Target

1433 Words
“Dari mana saja kamu? Hape kamu matikan padahal itu penting.” Fazran menanyai Yudit begitu asistennya itu masuk ke dalam ruangannya di jam 2 siang. “Ada urusan," jawab Yudit singkat lalu berjalan menuju meja Fazran, dia meletakkan berkas yang Fazran minta sampai meninggalkan ratusan chat dan panggilan tak terjawab di ponselnya. Fazran menghela napas melihat Yudit yang tidak akan pernah menjelaskan lebih lanjut perkara yang sedang dia lakukan. Asistennya ini tetap penuh rahasia meski sudah bekerja bersamanya cukup lama. Tapi bukan hanya berkas yang diserahkan pada Fazran selaku atasannya, tapi juga dompet yang berisi semua identitas Yudit dan ponselnya. Fazran yang sedang membaca kertas yang diberikan oleh Yudit tadi langsung teralihkan fokusnya, dia menatap Yudit dan menanti pria itu untuk bicara. Namun Yudit tetap lah Yudit yang lebih banyak bergerak ketimbang berbicara. “Kali ini ke mana dan berapa lama?” Fazran bertanya saja karena Yudit tidak mau memberinya informasi ini. “Di Jakarta. Tergantung info yang dibutuhkan.” Dan setelah mengatakan itu, Yudit tanpa berpamitan pergi meninggalkan ruangan Fazran yang menatap kepergian asistennya itu dengan rasa khawatir. Tapi mau bagaimana lagi, dia harus menjadi satu-satunya orang yang mengetahui rahasia Yudit. Setelah pintu ruangan tertutup, Fazran bangkit dari duduknya dan mengambil dompet juga ponsel Yudit. Dia membawa benda penting berisi semua identitas Yudit dan memasukkannya ke dalam brankas di ruagan yang tidak pernah orang ketahui kalau ada di dalam kantornya ini. “Hah….” Fazran ingin menghentikan Yudit melakukan ini semua tapi dia tidak punya hak selain dia hanya teman yang kemudian menjadi kakak.   ///   Yudit masuk ke dalam mobilnya lalu melajukan pajeronya menuju salah satu hotel di ibu kota Jakarta. Kemudian setelah menempuh waktu perjalanan selama satu setengah jam, Yudit sampai dan memarkirkan mobilnnya langsung ke basement. Sebelum keluar dia memasang mini bluetooth earphone di telinga kirinya yang kemudian dia sambungkan pada ponselnya. Jarinya bergerak untuk menelepon seseorang yang akan menyambungkannya pada orang lain lagi. Namun selama itu matanya juga terus melihat pada sekeliling dengan awas. “Sudah di TKP," ucap Yudit dengan suara tenang begitu teleponnya diterima. “Dimengerti.” Setelah Yudit menerima informasi yang dia butuhkan. Yudit melihat ke sekelilingnya lagi baru kemudian dia keluar dengan membawa serta ponsel dan dompet lain miliknya serta kini dia menggunakan kaca mata yang serasi dengan setelan jas yang dia gunakan dan memberikan kesan sexy. Dia masuk ke dalam lift dan keluar di lantai 5 dimana restoran hotel berada. Dengan tenang dia melangkahkan kakinya memasuki area itu. Sesekali dia dapat mendengar pembicaraan di telinganya yang tidak dia tanggapi tapi dia mengerti dengan apa yang tengah dibicarakan. Dia melilih tempat untuk duduk dan segera memanggil pelayan. Selama menunggu makanannya jadi, Yudit melihat ke arah sekelilingnya dengan kedua bola matanya. Pandangannya menyisir setiap orang yang ada di dalam restoran baik yang masuk atau keluar. Namun sikapnya tetap tenang dengan kaki yang dia silangkan, jarinya mengetuk pahanya dengan irama yang teratur seperti napasnya juga. Saat dia menoleh ke sebelah kiri, dia melihat seseorang masuk ke dalam restoran dengan dua orang lain. Yudit tetap memperhatikan walau tidak secara jelas. Dia kemudian mengambil ponsel yang ada di balik jas yang dia gunakan lalu menempelkannya di sisi kanan wajahnya. “Target muncul," kata Yudit pada seseorang yang sedari tadi terus terhubung dengannya. “Dimengerti.” Yudit tetap berada di tempatnya dengan kemudian mencari cara untuk mengubah posisi duduknya yang saat ini kebetulan membelakangi seseorang yagn sedang dia amati. Dia pun menjatuhkan peralatan makan yang tadi disediakan oleh pelayan ke atas lantai hingga menimbulkan dentingan. Beberapa orang memperhatikannya, Yudit bersikap seolah dia juga terkejut.  Lalu dia mendekati pelayan yang juga menghampirinya dengan membawa peralatan makan baru. Yudit mengambil peralatan makan itu sebelum pelayan yang melakukannya. “Biar saya saja," kata Yudit. “Baik, Pak," kata pelayan mengiyakan kemudian menyerahkan peralatan makan baru pada Yudit. Yudit kembali menuju meja tempat dia duduk tadi tapi kini dia mengubah kursi tempat dia duduk sesuai dengan yang dia inginkan tadi untuk mengamati seseorang yang dia sebut ‘target’ dama pembicarannya. Dengan sangat natural Yudit mengubah posisi tempat dia duduk lalu dengan santai menatap peralatan makannya dan kembali memainkan ponsel sambil menunggu makanan yang dia pesan tiba. Padahal saat itu dia juga beberapa kali melihat pada target yang kini sedang berbicara dengan dua orang lain. “Terima kasih," ucap Yudit pada pelayan yang baru saja meletakkan makanan pesannnya ke atas meja. Sebelum makan, dia menyalakan kamera ponselnya untuk memotret makanan seperti kebanyakan orang tapi sebenarnya dia juga mengambil kesempatan untuk mengarahkan ponselnya pada target untuk mendapatkan foto si target. Dia melakukannya dengan sangat natural bahkan mendapatkan videonya dengan jelas yang kemudian dia kirimkan pada seseorang setelah itu menghapus semuanya sehingga ponselnya kembali bersih tanpa data apa pun yang tersimpan. Setelah melakukan itu, Yudit menikmati makanannya sembari terus mengamati setiap gerak-gerik target. Tapi karena tidak ada yang istimewa untuk diamati, Yudit sudah ingin beranjak dari tempat dia mendapatkan informasi targetnya. Tapi baru saja dia akan pergi meninggalkan restoran dan berencana melewati meja target, dia melihat ada kertas berisi nome telepon yang bentuk kertasnya sangat kusut. Yudit segera memutar otaknya untuk mencari cara bagaimana dia bisa mendokumentasikan kertas itu. Hingga dia melihat beberapa remaja sedang berfoto di pojok resto tempat spot foto yang sepertinya sangat diminati. Yudit melangkahkan kaki ke sana dan menepuk pundak seorang remaja perempuan dengan pelan. “Boleh fotokan saya juga?” tanya Yudit dengan menyunggingkan senyum manis. 4 remaja perempuan yang ada di sana tersipu melihat Yudit yang memang memiliki wajah tampan dan fisik yang sangat dikagumi sebagian besar perempuan. Jelas dia dengan mudah bisa mempengaruhi remaja-remaja itu untuk menuruti permintaannya. “Bo-boleh, Pak," sahut remaja perempuan yang menggunakan dress warna putih dnegan tergagap. “Kok, Pak sih... panggil kakak," koreksi Yudit dengan sekali lagi memasang wajah manis. “Eh iya, Kak.” Remaja perempuan itu semakin tersipu dibuat oleh Yudit. Yudit kemudian memberikan ponselnya lalu mengarahkan remaja perempuan itu untuk memfoto dirinya dengan arah kamera yang juga membidik pada meja tempat targetnya berada. Setelah itu dia memposisikan dirinya di dalam frame foto itu agar terlihat natural. Dia melakukannya 2 kali karena untuk yang pertama hasilnya blur, mungkin karena remaja perempuan itu merasa grogi. “Terima kasih, ya....” Yudit pergi dari restoran itu dengan setelah memastikan kalau foto yang dia ambil sudah memenuhi kriteria dan terlihat jelas ketika di zoom. Tanpa memotong dirinya yang berada di dalam foto itu, Yudit mengirimkannya pada seseorang yang dia hubungi lagi saat ini. “Tolong cari tahu tentang foto yang saya kirim.” Yudit mematikan sambungan telepon dan juga mematikan ponselnya. Dia berjalan menuju mobilnnya dan melepaskan kacamatanya juga earphone yang ada di telinganya dan dia simpan ketiga benda itu ke dalam dashboard mobilnya termasuk kemudian dompet miliknya. Setelah ini dia harus pergi ke tempat lain dengan menyiapkan peralatan baru.   ///   Danita berjalan masuk ke dalam aprtemennya setelah membeli makanan di mini market. Dia menuju ke dapur dan malah teringat dengan adegan tidak senonoh yang dia lakukan bersama seornag pria yang sudah 4 hari ini tidak pernah muncul di hadapannya bahkan di kantor juga. “Dasar cowok b******k! Abis ena-ena nggak pernah muncul! Kabur! Pengecut! Mati aja lo!” Sumpah serapah itu dia tujukan pada Yudit yang tidak pernah menghubunginya padahal sudah punya nomor Danita di sana. Tidak terlihat pula di kantor padahal direktur utama mereka kelihatan sibuk sekali tapi Yudit tidak mendampinginya..  Terang saja Danita merasa sangat tidak dihargai. dia kira Yudit bukan cuma ingin one night stand denganya karena nyatanya mereka memang tidak melakukannya sekali. Namun melihat kenyataan sekarang, Danita pasrah saja kalau faktanya Yudit sama dengan sebagian pria lain yang maunya hanya enak lalu meninggalkan setelah dapat. Saking kesalnya dia pada Yudit, dia sampai mengganti password apartemennya agar pria itu tidak bisa menyelonong masuk lagi seperti kemarin-kemarin. “Awas aja kalau gue ketemu dia di kantor, gue bakal kasih pelajaran, gue bakal tendang anunya keras-keras supaya dia tahu gue bukan cewek lemah yang—“ TING TONG Danita yang sedang menumpahkan kekesalannya harus menghentikannya karena suara bel di hari sabtu dan hampir jam 9 malam ini mengganggunya. “Siapa sih malem malem dateng?” cibir Danita. Dia tahu tetangganya itu sedang keluar kota jadi bukan mereka yang menekan bel tempat tinggalnya. Dia juga tidak sedang memesan makanan atau memesan barang online, jadi bukan termasuk hal ini juga. Lalu siapa? Danita berpikir sembari berjalan menuju pintu. Sebelum membuka pintunya, Danita menyempatkan diri untuk mengintip dari lubang kecil yang ada pada desain pintu apartemennya ini. Dan yang telrihat justru seseorang yang sejak tadi menjadi objek kemarahannya. Lantas saja Danita segera membuka pintu dan begitu terbuka dia langsung memburu Yudit dengan tabokan. “Kenapa ke sini lagi?” tanyanya dengan ketus.   ///
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD