Pertemuan

1023 Words
Author P.O.V Setelah menyelesaikan berbagai urusan rumah, Sita segera mandi dan bersiap ke kampus yang jaraknya dengan rumah sekitar satu jam. Hanya perlu lima belas menit, dia akhirnya selesai mandinya. Dengan rambut yang masih tertutup handuk dan badan setengah lembab, dia kembali ke kamar untuk mempersiapkan pakaiannya. Dia memakai kaos hitam, celana jeans biru, dan sepatu sneakers putih. Dia mengemasi barang-barangnya seperti laptop, charger, powerbank, bedak, maskara, lipbalm, kacamata, buku notes, dan alat tulis. "Hmmm kayaknya nanti gw harus beli tas juga deh, biar ga setiap hari pake tas ini mulu." kata Sati dengan tangan yang sesekali mengecek keadaan tasnya. Dia memasukan dompet setelah mengecek isinya, ada sekitar tiga ratus ribu rupiah. Dia tersenyum samar karna menyadari kalau uang yang di pegangnya ini sepertinya akan kurang kalau harus membuat pesta tahun baru tapi dia tidak tega untuk menolak keinginan Nia. "Untung aja projek yang copywritter udah gw acc jadinya bisa deh gw dapet tambahan." batinnya. Jika ada yang bertanya apakah mereka mendapat warisan, tentu saja. Tapi seorang Sati tidak mau membesarkan adiknya dengan uang itu, dia lebih baik bekerja keras untuk membahagiakan adiknya terkecuali jika ada hal yang darurat barulah akan dia pakai. Setelah semuanya siap, dia mengenakan jam tangan, helm, kacamata, dan langsung menyalakan mesin motornya membelah jalanan di Jakarta yang setiap hari penuh dengan kendaraan serta tidak jauh dari suasana kemacetan. Dilain sisi, ada seorang laki-laki dengan kemeja biru dan celana bahannya sedang menatap seorang wanita yang terlihat lebih tua darinya. "Jadi gimana Sena? Tante menunggu lho kabar kamu punya pacar, kamu itu sudah semakin tua. Almarhum papa dan mama kamu itu menitipkan kamu ke tante. Apa kata mereka nanti kalau melihat anak satu-satunya ini belum menikah dan tidak mau menempati rumah peninggalan kedua orangtuanya?" ujar wanita itu. Fusena Ganendra Gumilar atau yang kerap disapa Sena. Dia seorang laki-laki dewasa dengan tampang yang mampu membuat banyak wanita terpesona akan ketampanannya namun sifatnya sangat dingin, membuat wanita yang berada didekatnya justru merasa terabaikan dan memilih pergi. Entahlah dia merasa belum saatnya dia mencari pengganti kekasihnya yang telah lama pergi bersama dengan kedua orangtuanya. "Sena belum minat mencari pengganti Cecilia. Belum ada yang kayak dia." tukas Sena dengan senyuman tipis yang membiat wanita di hadapannya itu menggelengkan kepala dan menepuk pundaknya. "Suatu hari nanti, pasti ada. Tante yakin kok." ujar wanita itu. Sena langsung memasukan laptop dan berkas-berkas yang akan dia urus ke dalam mobil. Dia akan menjadi dosen sambil mengurus universitas yang berada di bawah naungan perusahaan almarhum papa nya. Selain menjadi dosen, dia juga menggantikan posisi sang papa menjadi seorang CEO di salah satu perusahaan properti dan sudah mendirikan banyak bangunan dengan bekerja sama pada beberapa perusahaan lainnya. Seperti misalkan kampus Merdeka, rumah sakit, dan perpustakaan. Sepeninggalnya kedua orangtua, Sena langsung mengambil alih perusahaan dan akhirnya berhasil menjadikan perusahaannya sebagai salah satu perusahaan terbesar di Indonesia. Sena segera berangkat, dia tidak mau dicap tidak profesional oleh para mahasiswanya. Hari ini adalah hari pertama di semester yang baru, dia akan bertemu dengan mahasiswa baru tentunya sifat mereka pasti sangat berbeda-beda. Jalanan di kota Jakarta memang selalu macet, dia bahkan sesekali hanya bisa menghela nafas dan menatap para pengendara motor yang dengan mudahnya menyalip antrean di jalanan ini. "Lain kali gw beli motor aja deh kalo begini mulu, capek banget tiap hari macet mulu macet mulu. Ini lama-lama gw tabrak-tabrakin seru kali ya." kata Sena yang mulai merasa bosan dengan suasana setiap harinya di jalanan. Semua gumamannya terhenti ketika seorang gadis dengan motor matic hitam. Dia melihat dari samping, gadis itu memiliki paras yang sama dengan Cecilia, mantan kekasih nya yang telah tiada. Apakah ini yang di sebut Reinkarnasi? Tidak, Sena tidak mempercayai reinkarnasi mungkin lebih tepatnya Takdir. Jalanan kembali melancar, gadis yang menjadi pusat perhatiannya pun menjalankan motornya kembali. Sena hanya bisa berdoa agar dia kembali dipertemukan dengan gadis itu. Dia akan melihat kembali Cecilia-nya ada. Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, akhirnya Sena sampai di Universitas Merdeka. Tepat ketika dia memarkirkan mobil di area parkiran gedung Fakultas Hukum, dia melihat motor matic yang di kendarai oleh gadis tadi. Sungguh! Dia merasa hari ini tuhan kembali mengabulkan permintaannya. "Kira-kira siapa gadis itu? Gw rasa akan cukup sulit untuk di cari." batinnya menatap motor itu. "Pak Sena? Ada apa ya?" tanya seseorang yang akhirnya mengalihkan pandangan Sena. Ternyata tukang parkir yang bertanya. "Gapapa pak, cuman mau tau aja ini yang punya motornya siapa ya? Tadi saya ga sengaja nyenggol soalnya." alibi Sena agar dia bisa menemukan gadis itu. "Oh itu mah motornya Neng Sati, pak. Ealah anak itu, kunci motor malah lupa dia ambil. Hadeuh ya sudah pak, saya izin dulu ya mau antar kunci ini." kata tukang parkir dengan name tag Joko. "Eh gapapa, ini biar saya aja yang bawa. Saya juga ada urusan kan sama dia." kata Sena yang dengan cepat mengambil kunci motor milik gadis yang dia ketahui bernama Sati. Dia segera masuk ke dalam gedung fakultas hukum sambil tangannya membawa berkas dan laptopnya. Banyak tatapan memuja dari para mahasiswi namun dia hanya menanggapinya dengan wajah datar sampai tiba-tiba pendengarannya mendapatkan suara seperti seseorang yang memanggil nama gadis yang dia cari. "Sati!" Dengan segera dia melihat ke sekitar dan menemukan gadis yang ia cari sedang duduk santai dengan laptop di paha nya. Sepertinya dia sedang menyelesaikan tugas. "Kenapa, Na? Kok lo disini? Kan bukan gedung fakultas lo." ujar gadis yang ia cari. Dengan segera, Sena melangkah mendekati Sati. Saat sudah berada di dekatnya, Sena mendapatkan pandangan berbeda dari gadis yang dia cari itu. Jika gadis lain menatapnya dengan tatapan memuja, gadis didepannya ini justru menatapnya dengan tatapan yang terbilang biasa saja bahkan cenderung cuek terbukti dengan gadis itu yang hanya menatapnya sebentar lalh kembali menatap laptop di paha nya. "Kamu yang namanya Sati?" tanya Sena yang dijawab anggukan cuek dari Sati. "Ya." Jawaban singkat dari Sati sukses membuat Sena melongo, baru kali ini pesona nya tidak mempan untuk menarik perhatian seorang gadis. Sena akhirnya tersenyum tipis dan langsung memberikan kunci motor Sati yang tadi dia minta pada Joko. "Nih, kunci motor kamu. Hati-hati lain kali." kata Sena yang hanya dijawab anggukan Sati dan langsung memberikan kunci itu pada gadis yang dia rasa semakin memiliki kemiripan dengan Cecilia, almarhumah mantan kekasihnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD