi pesan ku di group yang berisikan ketiga sahabat ku. Tidak lupa, aku pun langsung mengirimkan email ke dosen yang akan mengajar hari ini dengan maksud untuk menginfokan jika aku izin tidak masuk kuliah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD