Some Six

2121 Words
“Kalau gue bilang gue cemburu, lo gimana?” Deg Jantung Deeva seakan berhenti berdetak mendengar ucapan Reyhan. Matanya membulat, memperlihatkan iris mata abunya yang mengangumkan. Tubuhnya membeku,membiarkan air dari selang yang ia pegang mengaliri halaman rumahnya hingga membuat genangan besar. “NIH RASAIN!” pekik Deeva mengarahkan selang yang ia pegang ke arah Reyhan. “Dee!” Reyhan berusaha mengelak, namun Deeva lebih cepat mengarahkan selang itu ke tubuh sahabat kecilnya. “Rasain! Makanya jangan ngomong yang nggak jelas kayak gitu.” Deeva terus tertawa sembari menekan bagian depan selang sehingga membuat airnya menyebar dan memgenai seluruh tubuh Reyhan yang sudah basah kuyup. Reyhan menatap Deeva yang terus menyiramkan air kepadanya. Mendesah saat melihat tawa kesenangan Deeva melihat tubuhnya persis seperti kucing kecebur got. “Awas sampai selang itu pindah ke gue ya, Dee ...” “Coba aja,” tantang Deeva membuat Reyhan membuang handuk kecil yang ada di pundaknya sembarangan lalu berjalan mendekati Deeva. Tawa gadis itu terhenti, matanya membulat ketakutan saat ucapan Reyhan benar-benar dilakukan. Ia berusaha berlari sambil terus mengarahkan air ke arah Reyhan yang terus mendekatinya tanpa memperdulikan badannya yang basah kuyup. “Han!” pekik Deeva saat Reyhan berusaha merebut selang itu dengan memeluk tubuhnya dari belakang. “Rasain.” Wajah sebal Deeva berubah menjadi tawa. Menunduk melihat tubuhnya yang basah, lalu beralih menatap tubuh sahabatnya yang lebih basah darinya. Sepertinya ia memang lama tidak bermain air dengan sahabat baiknya ini. **** Deeva duduk di ayunan panjang di samping rumahnya sembari memakan satu wadah besar es krim cokelat yang ia ambil dari kulkas rumahnya. “Sebelah sini,” tunjuk Deeva pada puncak kepalanya membuat Reyhan yang sedang mengeringkan rambutnya terkekeh geli. Setelah bermain air tadi, Reyhan memerintahkan Deeva untuk segera mandi, mengingat Deeva pernah berjuang melawan penyakit mematikan membuatnya takut Deeva akan terkena flu, jika tidak secepatnya mandi. Dan sekarang, dia kembali harus menuruti perintah Deeva untuk mengeringkan rambutnya, sementara cewek berambut panjang di depannya asyik menyantap es krim besar, sambil sekekali menyuapi Reyhan. “lo nggak mau potong rambut? Udah kepanjangan ini,” keluh Reyhan saat harus menggosok rambut panjang Deeva dengan handuk kering. “No, this is my crown. gue nggak mau ada satu orangpun yang berani memotongnya.” Reyhan mendesah, dia mengerti kenapa Deeva begitu mencintai rambutnya. Pernah merasakan kebotakan saat harus menjalani kemoterapi untuk pengobatan kanker yang ia jalani dulu membuatnya sangat menjaga mahkotanya itu. Ingat saat pertama kali bertemu Deeva dulu, bagaimana kemarahan sahabatnya itu karena dia menyebutnya sebagai anak laki-laki, tanpa mengetahui penyebab potongan rambut pendeknya dulu. “Dimana lagi?” tanya Reyhan membuat Deeva tersenyum cerah lalu menunjuk area rambutnya yang masih terasa basah membuat Reyhan dengan telaten menggosok pelan kepala Deeva. “Nih.” Deeva menyodorkan wadah es krim ke pangkuan Reyhan saat cowok itu sudah selesai mengeringkan rambutnya. Dirapikan rambut panjangnya yang masih sedikit lembab ,tersenyum melihat sahabatnya yang sudah membersihkan diri dan mengganti kaos basket yang tadi ia gunakan dengan tshirt dan celana santai. Reyhan mulai memakan es krim yang ia sodorkan dan duduk membelakangi tubuhnya. Diikutinya cara duduk Reyhan sehingga membuat tubuh mereka saling membelakangi. Merasakan punggung Reyhan yang bersentuhan langsung dengan punggungnya membuat perasaan nyaman itu kembali datang, seolah keberadaan Reyhan memberikan perlindungan seperti yang ia dapatkan dari daddy dan para om gantengnya. “Tante Riska kemana?” “lagi seminar sama ada pelatihan untuk satu bulan ke depan.” “Selama itu?” Reyhan mengangguk sembari terus memakan es krimnya, setelah ia menyuapkan es krim itu, dia berikan kepada Deeva, begitu pula sebaliknya.. Dia dan adiknya sudah biasa seperti ini. Kesibukan kedua orang tuanya masing-masing membuat dia dan Danira sering ditinggal berdua di rumah, meskipun begitu kedua orang tuanya selalu menyediakan waktu khusus sehingga membuat mereka tak kekurangan kasih sayang. Lagipula, keberadaan keluarga Deeva yang berada di dekat mereka membuat ia dan Danira tak perlu khawatir akan kekurangan makanan, karena Rani, mommy Deeva selalu membuka pintu lebar-lebar untuk penyantap ulung seperti ia dan adiknya. “Dia yang ganti mama?” tanya Reyhan membuat Deeva mengerutkan kening tak mengerti. “Ah... pria tampan itu?” Deeva mengerti maksud dari ucapan Reyhan. “Apa tampannya dia coba? Reyhan menjauhkan punggungnya sehingga membuat Deeva hampir terjungkal. Dia menatap kesal Reyhan yang sekarang terlihat kesal karena mendengar dia memuji Radit. “Apa salahnya coba gue muji dia, lah doi emang tampan, pinter pula. Siapa tau doi jadi gebetan gue nanti.” “Jangan harap. Daddy lo pasti nggak mau putri kesayangannya punya gebetan bahkan pacar sebelum dia sukses nanti,” kata Fabian membuat Deeva mendengus kesal. “Lama amat. Itu namanya gue nggak bakal pernah punya gebetan dong,” rengut Deeva. “pendidikan gue masih lama. Setelah skripsi gue harus masuk koas, setelah itu ada masa internship, itu juga baru jadi dokter umum. Belum lagi kalau gue masuk ke spesialis onkologi. Kapan gue punya pacar dong?” ucap Deeva panjang lebar. “masalah lo. Gue juga nggak setuju lo punya pacar sekarang?” ucap Reyhan dengan nada possessive membuat Deeva mendelik. “Idih apaan coba, ngapain gue minta izin lo buat punya pacar,” cibir Deeva, tak mengerti dengan perubahan mimik dan sikap possessive yang Reyhan perlihatkan. “Gue cuman nggak kepengen lo nangis termehek-mehek karena di php-in gebetan lo waktu SMA dulu.” Deeva memicingkan mata tak suka dengan ucapan Reyhan. Bibirnya cemberut saat Reyhan kembali mengingatkannya dengan kakak kelas playboy yang berusaha mendekatinya saat SMA dulu. Masih ingat dengan jelas dalam ingatannya, saat kakak kelas playboy itu men-chatnya, mendatanginya saat jam istirahat sehingga membuat hampir semua siswi perempuan bersorak cemburu, bahkan saat cowok itu menawarkan diri untuk mengantarkan Deeva pulang. Hatinya sudah kegeeran berharap kakak kelas itu akan menembaknya, saat akhirnya ia harus kecewa saat melihat kakak kelas itu jalan dengan cewek lain. “Doi tu keliatan beda dari tipe cowok kayak senior senga itu sama lo.” “Kayak gue gimana?” tanya Reyhan tak terima disamakan dengan kakak kelas mereka dulu. “Ya gitu. Tipe cowok yang tebar pesona, suka deketin cewek terus pacarnya di mana-mana.” “Ey... ralat ya. Gue nggak pernah deketin cewek, yang ada cewek-cewek yang deketin gue.” “Sama aja. Lo nggak pernah nolak kalo ada cewek yang nembak elo dan akhirnya banyak cewek patah hati karena sifat lo itu,” dengus Deeva kesal. Selama ini,dia tak pernah sekalipun ikut campur dengan masalah percintaan sahabatnya itu. Tak terhitung sudah berapa banyak perempuan yang menjadi korban hati cowok songong di sampingnya itu. Dia sendiri bingung dengan perubahan yang terjadi pada sahabatnya itu. Reyhan kecil dulu adalah orang yang polos yang terlihat tak suka saat ada perempuan yang mendekatinya, selain Deeva tentu saja. Tapi, entah mengapa saat Reyhan beranjak SMA, cowok itu berubah dan mulai menerima siapa saja yang menembaknya tanpa terkecuali. Deeva mengeryitkan kening saat pikiran tak masuk akal memenuhi kepalanya. Ditatapnya Reyhan dengan wajah aneh lalu menggeleng. “Han...” “Ehm...” Reyhan menoleh ke arah sahabatnya yang terus menampilkan ekspresi aneh denga tatapan mata kosong seolah memikirkan sesuatu yang lain. “Lo mulai pacaran pas kelas 3 SMP kan?” tanya Deeva tanpa mengalihkan pandangan membuat Reyhan mengeryit tak mengerti. “Kenapa lo nanya kayak gitu?” Deeva tak menjawab pertanyaan itu melainkan menatap Reyhan penuh arti, “kamu dulu mimpi basah sama siapa sampai berubah jadi playboy kayak gini?” tanya Deeva randomdengan cengiran kuda membuat telinga Reyhan memerah menahan malu.                                                               ***** “Kamu mau dijemput jam berapa?” Deeva yang sedang menatap pemandangan dari kaca jendela mobil mengalihkan perhatian,wajah sendu yang ia perlihatkan tadi berubah sumringah saat melihat pria tampan yang ada di sampingnya. Pancaran mata pria itu yang memperlihatkan kasih sayang membuat hati Deeva menghangat. Senyum lembut dengan penuh pesona membut Deeva yakin bahwa pria ini adalah cinta pertamanya, sesaat setelah pria itu mengulurkan tangannya dulu. “Va ...” “Eh, iya.” Deeva menatap iris mata pria itu yang menghanyutkan lalu tersenyum lebar. “Mau Daddy jemput?” Deeva menggeleng manja pada Alfian, melihat bagaimana wajah tampan daddynya selalu bisa menjadi pembangkit moodnya yang sedang down. Seperti kata orang bahwa Ayah adalah cinta pertama putrinya, seperti itu pula yang Deeva rasakan sekarang. Ia berharap suatu saat nanti dia akan mendapatkan pria seperti daddynya yang rela memberi segala untuk kesembuhannya dan  menjaga keluarganya sepenuh hati . “Nggak usah, dad. Deeva ikut Reyhan aja.” Alfian mengeryitkan kening mendengar ucapan Deeva. Mengingat putri kesayangannya ini tak pernah berpisah lama dengan Reyhan membuatnya tau bahwa terjadi sesuatu diantara mereka sehingga sahabat anaknya itu tak muncul ke rumahnya untuk makan malam dan sarapan tadi, bahkan saat Deeva menunggunya untuk berangkat ke kampus, sahabat anaknya itu tidak muncul sehingga akhirnya dia yang harus mengantar putrinya itu. “Kamu bertengkar dengan Reyhan?” Deeva manyun, kemudian menggeleng. “Reyhan cuma ngambek kok, dy.” “Ngambek?” tanya Alfian tak percaya, “Bukannya yang lebih sering ngambek itu kamu bukan dia. Apa yang kamu lakukan sampai dia ngambek kayak gitu sama kamu?” kekehnya tak dapat menyembunyikan rasa gelinya saat melihat wajah cantik putrinya kembali cemberut mengingat apa yang terjadi diantara ia dan Reyhan. Tubuh Deeva yang sedang bersandar, seketika tegap dan memiringkan tubuhnya sembari cemberut. “Dia lagi sensi kali. Masa Deeva cuma nanya ‘sesuatu’ dia sampe ngambek kayak gitu,” ujarnya kesal memberi kata ‘sesuatu’ itu dengan kedua tangannya. “nanya?” tanya Alfian dijawab anggukan Deeva. “... ‘sesuatu’ itu apa?” lanjutnya lagi mengikuti kode yang Deeva berikan. Deeva menggigit ujung bibirnya, ragu ingin memberitahu daddynya akan pertanyaan memalukan yang ia tanyakan kepada Reyhan kemarin. Kepalanya menunduk dengan wajah yang memerah. “Kamu nanya apa?” tuntut Alfian penasaran. “Deeva nanya dia mimpi basah sama siapa sampai jadi playboy kayak gini,” ucap Deeva cepat semakin menundukkan wajahnya. Suasana menjadi hening seketika. Hanya terdengar debaran jantungnya yang bereaksi cepat mendengar pertanyaan bodoh itu kembali keluar dari mulutnya. Deeva menelan air liurnya yang tiba-tiba terasa pahit, serasa ia kembali menjadi Deeva kecil yang harus menelan obat anti kanker yang pahit hanya untuk meredakan nyeri yang ia rasakan. Matanya yang terpejam menunggu reaksi daddynya. Dia yakin Alfian akan bersikap heboh dan memarahinya seperti yang Rani lakukan saat ia mengeluarkan celetukan tak masuk akal yang sering ia keluarkan saat bersama om-om gantengnya. Satu ... dua ... tiga ... Deeva menghitung dalam hati menanti kemarahan Alfian hingga terdengar suara tawa yang menggelegar membuat Deeva perlahan salah satu matanya mengintip reaksi Alfian. “Hahahahahaha.... kamu nanya itu ke Reyhan?” tawa Alfian semakin keras membuat tubuh Deeva membeku, tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Bukan kemarahan yang didapatnya melainkan tawa menggelegar Alfian yang jarang ia lihat. Wajah Deeva seketika merenggut melihat Alfian semakin terbahak. “Idih..daddy malah ketawa lagi,” ucap Deeva menampilkan duck face-nya membuat Alfian harus memegang perut tak tahan melihat kelakuan anak sulungnya yang semakin lama semakin mirip dengan Bianca. “Daddy...” rengeknya mencubit perut keras Alfian sehingga membuat daddynya itu menghentikan tawanya. Diusap air matanya yang keluar karena geli dengan sikap Deeva. “kamu sih aneh-aneh juga nanyain anak cowok soal mimpi basah dia.” “Deeva kan cuma penasaran, dy...  liat sendiri Reyhan polos yang dulu ngelihat cewek cantik aja udah tutup mata berubah ileran saat melihat cewek aduhai lewat di depannya,” rengut Deeva. “Emang Deeva salah nanya kayak gitu?” tanya Deeva dengan wajah menggemaskan mau tak mau membuat Alfian menghela napas. “Bukan salah, cuman nggak etis aja kamu nanya kayak gitu ke anak cowok. Sama seperti anak cewek yang sensitive saat ditanya cowok kapan datang bulan pertama, pertanyaan kamu itu juga sensitive bagi mereka. Kamu tau sendiri kalau mimpi basah itu pertanda kedewasaan seseorang.” Alfian menghela napas, kemudian kembali menggelengkan kepala geli melihat tingkah putrinya itu. “Deeva ... Deeva, kamu itu calon dokter loh, masa pertanyaannya kayak gitu?” geleng Alfian mengacak rambut anaknya sehingga membuat Deeva menghela napas mengerti kesalahannya. “Mau daddy jemput jam berapa?” tanya Alfian lagi. “Deeva nebeng Reyhan aja. Setelah sholat jum’at Daddy ada meeting lagi kan?” “Yakin Reyhan udah nggak ngambek?” Deeva kembali merenggut mendengar kekehan Alfian, “Deeva bakalan minta maaf kok sama Reyhan. Lagipula, tuh anak nggak pernah bisa lama-lama marah sama Deeva,” ucapnya kembali memamerkan lesung pipinya membuat Alfian tersenyum cerah lalu mengusap rambut dan mengecup puncak kepala anaknya itu.  “Bye Daddy...” Deeva keluar dari melambaikan tangan kepada Daddynya dengan senyum yang merekah. Saat mobil Daddynya sudah mulai menjauh, dia mendesah. Melihat jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 7.30 pagi. Yang berarti masih satu jam tersisa sebelum kelas pertamanya dimulai. Hari ini dia terpaksa datang lebih awal mengikuti jam kantor Alfian. Ketiadaan Reyhan yang biasanya mengantar jemputnya membuatnya sedikit kesusahan. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju lorong kampus guna mencari pria menyebalkan yang sedang merajuk itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD