Episode 5

2508 Words
Dhika baru saja keluar dari kamar mandi dengan masih telanjang d**a hanya memakai celana tranning. Dhika berjalan menuju ke depan cermin sambil mengusap rambutnya yang basah dengan handuk. Pintu kamar dibuka dan muncullah Okta dengan wajah kacaunya. Rambutnya sudah berantakan dan jasnya sudah ia jinjing. Di lemparnya jas itu ke sofa yang ada di kamar Dhika. Dan Okta menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. "Kenapa lu?" tanya Dhika dengan masih fokus menatap cermin sambil menyisir rambutnya. "Ah, sial banget sih gue malam ini," keluh Okta. "Kenapa?" tanya Dhika duduk di samping Okta. Oktapun menceritakan apa yang terjadi di club. "Pffrrrttt.....hahahahahaahaaaa" tawa Dhika pecah sambil memegang perutnya. "Oh sial, perut gue ampe sakit gini..hhahahaha," ucap Dhika masih tertawa puas. "GAK LUCU!" ujar Okta ketus. "Seorang Aligator langka, di permalukan di depan umum oleh seorang wanita," kekeh Dhika membuat Okta mencibir. "Lu seneng banget, keliatan banget kalau lu udah berhasil naklukin Lita," ujar Okta. "Ck, berhasil dari Hongkong. Dia makin benci sama gue," keluh Dhika seraya menyambar kaos polo berwarna putih dan memakainya. Dhika ikut berbaring di samping Okta dan menatap langit-langit kamar. "Tapi gue nggak akan pernah nyerah, gue akan terus berusaha buat ngeluluhin hati dia lagi," ujar Dhika. "Iya, lu harus berusaha lebih keras lagi, Dhik. Gue yakin kalian akan bersama lagi. Hanya butuh waktu yang cukup lama," ujar Okta. "Lu tenang aja, gue yakin dia akan kembali lagi sama gue," ucap Dhika tersenyum seraya membayangkan wajah Thalita. "Dan gue juga akan berusaha buat dapetin si Nela sampai titik penghabisan," ujar Okta penuh semangat. "Baiklah Pejantan tangguh, ayo berjuang bersama untuk masa depan kita." ujar Okta semangat dan keduanya saling beradu bogem. "Gue tidur duluan, lu mandi dulu sana. Ogah gue tidur sama yang bau," ujar Dhika memunggungi Okta. "Iye..iye" Okta beranjak menuju kamar mandi. ◄► Okta tengah berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Pagi-pagi sekali Okta sudah sampai di rumah sakit. Okta berjalan dengan santai sambil memegang satu bucket bunga. Saat di belokan, Okta hampir saja bertabrakan dengan seorang Dokter wanita. "Gator?" ucap seseorang itu terpekik kaget membuat Okta menatap wanita di hadapannya itu. "Hai, lama tak jumpa. Lita," ujar Okta tersenyum sedangkan Thalita masih memasang wajah datarnya. "Iya, sudah lama sekali sejak kejadian itu," ujar Lita setenang mungkin. "Bagaimana kabar lu selama 10 tahun ini?" tanya Okta sedikit berbasa basi. "Lumayan, ini jauh lebih baik dari sebelumnya," ujar Lita tersenyum kecil. "Baiklah Gator, senang bisa ketemu lagi dengan lu. Gue duluan yah." Thalita tersenyum dan berlalu pergi meninggalkan Okta. 'Benar, dia sudah berubah. Bukan Thalita yang dulu lagi.' Okta kembali melanjutkan perjalanannya menuju ruangan milik Chacha. --- "Assalamu'alaikum," salam Okta membuat Chacha menoleh dan memutar bola matanya jengah saat melihat Okta tengah masuk ke dalam ruangannya tanpa di persilakan. Chacha kembali sibuk dengan laptopnya, tanpa menghiraukan Okta yang sudah berdiri menjulang di hadapan meja kerjanya. "Hai Nela," sapa Okta. “Gue bawa bunga mawar untuk wanita yang cantik pagi hari ini,” ujar Okta memasang wajah cute nya, seraya menyimpan satu bucket bunga di hadapan Chacha, membuat Chacha melirik ke arah bunga itu. Tetapi Chacha tetap tidak menjawabnya. "Ayolah Nela, jangan abaikan gue. Gue cuma pengen deket aja sama lu, gue nggak ada maksud apa-apa kok," ujar Okta dengan wajah penuh penyesalan, tetapi Chacha malah menutup laptop miliknya dan beranjak seraya membawa stethoscope menuju keluar ruangan. Okta terus mengikuti Chacha, walau Chacha menghiraukannya. Chacha memasuki sebuah ruang incubator bayi. Ia mulai memeriksa salah satu bayi yang terlihat kronis karena berbagai alat medis menempel di tubuhnya. Sedangkan Okta memperhatikan Chacha dari luar ruangan melalui kaca besar yang menghubungankan ruangan itu. Chacha terlihat telaten dan penuh kelembutan memeriksa bayi mungil itu. Bukan hanya itu, Chacha juga memeriksa bayi yang terlihat sudah membaik. Chacha menggoda bayi itu sambil memeriksanya membuat bayi itu sesekali tertawa dan tersenyum. Sesuatu yang hangat menyelimuti hati Okta. Okta langsung merasa kagum sekaligus terpesona melihat Chacha yang terlihat keibuan. Ia tidak menyangka kalau Chacha bisa bersikap lembut dan penuh kasih sayang seperti itu. ‘Bisa juga titisan Penyihir Jahat, bersikap selembut itu. Gue makin jatuh cinta padanya,’ batin Okta tersenyum menatap Chacha. ‘Gue bakalan dapetin lu, Nela. Gue pasti akan bisa miliki lu. Tidak ada yang tidak bisa untuk seorang Aligator.’ Chacha keluar dari ruangan incubator setelah memeriksa beberapa bayi yang di rawat di sana. Saat keluar, ia kaget melihat dua orang anak kecil.  Satu anak laki-laki dan satu perempuan tengah memegang papan yang terdapat tulisan. Would You be my friend? Please,, be my friend… Tak lama Okta keluar dari sudut lain dengan masih memegang sebuah boneka panda kecil di tangannya. Okta berjalan mendekati Chacha yang masih berdiri di depan pintu ruangan incubator. "Please," cicit Okta. "Baiklah," ujar Chacha menerima boneka itu. "Alhamdulillah, akhirnya. Jadi kapan kita kencan?" tanya Okta. "Apa??" pekik Chacha melotot sempurna menatap Okta. "Kan kamu udah nerima boneka itu, jadi kapan kita kencan?" tanya Okta lagi. "Oh begitu yah." Chacha seakan menimbang-nimbang. "Baiklah tuan Crocodile, kita kencan malam ini jam 7 di café dekat rumah sakit," ujar Chacha dengan seringai di bibirnya. "Baiklah, aku pasti datang." Okta sangat senang sekali, dan Chacha berlalu pergi meninggalkan Okta sendiri. "Baiklah adik-adik yang manis, ini buat kalian berdua dan terima kasih sudah menolong Kakak yang tampan ini," ujar Okta membagikan uang ke dua anak itu. "Terima kasih, Kak."  Kedua anak itu berlari meninggalkan Okta sendiri. ◄► Di tempat lain, Okta baru saja sampai di parkiran sebuah café tak jauh dari AMI Hospital. Sebelum turun, Okta kembali bercermin dan merapikan rambutnya. "Perfect," gumam Okta sambil meraih satu bucket bunga mawar dan turun dari dalam mobil. Okta berjalan menuju taman di samping café. Café di daerah taman terlihat remang-remang dan ada danau kecil juga. Sungguh suasana yang romantis. 'Gak nyangka selera si Nela lumayan juga dalam memilih tempat untuk kencan pertama,' batin Okta dan terus berjalan menyusuri taman yang di penuhi meja itu. Tak jauh di ujung kanan dekat danau kecil, terlihat Chacha tengah duduk manis dengan kemeja putih dan rok pendek warna biru seatas lutut. Okta berjalan mendekati Chacha dengan senyuman manis masih terukir di bibirnya. "Hai," sapa Okta dan Chacha mendongakkan kepalanya seraya tersenyum kecil. "Tempat yang sangat romantis, aku tidak menyangka kamu pintar memilih tempat untuk kencan," ujar Okta seraya duduk di samping Chacha.  "Aku sudah pesankan menu special, tinggal nunggu saja." "serius? Wah, ternyata kamu sangat menantikan kencan ini," ujar Okta semakin tersenyum lebar. "Oh iya, aku baru tau kalau ternyata bidadari itu beneran ada yah. Dan sekarang bidadari itu berada tepat di hadapanku," ujar Okta dengan nada menggoda membuat Chacha memutar bola matanya malas. "Sweet banget kata-katanya," ujar Chacha tersenyum kecil. "Ini bunga yang cantik untuk wanita tercantik" ujar Okta seraya menyerahkan satu bucket bunga ke Chacha dan Chacha menerimanya. "Terima kasih," ucap Chacha. "Aku ke toilet dulu yah." Chacha beranjak menuju toilet yang tak jauh dari taman. Okta hanya menatap Chacha yang berjalan dengan anggun menuju toilet. "Oh sial, pesonanya bener-bener buat gue tergila-gila," gumam Okta tersenyum. "Apa ini yang namanya cinta? Kenapa rasanya ribuan kupu-kupu beterbangan di sekitar hati gue yah?" gumam Okta tersenyum bahagia. Drrttt Drrrtt… Hp Okta bergetar menandakan pesan masuk. Bip. Nela : Crocodile, tolongin gue !!!!! Okta melotot sempurna membaca isi pesan dari Chacha dan tanpa pikir panjang Okta beranjak menuju toilet. "Nela,, ini gue. Lu nggak kenapa-kenapa kan?" Okta berdiri di luar pintu toilet wanita. Okta bingung antara masuk atau tidak. "Masuk saja Crocodile," teriak Chacha lirih dan Okta segera membuka pintu toilet. Mata Okta membelalak lebar saat melihat kondisi Chacha. Rambutnya terlihat acak-acakan, lipstiknya belepotan dan tengah menangis. Bahkan kemejanya robek di bagian bahu. "Ini? Apa yang terjadi?" ujar Okta khawatir. "Ta-tadi....." Chacha tidak bisa melanjutkan ucapannya dan kembali menangis. Okta segera mendekatinya., dan tiba-tiba saja Chacha langsung memeluk Okta tanpa aba-aba. "A-apa yang terjadi?" ucap Okta sedikit terbata-bata karena jantungnya berdetak sangat cepat saat ini. "Hikzz....hikzz....." Chacha hanya menangis, membuat Okta membalas pelukan Chacha dan mengusap punggung Chacha. "Tolong.....tolong.......!!!!!" Tiba-tiba saja Chacha berteriak minta tolong membuat Okta kaget dan melepas pelukannya. "Nela?" Okta sungguh kebingungan dengan sikap Chacha. "Tolong....Tolong...!!!!" Chacha masih berteriak hingga tak lama datang beberapa orang laki-laki dan perempuan. "Ada apa?" tanya seorang pria. "Tolong Mas, lelaki ini mau memperkosa saya," ujar Chacha menunjuk Okta sambil kembali menangis. "APA??????" pekik Okta sangat kaget mendengar ucapan Chacha yang menuduhnya. "Sialan,, ayo bawa dia keluar dan habisi dia!" ujar beberapa orang membuat Okta kelabakan. "Ini kesalahpahaman!" ujar Okta tetapi beberapa orang mendekatinya hendak menarik Okta. Saat hendak menarik kerah baju Okta, Okta memukul beberapa orang yang menghalanginya dan segera berlari keluar di kejar oleh beberapa orang laki-laki termasuk satpam dan penjaga café yang memakai pakaian serba hitam. "Mbak tidak apa-apa kan?" beberapa orang wanita masih menemani Chacha.         "Sa-saya tidak apa-apa kok," ucapnya lirih, jauh dilubuk hatinya Chacha bersorak ria. Rencananya berhasil untuk menendang jauh si Crocodile. Bayangan saat Chacha mengacak-ngacak rambutnya sendiri dan memberantakan lipstiknya serta merobek kemejanya sendiri. 'Rasain lu Crocodile...!!! Lu pikir gue bakalan jatuh ke dalam perangkap lu, jangan pernah meremehkan Clarissa Abhshari Pratista,' batin Chacha dan mulai membersihkan wajahnya. --- Di lain tempat Okta masih berlari dan baru sampai parkiran café. "Ah sial, dimana tadi gue parkir mobil," gumam Okta kelabakan dan kembali menengok ke belakang. Di sana masih banyak orang yang mengejarnya membuat Okta tanpa pikir panjang lagi berlari keluar meninggalkan café. 'Si Nela titisan Penyihir Jahat itu sengaja ngejebak gue. Awas Nela, tunggu pembalasan gue!' batin Okta masih terus berlari. "Oh sial, sampai kapan mereka berhenti mengejar gue sih? Gue sudah kayak maling saja di teriakin dan di kejar-kejar gini. Nela Sialan !!!!" gerutu Okta hingga di belokan Okta bertabrakan dengan seseorang yang juga sedang berlari. Brug "Oh p****t gue!" Okta mengaduh. “Shitt!!!” umpat seseorang yang tak lain adalah Dhika. "Heh Aligator! Jalan tuh pake mata." sewot Dhika dengan tampang kesalnya. "Gue nggak lagi jalan dodol!" keluh Okta dan Dhika membantu Okta berdiri.         “Tampannn mau kemanaaa?” teriakan para Oma dari dalam rumah yang berada tak jauh dari sana. “Itu nenek nenek peot manggil siapa?” tanya Okta. “Ayo pergi, Gator!” ujar Dhika menarik tangan Okta. "Oh sial, mereka masih saja ngejar gue!" pekik Okta. "Siapa?” tanya Dhika menoleh ke belakang dan kaget melihat segerombolan orang mengejar mereka. “Kenapa lu di kejar segerombolan orang?" "Mereka makin dekat,,, LARIIIIIIIII...!!!" Okta berlari sekuat tenaga dan Dhikapun ikut berlari mengikuti Okta, karena para Oma pun berlari mengejar keluar rumah. “Sialan,,, kenapa kita jadi di kejar-kejar gini sih!” keluh Dhika kesal. “Ngapain sih tuh Oma Oma peot ngejar juga. Lu nggak habis kencan sama wanita lansia kan?” teriak Okta. “Ini karena Lita,” keluh Dhika. “Lu sendiri kenapa di kejar sama mereka? Siapa mereka?" teriak Dhika sambil berlari di samping Okta. "Lu nggak ketauan lagi ngerayu istri orang atau pacar orang kan? Kenapa mereka mengamuk gitu?" "Ini semua gara-gara si Nenek Lampir itu, dia jebak gue!" teriak Okta sudah berkeringat parah. Dhika menarik lengan Okta dan mendorongnya ke semak-semak di pinggir jalan. Hosh...hosh...hosh.... Keduanya mengatur nafas mereka yang ngos-ngosan, keringat sudah bercucuran dari dahi ke leher keduanya. "Oh sial p****t gue !!!" keluh Okta karena Dhika mendorongnya terlalu kuat sampai Okta terjatuh dan mengakibatkan pantatnya kembali mencium tanah. "Sorry, gue terlalu keras yah," kekeh Dhika santai yang duduk di samping Okta membuat Okta mencibir seraya mengelus pantatnya. "Mereka datang, astaga badannya gede-gede banget. Kalau gue sampe ketangkap, bisa jadi pepes gue," gumam Okta, mengintip dari semak-semak. “Syukurlah para Oma Oma ganjen nggak ngejar lagi,” keluh Dhika bernafas lega. Terlihat segerombolan itu sudah pergi ke arah lain. "Lagian lu di jebak apaan sih sama Chacha sampe harus di kejar-kejar sama segerombolan orang itu?" tanya Dhika kepada Okta yang tengah membuka jasnya. "Dia ngajak gue kencan, eh tau-taunya dia jebak gue," ujar Okta mengambil nafas. Okta pun menceritakan apa yang terjadi tadi dengan kesal. "Bhuaahahahahahaha…" Dhika tertawa ngakak sambil memegang perutnya. "Jangan ketawa oncom. Ini nggak lucu. Sahabat lu ini lagi dilanda musibah karena di serang Nenek Lampir titisan Penyihir Jahat." "Haha, sorry … Lucu saja, seorang Aligator sang penakluk wanita di jebak sama seorang cewek," kekeh Dhika. "Dia bukan cewek biasa," ujar Okta. "Ah sial si Nenek Lampir itu bener-bener menakutkan." Gerutunya. Dhika masih terkekeh. "Dan ngemeng-ngemeng kenapa lu di kejar-kejar sama tuh para wanita lansia?" tanya Okta menengok ke arah Dhika. "Ini semua gara-gara Lita, mobil gue juga dibawa dia," keluh Dhika. "Kok bisa? Kayaknya lu lebih apes dari gue," tanya Okta penasaran, dan Dhika pun menceritakan apa yang terjadi padanya hingga mengakibatkan dia di kejar para wanita lansia. "Bhuaaahahahahahahahahahaha" kini giliran Okta yang ketawa ngakak. "Jangan tertawa, Oncom!" ujar Dhika sebal. "Jadi barusan udah kayak jumpa fans dong, untung lu kagak di perkosa sama tuh para Oma oma," kekeh Okta. "Hampir Gator, itu Oma-Oma udah mau nyosor-nyosor aja. Baru kali ini gue melihat Oma Oma sangat menyeramkan," keluh Dhika bergidik ngeri. "Bisa gue bayangin gimana rasanya,,hehe… Lita pinter juga yah buat ngerjain lu," ujar Okta terkekeh dan Dhika hanya terdiam saja. “Mana mobil lu dibawa lagi.” “Lita tidak tau siapa gue, gue akan buat dia tak berkutik karena sudah menjebak gue,” ujar Dhika tersenyum misterius. “Lu bener, kita kasih pelajaran mereka sampai tak bisa berkutik,” ujar Okta semangat. “Mereka pikir dengan begini, mereka akan membuat kita berhenti. Yang ada kita semakin bersemangat.” tambah Okta yang di angguki Dhika. “Lu bener” ujar Dhika tersenyum misterius. "Tapi ngomong-ngomong sekarang nasib kita gimana? Mobil lu di ambil Lita, dan mobil gue ada di café, kalau balik lagi ke sana bisa di cincang gue," keluh Okta. “Tak ada pilihan lain, kita ambil mobil lu. Biar gue yang ambil, lu ngumpet saja,” celetuk Dhika seraya beranjak  meninggalkan Okta. Okta mengikuti Dhika dari belakang sambil mengelus pantatnya. "Oh sial p****t gue sakit banget!" keluh Okta sambil mengusap pantatnya. "Jangan lebay," ujar Dhika berjalan lebih dulu.           --- Dhika dan Okta berjalan memasuki rumah kediaman Adinata. Pakaian mereka kusut, dan ada beberapa daun yang masih menempel di tubuh mereka. "Assalamu'alaikum." Elga dan Surya menghampiri mereka. "Wa'alaikum salam." "Astagfirulloh, kalian berdua kenapa?" tanya Elga kaget melihat penampilan kedua laki-laki itu. Okta masih berjalan tertatih sambil mengelus pantatnya yang sakit. "Habis perang sama Nenek Lampir," ujar Okta seadanya. Dhika mendaratkan pantatnya di atas sofa putih yang ada di ruang keluarga sambil menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. Okta juga mengikuti Dhika, duduk di sampingnya sambil menyandarkan kepalanya di sofa. "Astaga, kenapa wanita itu susah sekali di gapai?" gumam Dhika. "Benar kata pepatah kalau wanita itu jinak-jinak merpati," tambah Okta. "Semakin kita dekat, semakin dia menjauh," gumam Dhika. "Astaga, ini jagoan-jagoan lapuk Mommy lagi pada galau yah?" celetuk Elga. "Aku belum lapuk Mom, ini yang di samping aku baru lapuk malah udah buluk," kekeh Okta membuat Dhika mencibir kesal. "Kamu juga Dhika, tidak pantas kamu galau-galauan karena perempuan. Harusnya sekarang kamu sudah membina rumah tangga," ujar Elga. "Mom, jangan mulai," ujar Dhika seraya beranjak hendak meninggalkan ruangan itu. ◄►.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD