Some Ten

1586 Words
Something stranges feeling  Deeva berjalan dengan gugup. Suasana begitu kental terasa saat dia berjalan bersisian dengan pria yang sekarang mengganti kemeja biru dengan lengan dinaikan itu dengan jas putih kebanggaan dokter-dokter di seluruh dunia itu. Perbedaannya terlihat begitu mencolok. Bagaimana pria yang terlihat dingin dan penuh karisma saat mengajar di kampus mereka, berubah menjadi lembut dan penuh kasih sayang saat menghadapi anak-anak di bangsal pediatri. Tak pernah menyangka, dia akan bertemu dengan Radit di sini. Pria yang menemukan dompetnya bahkan yang menggantikan dr. Riska untuk mengajar di kampusnya selama beberapa waktu ternyata juga seorang dokter muda di rumah sakit ini. Deeva menahan napas. Beberapa kali, kepalanya terangkat mencuri tatap wajah tampan pria di sampingnya itu. Baru sadar bahwa dia terlihat begitu mungil saat berada di samping Radit. Tinggi Radit yang terlihat lebih tinggi 2 sampai 3 cm daripada Reyhan membuatnya terlihat pendek terlebih saat tampil casual dengan sepatu kets andalannya. “M-maaf...” ucap Deeva lirih membuka pembicaraan saat mereka sampai di taman rumah sakit. Dia menunduk tak berani menatap Radit mengingat tingkahnya yang kekanak-kanakan dengan meninggalkan kelas begitu saja tanpa izin. Jika dia berada dalam kelas dr. Riska dapat dipastikan bahwa nilainya akan mendapat E dan membuatnya harus mengulang mata kuliah itu bulan depan. Radit mengalihkan pandang, menatap Deeva tak mengerti, “untuk?” “Tindakan saya yang terlalu ke kanak-kanakan. Seharusnya, saya bisa menahan emosi saya dan tidak seenaknya keluar begitu saja.” Deeva menarik napasnya dalam sebelum kemudian kembali mencuri pandang ke arah Radit, “Kakak nggak bakalan ngasih nilai E kan ke saya,” ujarnya gugup.  Radit melihat ke gadis ini yang terus menunduk sembari menggesekan sepatu kets nya ke tanah lalu tertawa mendengar ucapannya itu, “Saya tidak sejahat dokter Riska yang akan memberimu nilai E hanya karena hal itu. Lagipula, seharusnya saya yang minta maaf. Saya tak tau bahwa kamu mengalami hal mengerikan itu.” Radit menatap Deeva dengan penuh rasa bersalah. Seharusnya memang, dia tidak membuka rasa sakit yang mungkin ingin gadis di sampingnya rasakan. Selama ini, saat menonton film itu, dia selalu memandang dalam respektif Anna, menganggap apa yang dilakukan ibunya tidak berperi kemanusiaan, tapi saat mendengar ucapan Deeva tadi membuatnya berpikir seba?liknya. Kate juga mempunyai hak yang sama untuk hidup. Sama seperti Anna yang memperjuangkan kebebasannya. Kate juga memperjuangkan kesembuhannya, walaupun akhirnya dia menyerah dengan hidupnya setelah berjuang begitu lama. Dan melihat Deeva sekarang seorang Cancer Survivor yang berjuang untuk hidupnya sehingga akhirnya bisa sehat lagi dan menjalani kehidupan yang normal membuatnya semakin kagum pada gadis yang ada di sampingnya itu. Gadis ini bukan hanya menarik, tapi juga begitu kuat dan tegar mengalami semua hal mengerikan itu. Satu hal yang membuat Radit terkejut adalah warna mata abu-abu cantik yang Deeva miliki. “Warna mata kamu berubah?” ujar Radit tanpa sadar membuat Deeva mengangguk-angguk. “Mata saya lelah pakai softlense.” Radit terkejut dengan penuturan Deeva, “Jadi ini kamu sedang tidak pakai?” tanya Radit tak percaya. Deeva mengerenyitkan keningnya tak mengerti kenapa pria di depanya terlihat begitu terkejut sebelum akhirnya dia menyadari satu hal, “Iris mata saya aslinya abu-abu, Pak. Cuma karena kadang suka kesel saja setiap ketemu orang saya disangka