Chacha baru saja selesai membersihkan dirinya. Ia berjalan menuju meja riasnya dengan mengusap rambutnya yang basah dan menggunakan cream sebelum tidur untuk wajahnya.
Tring….
Dering handphone menghentikan aktivitasnya. Ia meraih handphone yang tergeletak di atas meja riasnya.
+62822577xxxxx
Malamm Nenek lampir… :*
“Siapa ini?” gumam Chacha mengernyitkan dahinya bingung.
Tak lama terdengar suara dering handphone nya kembali menandakan ada panggilan masuk. Chacha pun mengangkatnya.
“Hallo, siapa ini?” tanya Chacha saat nomor itu melakukan panggilan telpon kepadanya.
“Aku tau kamu akan langsung menghapus nomorku. Ini aku, Oktavio Adelio Mahya, sang pria unyu nan tampan tiada duanya.”
Chacha memutar bola matanya jengah.
“Aku tutup!”
“Eh tunggu dulu.”
“Ada apa lagi, Mr. Oktavio?”
“Kamu sedang apa? Kamu pasti merindukanku yah karena dua hari ini aku tidak menemuimu di rumah sakit.”
“Sama sekali tidak! Aku malah senang kamu tidak datang. Hariku menjadi lebih tenang,” ucap Chacha.
“Ah benarkah? Aku sangat sedih loh mendengarnya.”
“Sebenarnya apa yang ingin kamu katakan. Sampai kamu mengganggu waktu istirahatku.”
“Aku kangen kamu.”
“Hahaha… Mr. Crocodile jangan samakan aku dengan para wanita bodoh yang sudah kamu rayu dan tergoda dengan tipu muslihatmu. Aku tau pria model kamu ini.”
“Memang aku ini pria model apa?”
“Pria yang hanya menggunakan wajah dan kekayaannya untuk menjerat para wanita dan melakukan one night stand. Kamu pikir aku akan jatuh dalam perangkapmu. Jangan bermimpi!”
“Aku sedih loh mendengar serendah itukah aku di mata kamu, Nela.”
“Berhenti memanggilku Nela. Aku akan tutup telponnya.”
“Sebentar dong. Aku masih ingin mengobrol denganmu.”
“Aku tidak ingin mengobrol denganmu!”
Chacha memutuskan sambungan telponnya dengan kesal.
“Dasar Crocodile gila!” gerutunya.
Sedangkan di sisi lain. Okta tersenyum puas menatap layar handphone nya. Ia semakin gemas dengan Nela.
“Ck, senyam senyum nggak jelas,” seru Dhika.
“Ah syirik aja. Bilang aja lu nggak bisa telponan sama Lita,” kekeh Okta.
“Issshhh…”
“Jangan berisik. Gue mau tidur.” Dhika merebahkan tubuhnya di atas ranjang meninggalkan Okta yang tersenyum menatap layar handphone nya.
◄►
Crocodile Gila…
Siang Nela… kamu sudah makan siang? Gimana kalau kita makan siang bersama?
“Ck, pria ini.” Chacha hanya membacanya saja.
Itu pesan kesekian kalinya yang di kirim oleh Okta kepadanya membuat Chacha sangat tidak nyaman. Dari sekian pesanpun tak ada yang di balas oleh Chacha.
“Aku tau kamu sedang memikirkanku,” seruan itu membuatnya menoleh ke sumber suara dimana Okta datang dengan membawa satu bucket bunga dan juga boneka.
“Ngapain kamu ke sini?” seru Chacha dengan jutek.
“Mengajakmu makan siang, apalagi.” Serunya dengan santai seraya berjalan menghampiri Chacha. Ia menyimpan bucket bunga dengan boneka di atas meja kerja Chacha.
“Ini bukan hari Valentine dan aku juga bukan anak kecil. Tidak perlu membawa ini untukku,” seru Chacha.
“Memangnya aku ada bilang kalau ini untukmu,” seru Okta duduk di hadapan Chacha dengan santai.
Chacha merasa dongkol mendengar ucapan Okta barusan. “Kalau begitu bawa pergi dari sini. Kamu mau ngapain sih di sini, ganggu orang saja,” seru Chacha entah kenapa mendengar ucapan Okta membuatnya menjadi naik darah.
“Nela duduklah di sampingku. Aku akan memeriksa tensi darahmu.”
“Apa maksudmu?” tanya Chacha mengernyitkan dahinya bingung.
“Kamu sering marah-marah seperti ini. Aku takut tensi darahmu tinggi,” seru Okta.
“Crocodile!”
Okta terkekeh melihat amarah Chacha yang sangat menggemaskan baginya.
“Baiklah baiklah, sudah jangan marah-marah lagi. Aku datang untuk mengajakmu makan siang,” seru Okta.
“Aku tidak mau.”
“Kalau begitu aku tidak akan pernah meninggalkan ruangan ini,” seru Okta.
“Kamu! Jangan membuatku menghubungi security untuk mengusirmu dari sini,” seru Chacha.
“Jangan lupa juga rumah sakit ini milik sahabatku. Para pekerja di sini juga security sudah mengetahui siapa aku. Jadi kamu tidak akan bisa mengusirku,” seru Okta dengan santai.
“Kamu?” Chachaa sungguh dibuat dongkol oleh sikap Okta.
“Terserah lah. Aku akan pergi,” ucap Chacha beranjak pergi keluar ruangan diikuti Okta.
“Ngapain kamu membuntutiku?” tanya Chacha menoleh ke arahnya.
“Makan siang bersama,” seru Okta dengan cengiran lebarnya.
“Tidak mau!”
“Ya sudah kalau begitu aku akan terus mengikutimu seperti ini.”
Okta terus berjalan membuntuti Chacha membuatnya semakin tidak nyaman. Di tambah lagi orang-orang yang berlalu lalang melihat ke arah mereka.
“Crocodile!” Chacha sudah kesal dan berbalik ke arah Okta di belakangnya.
“Makan siang bersama,” seru Okta.
Chacha memutar bola matanya karena sangat jengah.
“Baiklah!”
Okta tersenyum puas karena akhirnya Chacha menurut.
---
Saat ini Chacha dan Okta duduk berhadapan di restaurant yang berada tak jauh dari rumah sakit.
Mereka berdua sudah memesan makanan yang mereka inginkan.
“Kamu suka makanan korea?” tanya Okta.
“Biasa saja.”
Tak lama pesanan mereka sampai dan Chacha langsung melahapnya dengan cepat.
“Aku nggak akan minta kok, Nela. Sampai buru-buru gitu makannya,” seru Okta membuat Chacha berdehem kecil karena merasa malu.
“Tunggu.” Okta mengulurkan tangannya ke arah wajah Chacha.
“Eh?” Chacha membeku saat kulit hangat Okta menyentuh sudut bibirnya.
“Makannya jangan kayak anak kecil dong Bu Dokter,” seru Okta yang kemudian menikmati makanannya sendiri.
Chacha yang dibuat malu hanya bisa diam dan menundukkan kepalanya kembali menikmati makanannya sendiri.
Di salah satu club termewah di Jakarta. Oktavio tengah duduk sendiri. Saat ini Okta tengah menghadiri party dari rekan bisnisnya yang juga teman kuliahnya dulu.
"Astaga di sini berisik sekali. Si Dhika pake nolak lagi gue ajakin. Gue kan jadi kayak anak hilang gini, pelengak pelengok sendiri," gumamnya. "Membosankan!"
Ia duduk di dekat meja bartender dan memesan minuman. Beberapa wanita menatap ke arahnya seraya menunjuk-nunjuk. Mereka menatap Okta dengan tatapan penuh terpesona. Okta hanya memberi senyuman terimutnya dan berkharisma membuat para wanita itu semakin heboh.
“Pesona Gator tidak pernah menghilang,” gumamnya menyeduh minumannya.
"Hai tampan, sendirian aja nih?" ujar seorang gadis yang datang bersama 2 temannya.
"Hai ladies," sapa Okta dengan senyuman mematikannya.
"Ternyata benar kamu adalah Mr. Oktavio, pengusaha muda yang terkenal itu," ujar gadis lainnya terlihat antusias.
"Apa kami boleh menemani kamu?" tanya gadis di sisi kiri.
"Suatu kehormatan bagiku, di malam yang indah ini bisa di temani para wanita cantik." ucap Okta dengan nada menggoda membuat ketiga gadis itu bulshing. ‘Lumayan lah buat hiburan daripada boring kek anak kucing kehilangan maknya.’ Pikirnya.
"Senang sekali rasanya bisa berkenalan dengan kalian semua. Tapi apa kalian tidak sadar?" tanya Okta.
"Tentang apa?" tanya ketiga gadis itu penasaran.
"Kalau boleh jujur kalian bertiga adalah gadis tercantik yang pernah aku temui," gombal Okta membuat ketiga gadis itu melting.
“Ternyata benar yang di beritakan, kalau Mr. Oktavio penuh pesona dan playboy,” seru salah satu gadis.
“Emmm tidak tidak, aku tidak playboy. Aku hanya terlalu mengagumi kecantikan para wanita,” ucapnya tersenyum.
“Huuuu...” Mereka terkekeh bersama hingga mata tajam Okta menangkap siluet seseorang yang ia kenal.
"Maaf ladies, sepertinya aku harus pergi sekarang. Suatu kebanggaan bagiku mengenal kalian bertiga." Setelah mengatakan itu, Okta segera beranjak meninggalkan ketiga gadis yang masih kebingungan dan kesal karena di tinggal.
"Hai," sapa Okta membuat gadis yang memakai gaun berwarna cokelat terang itu menengadahkan kepalanya menatap seseorang yang berada di hadapannya.
"Lu?"
"Wah kita memang sangat berjodoh yah, Nela. Kita bertemu lagi di sini,” seru Okta dengan senyuman khasnya. Chacha terlihat menghela nafasnya seraya memutar bola matanya.
"Oh Tuhan, kenapa harus bertemu Crocodile gila ini di sini," gumam Chacha menatap kesal Okta yang saat ini sudah duduk di hadapannya dengan santai.
"Saat pertama kali kita ketemu , aku nggak perduli kamu pergi. Namun di belakang aku berpikir kenapa membiarkan wanita secantik kamu pergi, benar nggak?" ujar Okta membuat Chacha menatap kesal Okta. “Aku tidak terbiasa membiarkan wanita cantik pergi begitu saja, ya walaupun karakternya jahat seperti Nenek Lampir.”
“Lu pikir lu siapa bisa mengatakan hal itu? Lagipula gue nggak akan termakan rayuan lu yang murahan!” ucap Chacha beranjak meninggalkan Okta, tetapi Okta segera menghalangi langkahnya.
"Minggir!"
Okta tetap bergeming di tempatnya. Chacha berbalik mencari jalan lain, tapi Okta menahan tangannya dan menariknya hingga Chacha jatuh ke dalam pelukan Okta. Chacha berontak berusaha melepas pelukan Okta, tapi Okta memeluknya dengan erat.
"Lepaskan gue, Bodoh!" berontak Chacha.
"Tidak mau, kamu pasanganku malam ini," ujar Okta membuat Chacha melotot kesal.
"Dasar Crocodile gila! Gue nggak sudi jadi pasangan lu. Lepaskan!" Berontak Chacha.
Okta akhirnya melepaskan pelukannya. Tetapi saat Chacha tengah merapikan pakaiannya, Okta kembali menarik tangan Chacha dan menariknya ke lantai dansa.
Di saat yang lain tengah bergoyang dengan gaya mereka. Okta membawa Chacha berdansa dengan eksotis. Chacha dibuat kelelahan karena tidak bisa lepas dari gerakan tangan Okta yang lihai. Dan kepalanya sedikit pusing karena terlalu banyak gerakan berputar.
Beberapa orang di sana menghentikan tarian mereka dan fokus menatap pasangan aneh itu yang berdansa di club. Chacha sungguh dibuat pusing karena di putar berkali-kali dan kembali ditarik oleh Okta. Hingga gerakan terakhir, Okta membuat Chacha berputar cukup lama dan
Prankkk
Chacha menabrak seorang pelayan yang tengah membawa nampan berisi minuman. Dan kini semua minuman di dalam gelas itu tumpah ruah ke baju Chacha.
"Astaga!" Chacha sangat kaget seraya menepuk-nepuk bajunya yang basah dan kotor.
"Asataga! Dasar tidak berguna!" Okta memarahi pelayan itu.
"Lu nggak apa-apa kan Nela?" tanya Okta membantu Chacha membersihkan pakaiannya dengan sapu tangan miliknya.
Plak
Chacha menampar Okta di hadapan semua orang yang tengah melihat mereka. Okta sempat ingin protes tetapi di urungkannya saat melihat Chacha menangis. Membuat Okta merasa sangat bersalah.
"Ini semua gara-gara lu, Crocodile!" bentak Chacha. "Lu udah mempermalukan gue. Berhenti ganggu gue, gue benci lu!"
“Sorry, gue nggak tau bakalan jadi gini, Nela.”
"Dan berhenti panggil gue, Nela!" teriak Chacha dengan tangisannya dan berlalu pergi meninggalkan Okta yang masih memegang sebelah pipinya bekas tamparan Chacha yang sialnya terasa ngilu.
◄►