Some Feeling for the Dream

3086 Words
Tiga belas tahun yang lalu .... Deeva menunduk dengan mata yang masih terisak. Tak berani menatap kedua orang tuanya, Aunti Tari, Om Bintang, Aunti Bi bahkan Uncle Sky yang menatapnya dengan begitu khawatir. Aunti Bi bahkan harus membatalkan penerbangannya ke Paris karna kecerobohannya. Kepalanya terangkat, ingin kembali terisak saat melihat daddy nya berdiri kaku, sedangkan wajah mommy yang sedang menggendong adiknya terlihat sembab. “Daddy ... “ rengek Deeva menghambur memeluk kaki ayahnya. Tubuh ayahnya yang menjulang tinggi membuatnya hanya bisa memeluk kakinya dengan begitu erat. “Deeva bukannya nggak tahu waktu ... hiks .... hiks ...” isaknya. Dia mengangkat kepala dengan air mata yang membasahi wajahnya. “Deeva sudah izin untuk piknik sama Reyhan, tapi kami berdua ketiduran, kami nggak tahu kalau sudah kemalaman, Daddy jangan marah ...” isakannya semakin keras membuat semua orang yang ada di sana mendesah. Wajah Alfian yang awalnya pias berubah khawatir, menunduk ke arah putrinya yang terus menangis, membuatnya menarik napas dalam sebelum mengangkat tubuh putrinya kecilnya ini ke dalam pelukannya. “Daddy nggak marah, kok.” Alfian menatap Deeva dengan lembut, lalu terkekeh saat melihat wajah dramatis putri dengan wajah penuh air mata, matanya dan hidungnya terlihat memerah. “Daddy khawatir, Deeva kenapa-napa sampai mau maghrib belum pulang,” ujarnya lagi. Dia bahkan lebih dari khawatir, dia ketakutan terjadi sesuatu kepada putri kecil yang baru dia temui selama satu tahun terakhir ini. Terlebih saat mendengar bagaimana istrinya menangis kencang saat mengatakan bahwa Deeva belum pulang sejak pagi tadi setelah piknik dengan Reyhan. Siapa yang menyangka bahwa putri kecilnya itu menjelajahi taman kompleks yang luas hingga menemukan danau kecil yang tersembunyi di sana. Jantungnya hampir saja copot saat melihat kedua anak ini sedang tidur bergandengan tangan di atas kain yang terhampar. “Maafin Deeva, Daddy ...” rengeknya menghambur ke dalam pelukan Daddy-nya sembari melihat ke arah Mommynya yang mengangguk. “Sudah... jangan nangis lagi,” ujar Daddy melepaskan pelukannya lalu menatap wajah dan menghapuskan air mata yang membasahi wajahnya dengan tangannya yang besar dan hangat. “Lain kali, kalau main dari pagi, sudah mau sore harus pulang. Jangan sampai lupa waktu ya ...” Deeva mengangguk mendengarkan nasihat Daddynya, menatap iris abu yang mirip dengan iris matanya yang menatapnya dengan begitu lembut. Diia kembali menghambur ke dalam pelukan Daddynya dan mendekap pria yang paling dia sayangi itu. Usapan-usapan di punggungnya yang lembut, begitu menenangkan, membuat Deeva semakin terlena dan meletakan kepalanya di lekukan leher Daddynya. Dia menoleh saat melihat Mommy berjalan mendekati mereka, lalu berdiri di samping Daddy dan mengusap punggung tangannya. “Mommy ... Deeva janji nggak bakalan bikin Mommy khawatir lagi,” ujarnya lirih membuat Rani tersenyum. “Iya ... mommy sudah nggak marah. Sekarang, Deeva bersihin diri dulu, habis itu tidur. Nanti mommy bawain s**u cokelat. Sana ...” Deeva mengangguk lalu meminta Daddynya untuk menurunkannya sebelum kemudian berjalan menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Sesaat setelah menutup pintu. Dia mengambil ‘telepon pribadi’ yang dia gunakan bersama dengan Reyhan. Menarik benangnya agar kaleng yang ada di tempat Reyhan bergetar. Dia membuka jendelanya dan melihat Reyhan mengambil miliknya. “Dimarahin?” tanya Deeva membuat wajah Reyhan yang awalnya sendu akhirnya mengangguk. “Kata Mama sama Papa, kita nggak boleh ke danau itu lagi,” lirihnya membuat Deeva mendesah, lalu cemberut membayangkan bahwa mereka tak akan bisa memiliki tempat persembunyian itu lagi. “Nggak apa-apa, nanti kita cari tempat persembunyian lagi ... jangan sedih. Yuk tidur, besok kita harus sekolah,” ujar Reyhan membuat Deeva mengangguk, lalu meletakan kaleng miliknya sebelum ke kamar mandi untuk membersihkan diri. ****** Sepanjang perjalanan pulang sekolah, Wajah Deeva dan Reyhan masih terlihat sedih. Masing-masing dari mereka memikirkan bagaimana tempat persembunyian yang cocok untuk mereka berdua, tempat yang indah yang bisa membuat mereka melakukan apapun yang mereka inginkan atau bersembunyi jika kedua orang tua mereka marah. “Di belakang rumah kayak bagaimana, kan luas,” celetuk Reyhan yang duduk di sampingnya membuat Deeva yang sedang menatap ke arah jendela itu menggeleng. “Panas, kalau Cuma luas tapi bikin tubuh gosong sama saja boong, nggak enak,” tolak Deeva membuatnya mendengus. Deeva menatap sahabatnya yang masih menggunakan seragam putih merah, dengan topi yang dia gunakan lalu mendesah. “Sementara kayaknya kita harus main di teras lagi, deh ...” lirih Deeva membuat mereka berdua kembali menghela napas sebelum kembali menatap jendela dari kursi masing-masing. Beberapa kali, desahan Deeva mulai kembali terdengar, dia sudah suka dengan danau kecil itu, tapi dia tak mungkin melanggar janjinya untuk tidak bermain ke tempat itu lagi. Tubuh Deeva dan Reyhan mendadak condong saat melihat rumah mereka penuh dengan orang-orang dan juga beberapa alat berat. “Pak Mo ...” panggil Deeva pada supir keluarga yang selalu mengantar jemputnya dan Reyhan. “Iya Neng ...” jawab Pak Mo, ke arah Deeva setelah diam sejak tadi mendengar celotehan nona dan tuan kecil yang selalu menemani perjalanannya. Walaupun, hari ini celetukan riang itu tidak terlalu terdengar. “Itu kenapa banyak orang?” tanya Deeva ke menurunkan kaca mobilnya. “Nggak tahu, Neng. Tapi kayaknya bapak Alfian sama Bapak Yusuf mau bangun sesuatu di tengah taman,” ujar Pak Mo, membuat Reyhan yang sedari tadi diam, akhirnya menggeser tubuhnya mendekati Deeva dan ikut melirik ke arah taman yang disebutkan oleh Pak Mo. Dia menepuk bahu Deeva sehingga membuat mereka saling pandang. Deeva mendongak karena penasaran, namun tatapannya terpaku saat melihat Om Bintang dan Uncle Sky berada di sudut tamannya seolah sedang membicarakan sesuatu yang serius. “OM BINTANG! UNCLE SKY!” pekik Deeva kencang dari dalam mobil membuat kedua orang yang awalnya bermusuh itu menatap ke arahnya lalu tersenyum dan melambaikan tangan. “Han, entar kalau mobil stop, langsung lari ya ...” ujar Deeva menaikkan tas ransel berwarna ungu miliknya, kemudian mengambil ancang-ancang. “Sips ...” ujar Reyhan ikut melakukan apa yang Deeva lakukan. Bertepatan dengan mobil diberhentikan oleh Pak Mo, mereka dengan cepat membuka pintu dan berlari menuju kedua orang itu. “Om Bintang! Uncle SKY!” pekik Deeva berlari ke arah kedua orang om kesayangannya itu. “Pelan – Pelan, Princess ...” ujar Sky yang tersentak saat Deeva menghambur ke dalam pelukannya membuatnya dengan cepat mengangkat keponakan Tari itu lalu tersenyum saat gadis kecil itu mengalungkan tangan ke lehernya dan memeluknya dengan begitu erat. “Deeva kanget sama Om, Jangan kabur lagi dong ...” rengeknya membuat Sky menatap gadis kecil bermata indah di depannya ini lalu terkekeh. “Memang Uncle kabur?” tanya Sky yang dengan yang dengan cepat dijawab Deeva dengan anggukan. “Kalau nggak kabur, kenapa menghilang begitu selama dua tahun, bikin Aunti Tari khawatir saja, Ya nggak om Bin,” celetuk Deeva membuat Sky menatap Bintang tak nyaman, namun yang ditatapnya seolah sudah terbiasa dengan celetukan sok tahu keponakan istrinya itu hanya bisa ikut terkekeh. “Om ...” panggil Reyhan menarik-narik celana milik Bintang membuatnya menengok dan melihat sahabat keponakannya yang terlihat lucu dengan baju merah putih yang membalut tubuhnya ini menatap bingung ke arah para pekerja yang sedang membangun sesuatu di antara taman rumahnya dan taman rumah Deeva. “Kenapa Rey ...” tanya Bintang yang sudah begitu mengenalnya. “Om mau bikin apa?” tanyanya dengan hati-hati menunjuk ke arah para pekerja. “Ah itu ...” Bintang dan Sky saling tatap, sebelum kemudian terkekeh saat Sky menurunkan Deeva yang dengan cepat bergerak ke samping Reyhan dan ikut menatap ke arah apa yang ditunjuknya tadi. Dia mengalihkan pandangan ke arah Bintang dan Sky yang kini berdiri tegak sembari mengacak pinggang mereka. “Om sama Uncle bakal buatin kalian tempat persembunyian!” ujarnya Riang membuat Deeva dan Reyhan saling pandang. Raut lesu yang mereka perlihatkan sejak tadi berubah menjadi sumringah lalu menatap kedua omnya itu dengan tatapan takjub. “Beneran?!” pekik Deeva ke arah kedua omnya itu yang disambut mereka dengan anggukan. “Bener. Biar kalian nggak kabur-kaburan lagi ke danau itu. Nanti Om sama Uncle bakalan bikin conneting door dari rumah kalian masing-masing jadi kalian nggak usah capek lagi langsung bisa masuk dari rumah masing-masing,” Ucapan Bintang kembali membuat Reyhan dan Deeva melompat kegirangan, mereka saling menepuk tangan mereka, lalu berpelukan. “Haan, kita punya persembunyian sendiri!” pekik Deeva dengan tatapan berbinar ke arah Reyhan sebelum kemudian bergerak memeluk kedua omnya itu dengan senang. “Deeva seneng banget Om, Uncle,” ujarnya menatap kedua omnya satu persatu sebelum kemudian bergerak memeluk mereka dengan begitu erat. Tak menyangka bahwa kedua omnya yang pernah bersaing untuk mendapatkan hati Aunti Tari ini akan bekerja sama untuk membuatkan bangunan khusus untuk dia dan Reyhan. Deeva melepaskan pelukannya pada Bintang kemudian memeluk Sky dengan begitu erat. “Uncle ....” panggil Deeva membuat Sky yang tingginya hampir 190 cm itu menunduk, dan mensejajarkan tubunya dengan tubuh mungil Deeva. Dan menatap keponakan wanita yang pernah dia cintai itu. Bagaimana selama dua tahun terakhir ini dia menghilang seperti kata Deeva tadi, namun itu berhasil membuatnya merelakan Tari dengan pria yang dia cintai dan melihatnya bahagia dengan pria itu membuatnya lega dan ikut berbahagia. Klise memang, dia seolah menjadi seorang malaikat padahal nyatanya dia bukan. Tapi menurutnya, dengan merelakan seseorang yang dia sayangi untuk menemukan kebahagiaannya membuat Sky sudah cukup berbahagia. “Kenapa?” tanya Sky yang tersentak saat gadis kecil itu kembali memeluk tubuhnya erat. “Terima kasih sudah mau kembali ke sini dengan senyuman seperti ini dan juga mau bekerja sama dengan Om Bintang,” bisik Deeva membuatnya tersenyum. Dia mengusap kepala keponakan sulung Tari dan Bianca ini lalu ikut berbisik, “Seharusnya Uncle yang berterima kasih, karena Deeva, Uncle sama Om Bintang bisa berteman seperti ini.” Deeva mengangguk lalu menatap Bintang dengan Sky bergantian dengan senyuman sumringah sehingga membuat Bintang yang tak mendengar bisikan mereka mengernyitkan kening saat melihat kedua orang itu cekikikan di depannya. “Kalian ngomongin apa?” tanya Bintang mulai kepo yang di sambut dengan gelengan. “Idih .. Om kepo,” decak Deeva ke arah Bintang yang membuatnya terkekeh sebelum kemudian mendengus. “Rahasia dong ... Dah ah, Om berdua selamat kerja. Buat yang cantik ya Om, biar Deeva betah di sana dan nggak main-main ke luar,” ujarnya centil melambaikan tangan ke arah kedua omya sembari menarik tangan Reyhan untuk masuk ke dalam rumah. “Deeva sama Reyhan ganti baju dulu ya, Om... Ingat yang bagus loh!” ujarnya kemudian berlari masuk ke dalam rumah membuat kedua omnya itu menggelengkan kepala sebelum kemudian mendengus melihat keponakan mereka itu. ***** “Menurut kamu itu kapan selesai?” tanya Reyhan melirik ke arah bangunan berbentuk hexagonal yang ada di bawahnya. Dia sekarang sedang duduk di balkon kamar Deeva yang dihiasi dengan bean bag yang bisa digunakan mereka untuk bersantai menikmati hari. Di tangannya ada churos buatan Mommy Deeva yang selalu menjadi favoritenya. Dia terus menatap pembangunan tempat yang akan menjadi persembunyian mereka itu dengan binar. Dia tak sabar untuk melihat bagaimana bangunan itu saat jadi nanti. Sudah 5 hari terakhir ini, dia selalu memperhatikan bagaimana para pekerja Om-Om Deeva melakukan pekerjaannya, mulai dari menguruk tanah untuk mendirikan fondasi, bagaimana mereka menaruh tiang-tiang itu sesuai bentuk yang mereka inginkan membuatnya kagum. Selama ini dia tidak terlalu peduli dengan banyak hal, tapi entah mengapa, saat melihat pembangunan tempat persembunyian itu dia begitu tertarik dan tak ingin ketinggalan progress kerja pembangunan ini. “Sudah berapa lama?” tanya Deeva ikut melirik ke bawah. “Ehm ... kalau dimulai dari hari senin, berarti sudah jalan 6 hari,” ujar Reyhan membuat Deeva mengangguk. “Secepat itu?” tanya Deeva yang dijawab dengan anggukan Reyhan. “Menurutmu bangunan itu akan cantik dan kita akan menyukainya?” tanya Deeva membuat Reyhan yang sedang melirik dari arah tangga pembatas kembali menoleh ke arah sahabatnya itu dan mengangguk. “Itu akan menjadi bangunan paling Indah. Kita lihat saja!” ujar Reyhan dengan mata berbinar, membuat Deeva kembali memakan satu baskom es krim greentea favoritenya lalu kembali duduk di bean bag miliknya sembari melihat bagaimana sahabatnya itu terus menatap kagum. Begitu tertarik dengan semua hal yang terjadi di bawah sana, sebelum tubuh mungilnya yang hanya berbeda beberapa centimeter itu ikut duduk di bean bag miliknya. “Tempat itu akan menjadi tempat persembunyian kita untuk selamanya. Awas saja kalau kamu membawa orang lain masuk ke tempat itu. Aku nggak bakalan iklas,” ujar Reyhan mendelikan mata ke arah Deeva membuat sahabatnya itu mendengus. “Ya! Lu kali ntar yang bawa orang. Pokoknya tempat itu nggak boleh dimasuki oleh orang lain kecuali kita berdua. Papa sama Mama kamu Nggak boleh masuk, begitupula Daddy sama Mommy. Terutama Adik kamu dan adik aku nanti,” ujar Deeva mengulurkan jemari kelingkingnya ke arah Reyhan yang di sambut sahabatnya itu dengan sengat sumrigah. “Janji ...” ujar Reyhan menautkan jemari mereka sembari menatap mama abu milik Deeva yang menatapnya dengan binar. ***** “Han! Cepetan! Pak Mo sudah tunggu di luar!” pekik Deeva membuat Reyhan dengan cepat memasukkan buku sisa pelajaran tadi ke tas dengan sembarangan. Kemudian berdiri dan menyambar tas itu sebelum kemudian mengikuti langkah cepat Deeva menuju mobil yang menjemput mereka. Dia dan Deeva sudah tak sabar melihat bangunan yang dirancang oleh Om Bintang dan Uncle Sky. Langkah kecil mereka menyusuri lorong SD dengan cepat sehingga membuat guru-guru yang berpapasan dengan mereka berteriak dan meminta mereka untuk hati-hati. Mobil SUV berwarna hitam yang ada di samping pagar menandakan Pak Mo, sudah menunggu mereka, dengan cepat Deeva membuka pintu dan duduk di tempatnya sembari melepaskan topi miliknya, begitu pula dengan Reyhan. “Nggak sabar, Ya Neng ?” tanya Pak Mo menggelengkan kepala melihat kedua majikan kecilnya ini ngos-ngosan. “Itu di ada greentea sama Cokelat blender. Ibu tadi minta beliin buat den sama neng.” Ujar Pak Mo, membuat kedua sahabat yang sedag ngos-ngosan itu menatap dengan tatapan bahagia saat melihat dua hal yang paling mereka inginkan sekarang berada di depan mereka. Bergegas, Deeva mengambil dua gelas, dan menyodorkan cokelat blender itu kepada Reyhan sedangkan greentea adalah miliknya yang tak dapat diganggu gugat. Deeva menyeruput es miliknya sembari berterima kasih kepada Mommynya yang tahu bahwa dia dan Reyhan akan kehausan karena berlari menyusuri lorong kelas yang panjangnya bukan main. “Pak Mo ... pak Mo ....” Panggil Deeva bersemangat membuat supir mereka yang baru saja melajukan mobil mereka menatap dari kaca depan. “Iya, neng... “ “Bangunan itu cantik nggak, Pak Mo.? Pak Mo lihat nggak tadi?” tanya Deeva bersemangat membuat Pak Mo megangguk-anggukan kepalanya. “Neng Deeva sama Den Reyhan pasti suka banget sama tempat itu. Cuantik banget ...” ujar Pak Mo sedikit melebih-lebihkan membuat Deeva dan Reyhan saling tatap sebelum kemudian tersenyum cerah. “Pak Mo ... cepet-cepet ya, Deeva sama Reyhan sudah nggak sabar,” pintanya membuat pak Mo menganggukkan kepala. “Duduk, neng ...” pinta Pak Mo kepada Deeva yang berdiri membuat gadis kecil itu dengan cepat kembali duduk dan menggoyangkan kaki mungilnya, kebiasaannya jika dia sedang tak sabaran sekarang. Mobil yang supir mereka kendarai dengan cepat masuk ke dalam kompleks rumah mereka, membuat mereka dengan cepat berdempetan dan tersenyum saat melihat bangunan yang di antara rumah mereka. Dengan cepat, Mereka berdua keluar dari mobil dan berlari ke arah bangunan itu, membuat Rani dan Riska yang sedari menunggu kedatangan mereka, menghentikan aktivitasnya, Rani yang menggendong putranya yang berusia dua bulan, sedangkan Riska yang merupakan dokter yang merawat Deeva dulu sekaligus Mama Reyhan sedang mengandung adik Reyhan. Perutnya terlihat membuncit membuat Reyhan yang tadinya berlari, menghentikan larinya saat melihat Mamannya ada di sana. “Mommy! Ini bangunan buat kami berdua kan?!” pekik Deeva riang menatap kagum, bangunan yang terlihat seperti miniatur istana dengan kubah cantik. Reyhan terpaku di tempat menatap bangunan itu. Dia yang awalnya sudah tertarik dengan pembangunan tempat ini, berubah menjadi keterkaguman. Menatap kagum, bangunan cantik itu. Dia merasa jantungnya membuncah, memberikan perasaan lain yang tak pernah dia rasakan saat melihat bangunan impiannya dan Deeva itu. Dia menarik napas dalam dengan langkah kecilnya dia berjalan ke arah Mamanya yang berbincang dengan Tante Rani, memperhatikan Revan dalam pelukan Mommy Deeva itu, sebelum kemudian mengusap perut mamanya yang membuncit. “Mama ....” panggil Reyhan mengetuk perut Mamanya membuat Riska mengalihkan pandangan sebelum kemudian menatap putra sulungnya ini dengan penuh kasih sayang ... “Mama dulu sempat tanya kan kalau Rey mau jadi apa kalau sudah dewasa nanti?” tanya Reyhan mengetukan tangannya pelan ke perutnya. Riska yang tak biasa melihat wajah serius anaknya itu melihat apa yang dimaksud oleh Reyhan sebelum kemudian tersenyum megerti apa yang dimaksd putranya itu. “Reyhan mau jadi Arsitek biar bisa buat bangunan yang indah. Boleh ya Mama?” tanya Reyhan dengan penuh binar membuat Riska dan Rani saling berpandangan sebelum kemudian menatap ke arah putra kecil mereka yang masih berumur 8 tahun itu. Riska yang seorang dokter menarik napas dalam, tak ingin putranya yang sedang senang kembali sedih mendengar ketidaksukaannya dengan ucapan putranya itu, Dia berharap Reyhan akan menjadi sepertinya yang dokter atau setidaknya pengacara seperti ayahnya. “Iya ... nanti kita lihat,” ujar Riska mengusap puncak kepala Reyhan dengan lembut sebelum kemudian melihat putranya itu kembali berlari ke arah Deeva yang menujunya. “Kamu nggak bisa memaksakan kehendak mereka.” Ujar Rani sembari menepuk punggung bayinya pelan. Riska menghela napas dalam, “Aku masih berharap Reyhan akan mengubah cita-citanya nanti,” ujarnya mengusap perutnya yang semakin membuncit. “Mommy! Deeva sama Reyhan boleh masuk ke dalam bangunan itu dan mengisi semuanya dengan yang kita inginkan kan?” tanya Deeva yang berlari ke arah mereka membuat Rani terkekeh sebelum kemudian mengangguk. “Tapi kalian harus janji sama Mommy dan Mama Reyhan ya, tempat itu tanggung jawab kalian. Kalau berantakan dan nggak bisa di jaga, maka Mommy dan Mama Rey bakalan menyita kunci tempat itu dan kalian nggak boleh masuk lagi ke tempat itu,” ujar Rani membuat kedua orang itu menganggukkan kepala sebelum kemudian mengambil kunci mereka masing-masing dari tangan mamanya sebelum kemudian berlari menuju taman rumah masing-masing menuju connecting door yang menghubungkan taman mereka dengan bangunan cantik itu. Langkah mereka terhenti, mata mereka menatap kagum tempat persembunyian mereka yang sudah terlihat indah dengan berbagai macam barang-barang kesuakaan mereka. Warna putih soft berpadu dengan pernik-pernik dari kayu dan juga bola-bola lampu berwarna redup. Tempat terlihat seperti tempat camping yang sangat cantik. Deeva dengan cepat duduk di bagian tengah ruangan itu, lalu meminta Reyhan untuk duduk di sampingnya. “Han ... Lihat, bagian atasnya transparan, kita bisa melihat langit dari sini!” pekik Deeva kegirangan saat melihat langit tanpa merasakan sengatan sinar matahari seperti biasanya. “I LOVE THIS PLACE!” pekik Deeva kesenangan menatap Reyhan yang ikut mendongak melihat langit. “Aku juga ...” ujarnya pelan sembari menatap kagum bangunan yang membuatnya memiliki cita-cita di masa depan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD