satu (2)

364 Words
"Kamu ingat, saya pernah bilang kalau kamu ini berbakat menjadi kelemahan laki-laki?" Meet Bhadra. Tetanggaku yang baru pindah seminggu lalu dan aku sudah berkali-kali dibuatnya jengkel. Laki-laki songong yang sejak pertemuan awal sudah menyusahkan. Malam itu, aku pulang dini hari, menemani Mas Agra dengan semua ceritanya kalau Mbak Lolita akhir-akhir ini sering marah dan tidak terkendali. Lalu, saat akan masuk apartemen, aku mendengar u*****n kasar dari laki-laki yang juga terlihat sedang berusaha masuk di unit sebelahku. "Ada yang bisa dibantu, Mas?" Kepalanya meneleng. "Hai. Saya baru pindahan hari ini. Saya Bhadra. Kamu?" "Tata. Ada yang bisa dibantu?" Senyumnya merekah. "Kayak nemu oase di tengah gurun pasir. Saya pikir, saya bakalan mati kaku saat sedang sakit, saking bangsatnya budaya apartemen. Tapi, sepertinya enggak lagi." "Maaf?" "Saya tinggal di sebalahmu. Salam kenal, Tata. Kamu berbakat menjadi kelemahan laki-laki. Selamat malam." Setelah membuatku bingung dengan kalimat anehnya, keesokannya aku menemukan sebuah note 'Good Morning. Kamu harus tahu, sedikit kebaikanmu semalam, bikin aku percaya kalau hidup di apartemen, nggak seburuk yang terbayang. Semoga harimu menyenangkan, Tata! Mawar mewakili pipimu yang semalam sempat merona :) ' dan setangkai mawar merah di depan pintu. Dan, sekarang, dia di sini, membawa kalimatnya yang lagi-lagi membuatku tak mengerti. Bhadra bertanya, "Tata, kamu tahu siapa laki-laki di sampingmu ini?" Dengan gugup, aku mengangguk. Takut salah langkah, akhirnya aku memilih menggenggam tangan Mas Agra. Dia harus bertanggung jawab kalau sesuatu yang buruk terjadi padaku. "Siapa dia?" tanya Bhadra, memperhatikan genggaman tangan kami. "Siapa laki-laki di sampingmu ini?" "Mas Agra." "Lebih detail, Tata." "Agraprana Bayuadjie." "Nice!" serunya riang sambil menjentikkan jari. "Perkenalkan," Tangannya terulur di hadapanku. Aku memilih abai. Jangan dia pikir aku akan menuruti apa yang dia minta. Bhadra hanyalah orang asing yang bahkan baru seminggu kukenal. "Saya Bhadra Bayuadjie. Bisa menemukan kesamaannya, Tata?" Good job, Tata! "Kamu ngawur, Bhadra. Kamu memang se-enggak jelas itu." Aku mengalihkan atensi pada Mas Agra, mengelus pelan lengannya yang terasa kaku. "Mas, mendingan sekarang kamu pulang. Nggak usah didengar. Dia tetangga baru, memang aneh. Jadi---" "Dia Mas kandung saya." Suara Bhadra kembali mengudara dan bukan hanya membuatku melotot, tetapi remasan tangan Mas Agra pun semakin nyata. "Laki-laki beristri, punya satu anak balita menggemaskan. Gimana, Tata?" t be continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD