-Berantem?-

1699 Words
Sati P.O.V "Okay kali ini kita akan mempelajari materi Tindak pidana di bidang perpajakan. kalian sudah mempelajari mengenai perpajakan di semester sebelumnya tapi saya akan membahas nya secara rinci dulu. Hukum pajak yang disebut juga hukum fiskal merupakan kebijakan publik yang ditetapkan dalam dokumen formal, yaitu Konstitusi UUD 1945. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan." Begitulah yang dijelaskan oleh dosenku yang bernama Pak Adi. Dia adalah dosen hukum pidana ekonomi ku di semester ini. Huft! Wajahnya tampan, hmmm sebelas dua belas dengan wajahnya Pak Sena. Dengan fokus aku mulai mendengarkan semua penjelasan dari beliau agar semua materi itu bisa masuk ke otak. Ini kalo aja ya buku nya bisa dimakan terus nanti ilmu nya jadi masuk otak udah pasti bakalan aku makan, lah ini, pinter kagak sakit perut nya iya. "Kepada saudari Sati!" panggil Pak Adi yang membuat lamunanku buyar. "Ekhem! Ada apa ya pak?" tanya ku. "Bisa kamu terangkan mengapa kejahatan dibidang perpajakan ini dikaitkan dengan kejahatan dalam bidang ekonomi? Bisa anda jelaskan?" tanya Pak Adi. Dengan tergagap, aku menatap sebentar ke buku dihadapanku lalu kembali menatap Pak Adi dan tersenyum. "Baik, izin menjelaskan pak sebelumnya, secara Yuridis kejahatan dibidang perpajakan termasuk kedalam kejahatan pada subtansi pajak sehingga masuk ke kejahatan ekonomi karna kan ya seperti kita tahu bahwasannya perpajakan juga memiliki pengaruh besar kepada perekonomian." jawabku yang membuat Pak Adi tercengang dan bertepuk tangan yang membuat para mahasiswa di ruangan ku ini saling bertatapan. "Bagus sekali, anda bahkan bisa menjawab sebelum saya menjelaskan kepada para mahasiswa disini. Okay terima kasih atas penjelasan anda, saudari Sati." kata Pak Adi yang ku jawab anggukan. "Ck! Lagi-lagi Sati! Selalu dia! s****n emang tuh cewek!" "Dia hoki aja itu mah! Ga rela gw kalo Pak Adi muji dia!" "Gila! Beruntung tuh pasti di puji Pak Adi!" Aku menengok ketika mendengar ada beberapa mahasiswa yang mengatakan kalimat yang membuatku cukup meringis, kebanyakan gadis-gadis sih. Apa di kelas ini aku memiliki musuh? Padahal aku sudah bersikap cuek kenapa bisa ada musuh? Aarrgghh! Serba salah memang! Kayaknya gini amat ya kalo dosennya masih muda. Aku memilih diam dan kembali memperhatikan penjelasan Pak Adi tanpa mau menanggapi mereka semua. *** Saat ini aku berada di kantin kampus dengan semangkuk bakso dihadapanku. Chat yang dari tadi ku kirimkan ke para sahabatku ini masih belum mendapat balasan sehingga aku memilih berdiam diri di kantin. Kalau bukan karna mereka bilang mau jenguk Nia udah pasti aku tinggal sedari tadi. "Diem-diem aja neng!" ujar seseorang yang ternyata dia adalah Ray. "Lo! Astaga bikin gw kaget aja sih! Mana yang lain?" tanya ku. "Isyana baru keluar kelas, Erina lagi ke toilet sebentar." jawab Ray. "Okay kalo gitu." ucapku. "Euumm by the way gw mau izin ya, Ti. Mau ngajak gebetan gw ngejenguk Nia. Boleh kan?" tanya Ray yang hanya ku jawab anggukan tanpa banyak tanya karna percuma guys gebetan dia kan banyak! "Ajak aja kali, lumayan kan bisa dikenalin ke kita!" kata Erina yang baru saja datang. "Lo makan dulu gih abis itu kita berangkat!" kata Isyana. Dengan segera aku menghabiskan semangkuk bakso yang tadi ku beli setelah itu kami pun berjalan ke parkiran. "Ray!" panggil seorang gadis yang sudah berdiri didekat motor Ray. "Eh kamu udah nunggu ternyata. Guys kenalin, ini Chika. Chika, kenalin ini tiga sahabat gw. Yang ini Erina, ini Isyana, dan yang ini Sati." ujar Ray memperkenalkan kami. "Hai, gw Chika. Calon pacar nya Ray dan calon ratu nya Black Horses." kata Chika yang membuat ku menatap kedua sahabatku ini dengan tatapan seolah-olah memberi kode kalau gadis ini sombong banget. "Oh gitu tapi sorry aja nih biasanya ya Ray lebih prioritasin kami di banding cewek nya apalagi kalo yang modelannya kayak lo." kata Erina ketus yang membuat Chika memberikan tatapan sinis nya ke kami semua. Sedangkan aku hanya bisa terdiam dan menepuk bahu sahabatku ini. Dengan menggelengkan kepala, aku memberikan senyuman yang membuat Erina memutar mata nya kesal."Ck! Fine!" katanya kesal. "Yaudah ayo berangkat! Gara-gara nungguin kalian doang nih make up gw luntur." kata Chika. "Ck! Make up aja ribet. Gimana mau jadi ratu nya Black Horses yang ada nangis." sinis Erina. "Udah stop. Kita jalan sekarang!" ajak ku untuk menghentikan perdebatan antara Erina dengan Chika. Aku berjalan ke arah motor namun sata meneliti aku baru tersadar, ban motor ku bocor! "Kalian duluan aja, nanti kalo sampai sana Nia nanyain jawab aja ban gw bocor." ujarku. "Yah, yaudah kalo begitu gw sama lo aja!" kata Ray yang membuat Chika mendelikan matanya. "Maksud lo gw naik angkot gitu? Astaga Ray, nanti kalo bau disana gimana? Ga! Gw ga mau!" tolak Chika. "Lo ga usah ikut elah simple kan. Udah gih sana!" usir Ray. "Ga! Gw pokoknya mau lo yang anter sampai rumah. Enak aja lo! Tau gitu kan gw ga bakalan nunggu lama disini. Dan buat lo, Sati! Lo benalu di kehidupan Ray!" kata Chika sinis. Aku hanya bisa tersenyum lalu menghampiri nya. "I knew that. Sorry but gw sama dua sahabat yang lainnya itu emang prioritas Ray." ujar ku dengan senyum meremehkan. "Udah, lo anterin mak rempong dulu sono Ray! Lain kali awas aja lo ngenalin cewek modelan kebun binatang ke kita-kita!" kata Isyana yang hanya dijawab anggukan dengan helaan nafas berat dari Ray. "Yaudah gw jalan duluan nanti gw nyusul kalian. Eeuumm, Ti? Nanti gw bakal suruh anak buah gw kesini buat ngurus motor, lo diem aja ya disini jangan kemana-mana!" kata Ray yang ku jawab anggukan. "Sip! Thanks, Ray!" ujarku. "Yaudah deh kita duluan nih ya berarti? Lo beneran gapapa?" tanya Erina memastikan. "Ck! Gw gapapa elah santai aja." jawabku. "Yaudah kabarin kita terus ya, Ti! Bye!" pamit kedua sahabatku. Setelah kepergian mereka, aku menghela nafas kesal dan mulai memencet ban motor ku. "Yailah motor bisa-bisanya lo malah bocor disaat yang ga tepat. Kan gw jadi ga enak sama bocah, tor." ujarku sambil mengelus motor matic yang sering ku pakai. "Hey! Jalang!!!" panggil seseorang. Aku menengok dan melihat ada beberapa mahasiswi mendatangi ku. Aku hanya bisa menatap mereka dengan tatapan datar dan memilih untuk duduk santai di motor. Aku mau tau apa yang akan mereka lakukan dengan memanggilku jalang tapi tentu saja aku pura-pura tidak mendengar mereka. Para mahasiswi itu menghampiri ku dan langsung berkerubung. Entahlah apa yang mereka mau sebenarnya. "Heh! Gw manggil lo tadi!" kata salah satu mahasiswi dengan penampilan menor nya. "Oh manggil gw, tapi sorry aja gw ga ngerasa makanya gw ga mau nanggapin. Gw kira kalian manggil diri kalian sendiri." jawabku santai. "s****n! Berani banget lo sama gw. Liat sekeliling lo! Lo sendiri! Gw bawa circle gw!" kata mahasiswi itu. "Terus untungnya gw merhatiin circle lo apa? Circle lo penuh bibir pemakan orok gitu ngapain gw perhatiin! Sakit mata gw nanti!" jawabku dengan senyum meremehkan. "Bacot! Ga usah caper lo sama Pak Adi! Ga usah sok pinter di depan dia! Dia ga bakal tertarik sama lo!" kata salah satu mahasiswi lain. "Oh jadi gw pinter ya di mata kalian? Ga percuma juga gw belajar." jawabku santai. "Kata siapa lo pinter? Lo cuman sok!" sinis mahasiswi lain dengan rok pendek berwarna merah dan kemeja biru navy. "Lah dari pada lo sok montok. Pake rok pendek span tapi warna nabrak. Situ mau ngelenong neng? Badan kayak papan gitu segala pake rok mini, heh perhatiin tuh dengkul item lo!" ujar ku yang membuat gadis itu membelalakan mata dan dia langsung menjambak rambutku. Sakit sih tapi aku tentu bisa menahan rasa itu. Aku langsung menendang belakang lutut nya sampai dia jatuh tersungkur didepan ku. "Sorry ya, dengkul lo makin hitam jadinya. Eh gapapa deh dari pada lo ngebayar perawatan rambut gw, rugi gede nanti." ledek ku dengan senyuman sinis. "Ayo guys! Kita harus tunjukin ke jalang satu ini kalo dia itu bukan perempuan yang pantas unttuk kuliah disini!" kata mahasiswi dengan bibir menor didepan ku. Para mahasiswi itu langsung menjambak rambut ku, beberapa dari mereka ada yang memegang tanganku sehingga tubuhku ini tidak bisa digerakan. "Ck! Murahan!" ujar ku yang membuat mereka semakin kesal karna tidak ada ekspresi kesakitan di wajahku. Mataku meneliti motor ku saat ini, aku rasa aku harus mencari alat untuk ku jadikan s*****a. Eh! Tapi ga fair kalo mereka ga megang s*****a juga! Aku menghela nafas dan dengan segera aku mengumpulkan tenaga lalu menyentakan tanganku sehingga dua mahasiswi yang memegang tanganku ini terdorong sampai mereka tersungkur. Tanpa memperdulikan rambut ku yang sedang dijambak, aku langsung memutar tubuhku dan memukul tengkuk mahasiswi yang menjambak rambut ku ini sampai dia ikutan terjatuh juga. "Yailah rambut gw jadi rontok kan gara-gara kalian. Hadeuh!" ujarku santai sambil menatap mahasiswi lainnya yang sedang menatapku dengan tatapan tidak percaya. "Ada apa ini?!" teriak seseorang yang membuatku terdiam. Aku seperti mengenali suara ini, Pak Sena! Ini pasti dia! "Pak Sena! Lihatlah pak, Sati sudah memukuli teman-teman kami hanya karna masalah sepele!" kata mahasiswi dengan bibir menor itu. "Turunkan jari anda! Besok kalian semua temui saya di ruang pemilik yayasan. Selesaikan masalah kalian disana. Dan kamu! Kamu pulang dengan saya, saya tidak menerima penolakan!" kata Pak Sena menunjuk ku. "Dih jangan aneh-aneh ya pak! Cukup karna Pak Adi saja saya di panggil Jalang oleh mereka, jangan sampai karna bapak juga saya disangka benar-benar seorang Jalang!" ujar ku kesal. "Saya tidak menerima penolakan Anggraeni Pramusita Ayunisari!" kata Pak Sena dengan penuh penekanan. "Ck! Fine! Tapi tunggu anak buah Ray dulu, motor saya harus di perbaiki." decak ku kesal. "Ga usah, besok kamu berangkat dengan saya, jangan lupa besok kamu harus ke ruang yayasan untuk menyelesaikan masalah ini!" kata Pak Sena. Pak Sena menarik tanganku untuk berjalan ke mobilnya, setelah aku masuk kami berangkat ke rumah sakit dan hanya memakan waktu satu jam, kami pun sampai. "Sekarang jelaskan ke saya. Ada apa sebenarnya? Kenapa tadi kalian berantem sampai ada korban yang jatuh begitu?" tanya Pak Sena saat kami sudah sampai di basement rumah sakit. "Not Your Own Bussiness, sir. Ini permasalahan saya, anda tidak perlu ikut campur." jawabku ketus. "Kamu harus mengerti, saya mencoba untuk memantu kamu." kata Pak Sena. "But I don't need your help. Terima kasih atas tumpangannya, saya duluan. Selamat sore." pamit ku dengan tangan yang langsung membuka pintu mobil. Tanpa menengok kepada nya, aku berjalan dengan cepat memasuki rumah sakit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD