"Saya aja Den yang bawa."
Zio tersenyum seraya menyerahkan koper nya pada pria yang sudah mengantarkannya dari bandara hingga rumah.
Zio pun masuk ke dalam rumah, saat baru masuk ia dapat mendengar suara gadis yang cempreng berasal dari arah ruang makan dan berhasil Zio dengar dari ruang tamu.
"Nia kan cuma ngasih pendapat!"
"Pendapat jenis apa yang Lo kasih, Inem?"
Zio terkekeh mendengar perdebatan yang dipastikan dilibatkan oleh dua adiknya.
Ketika sampai di ambang pintu ruang makan yang berukuran lebar Zio mengucapkan salam.
"Assalamualaikum,"
"Abaaanggg!!!" Pekik Nia sambil merentangkan kedua tangannya.
"Akhirnya pulang, Nia kangen."
Zio tertawa mengelus kepala Nia.
"Abang juga... Zra," Zio menyapa Fazra dan melakukan tos pada adiknya.
Zio melepaskan pelukannya, begitu juga dengan Nia karena Zio hendak menyapa Reya yang sedang memperhatikannya.
"Mami,"
"Abang kebiasaan gak pernah ngasih tau kalo mau pulang." Kata Reya sambil mencium pipi Zio.
Zio tertawa, "kejutan."
"Papi," Zio menyapa Nevan yang sedang duduk sambil memegangi pipinya.
Nevan terlihat seperti memaksakan untuk tersenyum.
"Papi lagi sakit?" Tanya Zio karena ia melihat pipi kanan Nevan sedikit bengkak.
"Iya, lagi sakit gigit, sariawan juga." Jawab Reya.
"Udah ke dokter?"
"Belom bang, Papi gak mau." Gantian Nia yang menjawab.
"Abis makan mau ke dokter gigi kok. Abang udah makan?"
Zio mengangguk duduk di dekat Nevan.
"Nanti Abang anter ke dokter gigi."
Nevan mengangguk kecil.
️
"Aku udah sampe ya, kamu jangan lupa makan. Kalo gak berani keluar jangan keluar." Zio berdiri di depan jendela kamar sambil berbicara melalui telepon.
"Bang,"
Zio menoleh dengan ponsel yang masih berada di telinganya.
"Nanti aku telfon lagi." Kata Zio pada lawan bicaranya.
"Ke dokter gigi sekarang?"
Nia mengangguk dan langsung keluar dari kamar Zio.
Zio memperhatikan Nia dan ia dapat melihat dengan jelas wajah masam Nia saat ia sedang melakukan telepon dengan Vika tadi.
Ketika sampai di salah satu ruangan dokter gigi Nevan langsung melakukan pemeriksaan dengan ditemani oleh Zio, Reya dan Nia. Fazra tidak ikut dengan alasan ingin berkumpul bersama teman-temannya.
"Gigi Anda berlubang, dan untungnya tidak parah jadi kita tambal saja. Bisa?"
Nevan mengangguk.
Nevan melirik ke arah kanan dimana ada Nia duduk sambil mengarahkan ponsel ke arahnya. Di dalam hari Nevan membatin karena ia sudah tahu apa yang sedang dilakukan oleh Nia.
"Nia, jangan bikin snapgram terus ah." Reya menurunkan ponsel Nia yang mengarah pada Nevan.
"Nia kan cuma mau berbagi keseharian Nia sama fans-fans Nia." Kata Nia sambil mengetikkan caption untuk hasil video yang ia ambil.
Setelah selesai Nia menggenggam ponselnya sambil memperhatikan Nevan yang sedang ditangani oleh dokter.
️
"Papi ada rencana nih mau ngajak kalian liburan, mumpung bentar lagi libur panjang."
"Serius?!" Nia terlihat begitu antusias.
Nevan mengangguk.
"Tapi kecuali Nia, Nia gak ikut. Anak nakal gak boleh ikut."
Ekspresi wajah Nia berubah datar.
"Mami," panggil Nia seolah-olah mengadu pada Reya yang duduk di sebelah Nevan.
"Mas!" Tegur Reya.
"Papi cuma bercanda sayang." Kata Reya.
"Abang,"
"Iya, Pi?"
"Ajak Vika juga ya sekalian."
"Iya, ajak Vika dong. Baru dua kali lho pacar Abang ke sini padahal udah setahun lebih kalian pacaran." Timpal Reya.
Zio tersenyum, "iya nanti Abang ajak, semoga mau." Zio melirik Nia dimana wajah Nia berubah masam jika sudah menyangkut Vika.
"Emang kita mau kemana?" Tanya Reya karena ia tidak tahu-menahu soal acara liburan mereka.
"Ada deh." Jawab Nevan seraya merentangkan tangannya di atas sandaran sofa.
"Nia tau mau kemana."
"Kemana?" Nevan, Reya dan Zio kompak bertanya.
Nia beranjak dari duduknya.
"KE TEMPAT PAPI SAMA MAMI BIKIN NIA SAMA FAZRA!!" Pekik Nia berlari ke arah tangga menuju kamarnya.
"Kok Nia tau ya?"
Reya mengerenyit.
"Ih!" Reya menutupi wajah Nevan dengan telapak tangannya.
"Kenapa sih?"
"Abang juga gak marah lagi kan kalo Papi cium Mami?" Lanjut Nevan sambil menatap Zio yang duduk di depan mereka.
Mendengar sekaligus melihat Nevan ingin mencium Reya, Zio malah malu sendiri.
"Di kamar, Papi." Ucap Zio tertawa kecil dan pergi dari ruang tamu.
️
Vika tersenyum sambil melambaikan tangan ketika melihat kekasihnya baru saja keluar dari pintu kedatangan.
"Udah lama nunggu aku?" Zio memeluk Vika dengan tangan kanannya.
"Belum, aku juga baru sampe."
Zio tersenyum.
"Kamu udah makan?" Tanya Zio seraya berjalan merangkul Vika.
Vika menggeleng.
"Kok belum?"
"Nunggu kamu."
Zio menatap Vika.
"Kan udah aku bilang siang ini makan, kamu bilang iya lho. Gak tau nya kamu belum makan."
"Aku mau nya makan bareng kamu."
"Tapi aku udah makan, gimana dong?"
"Ya temenin aku." Kata Vika dengan lirih.
Zio tertawa melihat suara lirih serta wajah polos Vika.
"Iya aku temenin, kita ke apartemen kamu sekarang?"
Vika langsung mengangguk.
-Apartemen-
Vika duduk di kursi meja makan yang hanya ada dua sambil memperhatikan Zio yang sedang membuka tutup sebuah wadah yang berisikan makanan.
"Ini Mami aku yang bawain."
"Rendang?"
Zio mengangguk mengambil nasi serta piring untuk kekasihnya.
"Batal deh dietnya aku."
"Jangan diet-diet, aku gak suka." Zio meletakkan piring yang sudah berisikan nasi di depan Vika dan mendekatkan wadah tersebut pada Vika.
"Dimakan." Ujar Zio seraya meletakkan sendok dan garpu di piring.
Zio duduk di kursi yang ada di depan Vika memperhatikan Vika yang sedang makan.
"Selama aku pergi kamu di sini aja?"
Vika mengangguk dengan mulut yang dipenuhi oleh nasi dan rendang.
"Ntar malem kamu nemenin aku kan?" Vika berhenti mengunyah sambil menatap Zio.
Zio mengangguk diselingi dengan senyuman membuat Vika ikut tersenyum dan kembali lanjut makan.
"Berarti kamu di sini aja kan?"
Zio bangkit berdiri mendekati Vika.
"Iya Vikachu," Zio menyentuh ujung hidung Vika sambil berlalu ke arah jendela besar yang jaraknya tidak jauh dari meja makan.
Vika tersenyum lebar dengan mata tertuju ke arah makannya.
️
Zio melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam dan dirinya masih berada di apartemen Vika.
"Kamu belum ngantuk?" Zio menunduk menatap wajah Vika dimana Vika sedang menyandarkan kepala di dadanya.
Vika menggeleng seraya memainkan jemari Zio karena tangan Zio tengah berada di bahunya, merangkulnya.
"Oh iya, Papi aku ngajak kita liburan."
Vika melirik sekilas lalu kembali memperhatikan ke arah layar televisi.
"Kemana?"
"Belum tau kemana. Kamu mau ikut kan?"
Vika menjauhkan diri dari tubuh Zio duduk bersandar.
"Kamu sama aku aja." Kata Zio seperti memahami apa yang sedang Vika pikirkan.
"Tidurnya?" Wajah Vika terlihat sedikit kesal.
"Kamu tidur sendiri, kan gak mungkin sama aku."
Vika menaikkan kedua kakinya di atas sofa memeluk kakinya sendiri.
"Kamu gak tidur sama Nia juga kok, Nia tidur sendirian. Lagian... Nia juga gak mau tidur sama kamu." Zio sedikit memelankan kalimat terakhirnya.
Vika menoleh, "iya aku ikut."
Zio tersenyum lega.
"Tapi kalo aku minta pulang bisa kan?"
Zio mengangguk tidak yakin.
"Serius bisa gak?"
"Bisa, tapi kalo bisa kita pulangnya bareng-bareng. Pergi bareng pulangnya juga bareng." Zio tersenyum.
Vika menghela napas pelan dengan mata tertuju ke arah karpet berwarna cokelat.
"Apa yang kamu takutin? Nia kan gak jahat, kok kayaknya kamu takut sama Nia." Zio tertawa kecil sambil menyisir rambut Vika dengan jemarinya.
Vika menggeleng mendekatkan tubuhnya pada tubuh Zio dan menyembunyikan wajahnya di d**a Zio.
"Jangan pulang sebelum aku tidur." Kata Vika dengan pelan.
"Iya, tidur aja." Zio mengelus-elus punggung Vika dengan mata yang tertuju ke arah televisi.
Dua puluh menit kemudian Zio dapat mendengar dan merasakan deru napas Vika yang begitu teratur. Dengan hati-hati Zio menyelipkan rambut yang menutupi wajah Vika kebelakang telinga.
Setelah benar-benar yakin kekasihnya sudah tertidur Zio menggendong Vika membawa Vika ke kamar gadis itu. Ketika sudah membaringkan Vika, Zio duduk di tepi tempat tidur memperhatikan wajah cantik kekasihnya.
"Aku pulang ya." Bisik Zio dengan lembut sembari mengelus pipi Vika.
️
"Aku mau diskusi sama temen-temen aku, kamu mau ikut?"
"Besok-besok aja kamu diskusi nya."
"Gak bisa, aku udah janji hari ini."
"Ish!" Vika menghentakkan kakinya.
"Coba deh kamu bayangin. Aku punya janji sama kamu terus aku gak bisa tepati janji aku, gimana perasaan kamu?" Tanya Zio seraya sedikit merendahkan tubuhnya menyamakan wajahnya dengan wajah Vika.
"Lama gak diskusi nya?"
Zio tersenyum, "enggak, bentar aja. Mau ikut?"
Vika membuang wajahnya.
"Ya udah deh."
Zio langsung menggandeng Vika membawa Vika ke sebuah ruangan yang berukuran cukup luas dengan terdapat beberapa meja berbentuk bundar dikelilingi oleh kursi berwarna biru serta layar proyektor, ditambah lagi dengan pemandangan hijau dari balik dinding kaca yang ada di ruangan tersebut.
"Sorry, gue telat."
"Santai aja." Balas seorang laki-laki sambil tersenyum.
"Sorry I'm late." Kata Zio kepada teman nya yang berasal dari negara bagian barat.
"It's okay, bro."
Zio tersenyum menarik kursi untuk Vika lalu menarik kursi untuknya.
"Kenalan dulu." Bisik Zio pada Vika sambil melirik teman bule nya karena untuk temannya yang berasal dari negara yang sama Vika sudah mengetahuinya.
"Gak mau." Vika menggeleng.
Zio tersenyum pada laki-laki berkulit putih dan berhidung yang mancung tersebut.
"She is my girlfriend. Her name is Havika." Zio sendirilah yang memperkenalkan Vika.
"I'm Matthew."
Vika hanya tersenyum kecil menatap sesaat laki-laki bule tersebut.
Lima belas menit berlalu Vika duduk dengan gelisah. Kadang ia memperhatikan beberapa buku yang ada di tengah-tengah meja, memperhatikan Zio yang sedang berbicara sampai memperhatikan ke arah luar melalui dinding kaca, Vika mulai merasa bosan.
"I think we should..."
"Aku bosen." Bisik Vika pada Zio yang kebetulan sedang berbicara.
"Iya bentar lagi selesai, ya." Balas Zio berbisik dan kembali berbicara kepada teman-temannya.
Vika berdecak kesal karena sudah tiga kali Zio berbicara seperti itu.
️
"Mau ngapain sih ke sini?" Vika memperhatikan kanan dan kirinya.
"Beli makanan."
Vika langsung menatap Zio.
Zio tertawa, "ya beli hewan peliharaan dong." Zio merangkul Vika masuk ke dalam toko penjual hewan peliharaan.
"Kamu duduk aja di sini." Zio menarik kursi kosong untuk Vika.
Ketika Vika sudah duduk Zio pergi mendekati sang penjual berbicara sebentar lalu masuk ke dalam suatu ruangan.
"Vikachu,"
Vika yang sedang memperhatikan kelinci menoleh mendapati Zio datang dengan membawa kandang kecil.
"Ayo, udah dapet hewan nya."
"Biar apa sih kamu punya hewan peliharaan banyak-banyak? Di rumah kamu udah ada kucing, ada burung, yang ini apa lagi?"
"Hamster." Zio tersenyum menunjukkan kandang hamster nya.
"Ya udah ayo pulang." Vika menarik ujung jaket Zio berjalan ke arah mobil yang terparkir tidak jauh dari mereka.
️
"Hei, keluar dong." Zio menyentuh-nyentuh punggung hamster berwarna putih yang membelakanginya.
"Momo,"
"Momo?"
Zio menatap Vika.
"Iya Momo, nama hamster aku."
"Oh,"
Zio kembali menatap hamster putihnya.
"Dulu aku juga punya hamster." Kata Zio sambil menutup kandang hamster nya karena hamster tersebut tidak menggubris Zio.
"Tapi udah mati. Kamu suka hamster?" Tanya Zio.
Vika menggeleng.
"Jadi kalo yang ini mati juga gimana?" Vika menunjuk ke arah kandang hamster.
"Kayaknya enggak, aku udah ngerti gimana rawat hamster. Kalo waktu itu kan aku masih kecil jadi gak ngerti, aku cuma ngerti kasih makan sama main, bahkan lebih banyak main bareng daripada kasih makan."
Vika mengangguk.
"Oh, dia bangun." Zio terlihat antusias ketika melihat hamster nya mulai berjalan di dalam kandang.
Dengan hati-hati Zio mengeluarkan hamster nya dari kandang.
"Hai..." Sapa Zio mengarahkan wajah hamster nya di depan wajahnya.
"Hai," Zio beralih mengarahkan hamster nya pada Vika.
Vika menatap hamster Zio yang sedang mengendus-endus, Vika tersenyum kecil.
"Kamu udah makan?"
"Belum."
Zio menoleh ke arah Vika, "aku nanya hamster aku."
Mata Vika mengerjap beberapa kali sambil melihat televisi karena sudah terlanjur malu.
"YA KAMU..." Vika tidak melanjutkan ucapannya karena sempat melihat Zio terkejut saat mendengar suaranya yang memenuhi ruangan tersebut.
"Ya kamu nanya nya yang jelas dong. Dia kan ada nama, siapa tadi namanya? Mo... Mo apa sih?"
"Momo."
"Ya udah Momo. Seharusnya kamu nanya, Momo udah makan. Biasanya kamu kalo nanya aku udah makan apa belum nanya nya persis kayak tadi kan aku jadi salah tanggap, kamu sih!" Vika menyelipkan rambutnya kebelakang telinga dengan pipi yang memanas.
"Maaf," kata Zio.
Vika menghela napas dengan kedua mata yang terpejam.
"Jadi kamu mau makan?"
Vika menggeleng.
"Kalo mau makan biar aku ambilin."
"Enggak!"
"Kalo mau makan bilang aku."
Vika diam tidak menjawab. Jika Vika sudah kesal gadis itu akan lebih banyak diam dan Zio sudah terbiasa dengan sikap Vika.
Zio meletakkan hamster nya di sofa setelah yakin jika hamster nya tidak akan pergi kemana-mana. Zio mengambil kandang hamster nya untuk menyusun keperluan Momo dalam kandang tersebut. Seperti alas tidur, tempat makan dan tempat minumnya.
"Aku mau kebelakang dulu ya." Pamit Zio pada Vika.
Vika mengangguk sambil mengganti channel televisi Zio.
Setelah Zio pergi Vika menatap hamster Zio yang mulai berjalan ke arahnya. Vika langsung mengambil bantal kecil yang ada di sofa meletakkan bantal tersebut di tengah-tengah agar Momo tidak bisa mendekatinya.
Vika kembali menonton televisi. Beberapa saat kemudian ia merasa ada yang aneh di perutnya. Kening Vika mengerenyit dan kedua alisnya bersatu saat merasakan geli campur sakit pada perutnya.
Vika menunduk dan matanya terbelalak lebar melihat di dalam bajunya ada sesuatu yang bergerak.
"AAAAAAA!!! HAMSTER KAMU ZIO MASUK KE DALEM BAJU AKU!!!!" Teriak Vika sekeras mungkin tanpa berani menyentuh hamster yang ada di dalam baju Vika.
Mendengar teriakkan Vika, Zio langsung menghampiri gadis itu. Mata Zio juga terbelalak melihat hamster nya berada di dalam baju Vika.
"Ambil! Ambil!!!!" Vika menggoyangkan tangannya menunjuk hamster Zio.
"Ambil? Ambil gimana?" Zio duduk di dekat Vika.
"AMBIL! Kuku hamster kamu nusuk-nusuk perut aku sakitttt!" Vika meremas bahu Zio.
"Iya tapi..."
"ZIO!!"
Zio memejamkan matanya sejenak. Tangan Zio yang sempat terulur di dekat perut Vika ia mundurkan.
"ZI-"
"Iya-iya aku ambil."
Zio memegang ujung baju Vika yang longgar dengan tangan kanan.
"Maaf ya." Ucap Zio sebelum tangan kirinya masuk ke dalam baju Vika untuk mengambil hamster nya. Jujur saja jantung Zio langsung berdegup kencang ketika kulit tangannya bersentuhan dengan perut Vika.
Setelah Zio berhasil mengeluarkan Momo dari dalam baju Vika, Vika langsung berbalik membelakangi Zio.
"Tuh kan merah." Kata Vika setelah ia melihat perutnya yang putih mulus harus terdapat bercak merah seperti sayatan kecil.
Zio memasukkan hamster nya ke dalam kandang.
"Aku benci hamster!" Kata Vika dengan nada bergetar serta mata yang berkaca-kaca. Vika pergi ke arah dapur.
Zio menghela napas sambil menatap hamster nya.
"Momo gak boleh kayak tadi lagi ya." Ucap Zio pada hamster nya.