lebay karena dikira pakai softlense. Makanya saya malahan pakai Softlense cokelat tua biar lebih mirip sama orang Indonesia kebanyakan,” ujar Deeva panjang lebar. Radit mengangguk mendengar ucapan Deeva sebelum sejenak pesona iris langka yang dimiliki Deeva membuatnya terpaku. Iris cantik itu seolah menjebaknya untuk mengenal gadis di depannya ini lebih jauh. “Kamu ke sini ada keluarga yang sakit?” Deeva menggeleng, “Saya dari SMA sudah jadi sukarelawan di bangsal Pediatri, dok,” ujar Deeva membuat Radit terkejut. Tak percaya dengan apa yang dia dengar. “Saya biasanya sering bikin story telling sama bacain beberapa cerita buat mereka, minimal dengan keberadaan saya mereka bisa sedikit melupakan rasa sakit yang meka rasakan.” Ucapan Deeva membuat kekaguman yang Radit rasakan semakin membesar. Dia tak percaya ada gadis semuda Deeva yang terpikir untuk menjadi sukarelawan di bangsal Pediatri rumah sakit ini. Di mana gadis muda lain hanya memikirkan sekolah dan hang out. “Dee....!” panggil seorang pria membuat Deeva mengalihkan pandangan. Senyum manisnya yang dia perlihatkan berubah menjadi dengusan. Dia mendelik saat pria merangkul pundaknya dan menarik tubuh Deeva mendekatinya. Bersikap posessive dengan tatapan menatap tak suka pada Radit yang ada di samping Deeva. “Tangan lo berat ...” decak Deeva menghempaskan tangan Reyhan sehingga membuat mendengkus namun kembali menarik tubuh Deeva dan tak ingin melepasnya seolah memberitahu Radit untuk tidak dekat – dekat dengan sahabatnya ini. “Han apa-apaan si Lo. Berat tahu ah,” dengus Deeva lagi namun Reyhan seolah tak peduli membuat Deeva hanya bisa menghembuskan napas dalam. Tak biasanya sahabatnya itu over protective seperti ini. “Kak, aku sudah kenalin sama cowok rese ini kan?” tanya Deeva yang dijawab anggukan Radit yang masih memikirkan kemiripan Reyhan dengan seseorang. Wajah cowok yang sedari tadi melingkarkan tangannya ke bahu Deeva itu begitu familiar, namun dia tak dapat mengingatnya. “Kita pernah bertemu?” tanya Radit menatap ke arah Reyhan. “Kita kemarin ketemu di kantin kampus,” ujar Reyhan ketus yang membuat Deeva mendelik lalu mencubit perutnya kesal membuat Reyhan meringis kesakitan. Radit tertawa, “bukan itu. Selain itu apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Radit lagi kini membat Deeva terkekeh sebelum kemudian menggelengkan kepala. “Ya bagaimana nggak mirip. Mama cowok rese ini atasan dokter di sini. Beliau juga yang sudah meminta dokter untuk menggantikan beliau di kampus,” kekeh Deeva membuat Radit menyadari bahwa kesan familiar yang diperlihatkan teman pria Deeva ini karena dia adalah anak dari atasannya. “Pantes dari kemarin mikirnya mirip siapa,” ujar Radit ramah hanya dijawab anggukan singkat oleh Reyhan. Senyumannya terlihat menyebalkan membuat Deeva hampir saja menginjak keras kaki Reyhan menyadarkan betapa menyebalkan cowok bangke di depannya ini, namun dia urungkan mengingat dia harus jaga image di depan pria tampan yang ada di depannya ini. “Balik Yuk, Dinara minta dijemput di rumah temannya,” ujar Reyhan menarik tangan Deeva sebelum wanita itu sempat berpamitan ke Radit. “Sampai ketemu di kampus, Kak!” pekik Deeva dengan tangan yang terus ditarik oleh cowok bernama Reyhan yang terus menatapnya tak suka. Seolah dia adalah Rivalnya yang tak pantas untuk mereka tegur sapa. Radit menggelengkan kepalanya, umurnya yang sudah melewati seperempat abad tak mungkin menanggapi anak yang baru saja beranjak dewasa seperti cowok itu. Lagipula, dia sudah mengetahui sifat cowok itu dari cerita-cerita atasannya yang juga mama Reyhan mengenai tabiat pria itu.   **** Danira duduk di kursi bagian belakang dengan mata bertanya-tanya. Pandangannya bergantian melihat ke arah kakak dan sahabat kakaknya ini yang sedari tadi terlihat dengan aura yang bertolak belakang. Aura Deeva terlihat cerah terlihat dengan senyuman yang sedaritadi dia perlihatkan, berbanding terbalik dengan aura kakaknya yang terlihat kelam dan dingin dengan wajah kaku dan delikan mata tajam ke arah sahabatnya yang duduk di sampingnya. Danira mengigit ujung bibirnya merasa terjebak di situasi yang tidak mengenakan seperti ini. “Kalian bertengkar lagi ya?” tanya Danira hati-hati membuat Deeva membalikan kepala. “Nggak ada. Kenapa?” tanya Deeva membuat Danira memiringkan kepala bingung dengan ucapan sahabat kakaknya itu. “Tapi kenapa itu aura Kak Reyhan gloomy gitu. Kayak ada yang mau ngerebut mainannya,” ujar Danira membuat Reyhan mendelik. Deeva memperlihatkan perubahan sikap Reyhan yang terlihat berbeda, menatapnya bingung kenapa cowok menyebalkan itu tiba-tiba berubah menjadi murung dan lebih pendiam seperti ini. Jangan – jangan .... “Han, lo nggak habis di grepe-grepe sama pasien m***m kan?” celetuk Deeva membuat gelegar tawa Dinara terdengar. Adik sahabatnya itu tertawa terbahak tak mengerti dengan pemikiran ‘gila’ kak Deeva yang terkadang out of the box. “Kak Deeva seharusnya lebih khawatir itu sama pasiennya. Yang biasanya bertindak Amoral kan dia,” canda Danira membuat Reyhan emosi, jika saja dia tidak mengingat bahwa dia sekarang sedang menyetir sudah dapat dipastikan dia menjitak kepala adiknya yang kini sedang ber high five dengan Deeva karena telah berhasil mengerjainya. “Kamu tadi dari mana?” tanya Deeva ke arah Danira yang akhirnya menghentikan tawanya. “Ke rumah calon adik ipar ka Deeva,” ujarnya santai membuat Deeva mengerenyitkan kening. “Gebetannya Revan?” Danira menggeleng, “Dia yang pengen Revan jadi gebetannya. Sumpah, gw nggak ngerti sama pemikiran cewek zaman sekarang yang mikirnya cowok dingin nan menyebalkan macam Revan itu keren. Cih nggak banget. Nggak ada perhatian-perhatiannya tu orang beda banget sama Om Alfian. Kalau Om Alfian biarpun dingin tapi dia berkarisma, kalau Revan, Cih,” dengus Danira kesal membuat Deeba tertawa. Menyadari bahwa adik sahabatnya dan adiknya yang tak akan pernah bisa menyatu karena perbedaan yang terlalu besar di antara mereka yang terlalu sulit untuk disatukan. “Jadi ... cewek itu beneran suka dengan Revan?” tanya Deeva mencari Informasi tentang orang yang disebutkan Danira. Siapa tahu informasi ini berguna untuk menundukan adik menyebalkan nan kurang ajar seperti Revan Rama Abiyaksa. “Beneran, Kak. Itu anak sudah suka dengan Revan sejak masih MOS,” ujar Danira bersemangat membuat Deeva memekik. Reyhan melirik sahabat dan adiknya yang terlihat begitu kompak jika sudah bergosip seperti ini, mengabaikannya yang hanya bisa mendesah mendengar gelak tawa yang tercipta antara Deeva dan Adiknya. Diam-diam, pandangannya terus memperhatikan Deeva. Dia selalu menyukainya, tawa gadis itu yang selalu dapat membuat hatinya membuncah, memberikan perasaaan nyaman hanya dengan tatapan mata yang selalu dia perlihatkan untuknya. Dia tak ingin ada yang merebut hal itu darinya, termasuk asisten dosen yang menggantikan Mamanya untuk sementara. Dia tahu Pria menyebalkan itu tertarik dan menyukai Deeva. Dia harus memastikan bahwa Deeva tak tertarik dengan Pria menyebalkan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD