1.Penculikan.

1157 Words
Satu tahun berlalu dipenuhi luka. Semua kenangan baik yang bisa disimpan atau berusaha di buang sudah sangat cukup menyiksa batin Wina. Semua orang berubah, begitu pula hatinya. Tapi ada satu hal yang tidak pernah berubah, yaitu masalahnya. Jika sebelumnya adalah hutang, kali ini adalah biaya pengobatan adiknya setelah menjadi korban tabrak lari. Wina lagi-lagi harus berkorban menikah dengan terpaksa. Wanita itu duduk dengan gelisah ketika mobil yang dinaikinya menuju tempat pernikahan mulai melaju. Dulu ada Alvin yang berhasil menyelamatkannya dari pernikahan karena hutang, kali ini Wina tidak bisa mengharapkan siapapun. Karena semenjak laki-laki itu pergi tanpa pamit, hati Wina sudah menjadi kosong dan tak bisa terisi. Baginya menikah dengan siapapun akan sama saja. Neneknya di samping mencoba menguatkan dengan menggenggam tangan Wina erat. Wanita tua itu tentu saja ikut merasakan penderitaan yang di alami cucunya tapi tidak bisa berbuat apapun. Karena sejak lama memang sudah tidak asing lagi hukum perihal orang miskin yang tidak berhak di beri pilihan. “Yang sabar yah neng, gusti Allah maha tahu. Kamu orang baik dan melakukan semuanya demi adik kamu. Nenek yakin suatu hari gusti Allah pasti kasih kamu kebahagiaan yang tidak terkira.” Ucap Wanita tua itu sambil sesekali menghapus air mata yang menetes di pipinya. Wina hanya mengangguk sambi menyunggingkan senyum yang tidak sampai ke hatinya. Air matanya seolah sudah kering sebab begitu erat  berteman dengan derita. Hatinya bahkan sudah tidak berbentuk lagi sejak satu tahun yang lalu. “Iya Wina ikhlas kok nek, yang penting Devon bisa sembuh kaya dulu lagi.” Jawab Wina lembut. Tidak ada nada marah sedikitpun. Walaupun semuanya terasa tidak adil baginya. Tidak lama setelah Wina mengucapkan kalimat terakhirnya, mobil yang dia naiki tiba-tiba saja berhenti mendadak. Sopir yang sepaket dikirim oleh calon suami Wina beserta mobil dan satu orang Bodyguard langsung memasang sikap waspada. Semua berjalan begitu cepat karena tiba-tiba saja Wina sudah berpindah mobil begitu juga dengan neneknya kemudian dibawa entah kemana oleh orang-orang yang tidak dikenalnya itu. Sang sopir dan Bodiguard tampak sedang beradu kekuatan dengan orang-orang dari mobil lain yang Wina yakini sebagai teman-teman orang yang membawanya pergi ini. “Apakah kami sedang di culik?” Ucapnya memberanikan bertanya sambil sedikit terisak karena takut. Di sampingnya sang nenek juga ikut gemetar tanpa bisa melakukan perlawanan. “Kami tidak diijinkan berbicara apapun, nanti tuan kami yang akan menjelaskan.” Setelah salah satu orang ber jas hitam dengan tubuh kekar mengatakan itu semua kembali hening dan tidak lagi ada percakapan hingga mobil mewah yang mereka naiki masuk ke dalam sebuah rumah mewah yang tampak indah dan asri. “Sepertinya kita sedang di culik nek, Wina takut.” Ucap gadis itu ikut gemetar. Ingin berteriak tapi takut karena orang-orang itu bersenjata lengkap. Wina bukan takut tentang dirinya tapi takut neneknya di lukai. “Wah sudah datang yah? Ayo bawa masuk!” Ucap seorang pria bertubuh besar yang sepertinya tampak tidak asing di mata Wina. Seperti pernah melihatnya tapi dimana. Tunggu dulu… pupil mata Wina melebar bersamaan dengan munculnya seseorang yang paling tidak ingin dia temui di dunia. Senyumnya bahkan masih sama seperti satu tahun yang lalu. Bagaimana cara dia memandang, berjalan dan berpakaian tidak ada yang berubah sedikitpun. “Selamat datang di rumahku, maafkan anak buahku jika cara mereka menjemput kalian sedikit menakutkan.” Ucapnya tanpa beban. Seoalah dia tidak baru saja menculik pengantin orang lain. Pernikahan Wina kembali di batalkan dengan cara yang menyebalkan oleh orang yang sama. Alvin Giano Robinson. Si iblis paling menyesatkan yang pernah membuat Wina tergila-gila. *** Sementara itu di tempat akad Nikah, Stevano Romanov, calon suami Wina sedang mengamuk dan menghancurkan segala dekorasi yang di pesannya dengan harga mahal itu, karena sang calon mempelai di culik di tengah jalan. Tidak ada satu orangpun yang berani menatapnya. Semua orang yang hadir di acara pernikahan tertutup itu menunduk takut. Memang tidak ada orang luar, semua yang berada di sana adalah anak buahnya. Stevan tidak mengantisipasi hal ini sedikitpun karena dia pikir Wina adalah gadis bodoh yang tidak memiliki potensi untuk di culik seperti ini. Lagi pula di negara ini juga Stevan tergolong masih baru dan tidak memiliki musuh. Belum lagi kerahasiaan identitasnya membuatnya merasa tidak mungkin jika sang penculik adalah salah satu musuhnya. “Cari tahu siapa orang yang berani mencari masalah denganku, dan dapatkan kembali pengantinku dengan mulus dan tanpa cacat sedikitpun. Lakukan dengan cepat jika kalian masih ingin kepala kalian berada di tempatnya.” Ucapnya marah. Semua anak buahnya mengangguk patuh kemudian mulai bergerak pergi. “Tuan Stevan, apakah penerbangan menuju Italia sore ini akan—” “Batalkan!!” Potongnya cepat. “Aku tidak akan pergi kemanapun tanpa pengantinku.” Ucap Stevan sambil memberi isyarat pada supir pribadinya agar mengikutinya  pergi meninggalkan gedung pernikahan yang telah hancur itu. “Kembali ke hotel sekarang, dan beritahu Julian untuk mencarikan sebuah rumah untuku menetap disini. Jangan lupa urus semua administrasinya agar aku bisa menetap di negara ini hingga aku mendapatkan kembali pengantinku!” Sang supir mengangguk kemudian melajukan mobilnya menuju Hotel mewah tempat mereka menginap sebelumnya. Begitu sampai disana, sang sopir langsung menyampaikan dengan cepat pesan bossnya itu pada Julian. “Selamat datang kembali tuan Stevan, maaf sebelumnya tapi anda memiliki tamu yang sudah menunggu anda sejak satu jam lalu di lobby.” Ucap seorang pegawai hotel dengan sangat ramah. “Siapa yang berani menemuiku secara pribadi tanpa membuat janji seperti ini hah?” Stevan sedikit marah, selain karena moodnya baru saja di hancurkan, keadaan tubuhnya yang sedikit kelelahan setelah sebelumnya kesana kemari untuk mengurus bisnis juga membuatnya mudah emosi. “Jadi aku harus membuat janji terlebih dahulu untuk menemui kakaku?” Kalimat dari seorang gadis membuat Stevan berbalik dan kemudian tersenyum cerah. “Arabella, bagaimana kau bisa menemukanku di negara ini?” Tanyanya sambil merentangkan kedua tangan, menyambut pelukan dari adiknya itu. “Jika kau adalah petualang maka aku adalah petanya. Semua jejakmu tercatat dengan lengkap di kepalaku.” Stevan tertawa terbahak mendengar perkataan adiknya itu. “Lagi pula jika kau ingin menikah lagi seperti ini bukankah jahat sekali jika tidak mengundangku dan mama untuk hadir? Dasar anak durhaka.” Arabella mengerucutkan bibirnya sebal yang ditanggapi Stevan dengan senyum geli. “Oya ngomong-ngomong mana kakak ipar? Aku tidak sabar untuk berkenalan?” Ucap Arabella lagi membuat senyuman di bibir Stevan memudar. “Maaf tuan kami berhasil melacak keberadaan Nona Wina.” Salah satu anak buahnya tiba-tiba mucul, membuat Stevan tidak jadi menjawab pertanyaan Arabella. Gadis itu tampak kebingungan sekaligus penasaran. Dia mulai memahami bahwa ada yang tidak beres dengan segalanya. “Beritahu aku siapa dalangnya dan kirimkan segera semua datanya.”  Ucapan Stevan membuat dugaan Arabella menguat. “Alvin Giano Robinson, dia salah satu pewaris kerajaan bisnis milik keluarga Robinson tuan. Meraka juga berhubungan erat dengan keluarga Prayogo.” Stevan terlihat begitu marah dan murka, sementara Arabella melotot tidak percaya mendengar nama orang yang baru saja di sebutkan karena membuat masalah dengan kakaknya itu. “Dokter Alvin? ada masalah apa kakak dengan Dokter Alvin?” Arabell bertanya spontan. Membuat Stevan mengernyitkan dahi. “Kau mengenalnya?” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD