bc

MUSICALOVE: Music Love Reaction

book_age12+
151
FOLLOW
1K
READ
goodgirl
sensitive
brave
drama
sweet
bxg
betrayal
first love
humiliated
passionate
like
intro-logo
Blurb

Bagi Nando di masa lalu, menjadi musisi hebat merupakan hal utama yang harus menjadi prioritas. Maka, dia memutuskan hubungannya dengan sang pacar, agar dapat fokus pada karir. Saat itu, dia tidak tahu bahwa beberapa tahun kemdian, dirinya akan menyesal. Lalu, ketika dirinya sadar cinta itu masih begitu besar, Thalisa sudah tidak lagi mau berhubungan dengannya.

Image: pixabay, @dolphinuts

Font: UVF Mussica Swash, iCiel Blooming Elegant, Text On Photo

chap-preview
Free preview
MLR 1
Thalisa merapikan rambut cokelatnya sambil tersenyum menghadap ke kamera. Dalam kamar kesayangannya ini, dia akan melakukan kegiatan yang setahun belakangan menjadi keinginannya (baru bisa dia lakukan sekarang karena terhalang jadwal les yang super padat). "Oke. Action!" Kamera sudah menyala. Cewek itu tersenyum lebar. "Selamat datang di kanal LtoK, kanal yang baru netas hari ini. Iya, hari ini banget. Baru gue bikin beberapa jam lalu. Sempet bingung mau dikasih nama apa, soalnya baru pertama kali gue bikin beginian. Biasanya kan gue mainan biola dan sejenisnya doang. Nonton YouTube juga tanpa log in. Males. Hehe "Oh, iya. Sampai lupa. Nama gue Thalisa. Kepanjangannya mah rahasia. Lo cukup panggil gue Thalisa atau Lisa aja. Ingat, ya, Thalisa. Bukan Lalisa. Kalau Lalisa mah idola, deh." Thalisa berdeham, lalu mengambil napas. Dia merasa gugup meskipun tidak ada orang yang menontonnya di ruangan ini. "LtoK gue ambil dari nama sendiri sih. Lisa to K-Pop. Kenapa? Karena kanal ini gue ciptakan untuk diri sendiri dan gue dedikasikan untuk salah satu segmen musik yang paling gue sukai. Selain buat mengasah hasil belajar gue selama ini, gue juga pengin banget ngasih insight baru tentang musik K-Pop yang suka dikatain alay sama orang-orang ini. Nah, episode pertama ini gue mau nunjukin ke kalian first impression gue ngelihat video klip sebuah lagu yang baru meluncur. Gue nggak ngikutin dari awal muncul teaser ini, sih. Tapi gue akan berusaha seobjektif mungkin dalam menganalisa dari segi musik mereka, ya. "Kebetulan, hari ini muncul video klip punyanya grup KPOP, TVXQ yang The Chance of Love. Gue lumayan tahu grup ini, soalnya punya temen yang tergila-gila sama mereka. Gue juga tanda kutip melihara tanda kutip Spellbound, Something, sama Mirotic punya mereka. Keren parah! Musically, ketiga lagu itu bikin gue nggak bisa berhenti maenin nadanya di kepala gue. Makanya, gue langsung bikin reaksi buat video ini. Gue menantikan gebrakan apa lagi yang bakal dilakukan sama saalah satu grup legendaris di jagat K-Pop ini. "Let's check out!" *** Thalisa tersenyum puas. Video yang dia buat beberapa hari lalu telah diunggah. Sekarang, tinggal menunggu orang-orang menonton dan belajar tentang musik melalui video reaksinya. Hingga seminggu kemudian, dia kembali membuka kanal Youtube-nya. Rasa pesimislah yang dia dapat. Pasalnya, sudah selama itu, hanya dua puluh orang yang menonton, dua suka, dan tiga jempol terbalik. Sama sekali tidak ada komentar. Kok, susah, ya, nyari views? Thalisa bergumam dalam hati. Cewek itu menarik napas, lalu mengembuskannya dengan kasar. "Nggak usah dilanjut aja apa, ya?" ujarnya pada diri sendiri. Menjadi seorang youtuber adalah sesuatu yang dia inginkan demi menyalurkan kecintaannya pada musik. Dia belum bisa menjadi seorang produser, karena satu dan berbagai hal. Oleh karena itu, dirinya memutuskan akan menjadi pengamat musik seperti rekan-rekan lainnya yang sesama penyuka musik K-Pop. Mecari views bagi pendatang baru ternyata cukup sulit. Akan tetapi, Thalisa tidak patah arang. Tak putus harapan. Dia yakin, suatu saat pasti akan ada saatnya kanal YouTube dirinya mendapatkan penonton. Penonton yang loyal, terhibur oleh pengetahuan tentang musik yang akan dia bagikan. Ya, Thalisa yakin akan hal itu, karena tidak ada istilah menyerah dalam kamus hidupnya. Seorang Thalisa hanya tahu cara berjuang, bukan mundur hanya dalam sekali terjang. *** MLR 1 Julian Nando adalah definisi idol material masa kini. Tampan, berbakat di bidang pekerjaannya--musisi, mempunyai banyak penggemar, dan--yang terpenting--ramah. Thalisa tidak bisa menampiknya, karena cowok itu memang keren dilihat dari berbagai sisi (terutama oleh orang-orang di luar sana yang tidak memiliki relasi khusus). Namun, dia sama sekali tidak akan terperangkap ke dalam pesona itu. Tidak untuk yang kedua kalinya. Thalisa melempar selebaran tentang konser tahunan salah satu jurusan Fakultas Hukum tempatnya menuntut ilmu. Baginya, tidak ada bintang tamu yang menarik. Himpunan hanya membuang-buang anggaran untuk penampilan sia-sia; tidak ada pesan moral yang ingin disampaikan selain ketenaran si pengisi acara. "Kok dibuang, Thalisa? Jahat banget lu, sumpah!" Thalisa memutar bola mata. Dia malas menanggapi ocehan sang sahabat yang bisa dipastikan, tidak akan berhenti sampai mulutnya berbusa. Apalagi, perbuatannya kali ini, dia akui, memang menyinggung jiwa penggemar perempuan itu. Diandra teramat mencintai Julian Nando. "Heran gue sama lu tuh. Cewek-cewek pada heboh, histeris, gara-gara Julian Nando mau ke kampus kita, lu malah sinis nggak karu-karuan. Kenapa, sih? Sensi banget. Dari dulu kayak gitu." "Diandra sayang, Julian tercinta lo itu bukan tipe gue. So, back off!" "Apaan, sih, anjir! Iya, gue tau lu cantik kebangetan ngalah-ngalahin Dilireba, tapi nggak usah sok-sokan ngatain Nando bukan tipe lu juga!" Thalisa hanya bisa menggeleng sambil berdecak. Urusannya akan semakin panjang kalau ocehan Diandra dia ladeni. Jadi, demi kemaslahatan telinga dan jiwanya, cewek itu mengambil gitar dan mulai memainkannya. Gitar kesayangan yang selalu menemani hari-harinya sejak diberikan oleh sang ayah sebagai kado ulang tahun yang ke-15. "Bodo amat, ah. Gue mau ke kantin. Jangan nyusul! Gue masih kesel banget sama lu." "Nggak." Thalisa tersenyum sambil menggeleng-geleng, merasa terhibur oleh tingkah Diandra. Fanatisme berlebihan memang tidak pernah baik. Dia mempelajari itu sejak kecil, ditanamkan oleh ayahnya yang hebat. Cewek itu yakin, akan tiba masa untuk Diandra memahami bahwa mengidolakan, tidak harus dengan cara yang berlebihan. Kerutan di dahinya muncul seketika, sesaat setelah kata berlebihan muncul di kepala. Menimbulkan tanya yang jawabannya hanya bisa direnungkan dengan arah mana yang mau dia ambil. Subjektif atau objektif. Berlebihan menurutnya ini, apakah sama dengan penfasiran orang lain? Apakah cara Diandra menyukai penyanyi itu, bisa dibilang berlebihan hanya karena dirinya bilang menggangap seperti itu? Dirinya pun menyukai beberapa musisi (Tidak termasuk Julian Nando yang sangat disukai Diandra itu). Jika berdiri di posisi orang lain, atau setidaknya menjadi Diandra, apakah kesukaannya itu juga berlebihan? Sama seperti dirinya menganggap cara Diandra mencintai idolanya itu, sungguh berlebihan. Thalisa mengembuskan napas dalam-dalam. Cara dirinya memandang kesukaan orang lain harus diubah. Dia sadar, setiap orang menyukai idolanya dengan cara yang berbeda-beda. Judgemental terhadap sesuatu yang begitu pribadi hanya akan membuat dirinya tampak kerdil dan memiliki pemikiran yang tertutup. Cewek itu memutuskan untuk berpikiran lebih terbuka terhadap hobi dan pemikiran orang lain. *** "Lisa!" Thalisa berhenti melangkah, lalu menoleh demi mendapati Ketua Himpunan sedang berlari ke arahnya. Cewek itu sepenuhnya membalikkan badan dengan dahi mengerut. "Ada apa, Kak?" tanya Thalisa begitu si Ketua Himpunan berdiri tepat di depannya. "Ngobrol di kantin, mau?" "Soal apa?" "Konser tahunan." Thalisa menahan diri, agar tidak menunjukkan raut jengkel. Karena sesungguhnya, dia tahu apa yang akan terjadi setelah ini. "Gue nggak bisa tampil di acara itu, kecuali benefit yang didapat nggak sepenuhnya untuk himpunan." Karina dijuluki cewek rem blong. Teman-temannya di jurusan sudah khatam soal sifatnya yang satu ini: tidak bisa menutupi ketidaksukaannya, tak mau menunda kritik untuk orang-orang di sekitar. Berbicara dengannya sama saja dengan mengobrol dengan robot. Tidak boleh bertele-tele dan harus bermental baja. Kritiknya terkadang disampaikan melalui bahasa-bahasa satire yang tidak semua orang memahami, tetapi lebih sering secara langsung. Tanpa tedeng aling-aling. Cowok itu berkacak pinggang, kemudian menunduk untuk menetralkan emosi. Itu adalah satu-satunya jalan terbaik untuk menghadapi Thalisa jika ingin tujuannya tercapai. "Kami nggak dapat untung apa-apa dari acaranya," tukas si Ketua Himpunan. "Nggak mungkin." Thalisa membantah dengan lugas. "Gue emang bukan anggota himpunan, tapi sebagian besar orang-orang di sana, itu teman gue." "Tapi ini permintaan bintang tamu. Dia pengin kolaborasi sama musisi kampus yang bisa dipercaya, dan lu doang di sini yang masuk kriteria itu." Thalisa mengerutkan dahi. Tidak mungkin Julian Nando hanya menyebutkan spesifikasi seabstrak itu. Sudah pasti dia meminta panitia untuk mengajaknya tampil. Nando tahu gue kuliah jurusan apa. F*ck! Cewek itu mengumpat dalam hati. "Pokoknya, gue nggak mau." Thalisa sudah memutuskan, dan tidak ada yang bisa memaksanya untuk berubah pikiran. "Gue duluan, Kak. Makasih buat tawarannya." Usaha menjaga sopan-santun pun sia-sia. Julian Nando memang semenyebalkan itu bagi Thalisa. Bahkan hanya dengan pelafalan namanya saja sudah membuat dia ingin memakan cowok itu hidup-hidup! Dengan langkah dibarengi rasa kesal, Thalisa bergegas menuju tempat parkir. Sebenarnya, dia masih mempunyai satu mata kuliah. Akan tetapi, hari ini neneknya berpesan untuk mengantarnya check up ke dokter langganannya. Kalau tidak dituruti, bisa-bisa hidupnya di rumah tidak teteram. Thalisa tinggal serumah dengan nenek dari pihak ayahnya. Nenek Juwita sangat baik dan perhatian terhadap cucu-cucunya. Akan tetapi, nenek Juwita juga bisa menjadi sangat pendendam jika keinginannya tidak tercapai. Makanya, Lisa tidak mau mengecewakan sang nenek. Dia pernah membuat nenek Juwita kecewa. Sekali. Dan kejadian itu membuatnya kapok bukan main. Waktu itu, Lisa diminta untuk membeli bakso di depan gerbang komplek perumahan tempatnya tingga. Dia tidak langsung berangkat. Alasannya, baru saja rebahan setelah seharian mengerjakan pekerjaan rumah. Nenek Juwita mengiyakan, dengan syarat tidak boleh lama-lama. Thalisa lupa. Dia ketiduran sampai sore. Lebih dari dua tiga jam. Pekerjaan di rumahnya memang dibagi-bagi, dan bagian dirinya cukup membuat capek, yaitu mengepel lantai satu yang terdiri dari ruang keluarga, ruang tamu, dapur, dan dua kamar milik nenek Juwita dan kedua orang tuanya. Rasa lelah itu membawa petaka. Nenek Juwita marah, karena Lisa melupakan keinginannya. Padahal, cewek itu sudah menyetujui. Alhasil, Thalisa tidak diajak bicara selama berhari-hari. Bahkan ketika dirinya membutuhkan bantuan dalam mata kuliah seni tari (nenek Juwita adalah mantan pelatih tari tradisional di Jawa Tengah), sang nenek memalingkan muka. Aksi balas dendam nenek Juwita berakhir setelah Thalisa membawakan sebuah pot berisi tanaman bunga mawar kesukaannya. *** Diandra menatap Lisa lamat-lamat. Cewek itu sedang bermain di rumah Lisa. Alasannya, karena dia sedang bosan. Orang tuanya pergi ke luar kota untuk seminar kedokteran. Kakak perempuannya pun tinggal di luar provinsi, sedang menyelesaikan skripsi di salah satu universitas besar Indonesia. Jadi, dengan bersemangat, cewek itu mengikuti Lisa ke rumahnya dan berakhir membuat kamar sang sahabat berantakan. Lisa tidak pernah marah kalau kamarnya berantakan. Cewek itu, entah kenapa, suka sekali merapikan kamar. Memindah-mindahkan letak barang seolah memberinya energi positif. Oleh karena itu, Thalisa Putri Yanuar tidak keberatan jika seseorang membuat kamarnya berantakan bak kapal pecah. “Lo pernah papasan sama Nando, nggak?” tanya Diandra beberapa saat kemudian. Lisa yang sedang mengotak-atik sesuatu di komputer jinjingnya pun menoleh ke arah Diandra dengan dahi mengerut. “Kenapa emang?” Dalam hati, dia sebenarnya agak gugup. Sampai sekarang, setelah beberapa tahun berlalu, dirinya tidak begitu nyaman jika seseorang membicarakan Julian Nando di hadapannya. Dia tahu dengan jelas bahwa cowok itu sudah menjadi seorang super star. Namanya bergaung di mana-mana sebagai penyanyi muda berbakat. Terkenal dan digandrungi banyak penggemar, tua maupun muda, bahkan laki-laki maupun perempuan. Meski begitu, Lisa mengakui bahwa dirinya masih belum bisa memaafkan masa lalunya bersama Nando. Jadi, ketika mendengar namanya dari orang lain atau melihat di televisi, hatinya merasa sangat tidak nyaman. “Dia tetangga lo, kan?” Lisa mengedikkan bahu. “Mana gue tahu.” Jawaban Lisa membuat Diandra otomatis mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. “Ih! Rumah lo pernah muncul di infotainment, ya.” “Apa hubungannya?” “Nando, kan, pernah nunjukin tempat tinggalnya. Mereka nge-shoot dari depan, kelihatan banget rumah lo sampingan ama rumah Nando.” Diandra menjelaskan dengan menggebu-gebu. “Gue hafal banget soalnya sama rumah lo. Di depan ada pohon jambu yang batangnya warna-warni. Kerjaan bokap lo itu.” Lisa tertawa berkat fakta yang baru saja dipaparkan oleh Diandra. Pohon jambu yang setiap batangnya memiliki warna berbeda itu memang hasil keisengan sang ayah. Saat itu, ayahnya sedang cuti. Karena terbiasa sibuk, laki-laki yang mendekati usia separuh abad itu pun merasa bosan hanya berdiam diri di rumah. Saat melihat pohon jambu di samping gerbang rumahnya, Edi Yanuar mengajak Edo, adik Lisa, pergi ke toko cat. Besoknya, pohon jambu itu telah berubah warna. “Kok, lo malah ketawa!” Diandra tampak kesal. Cewek itu melempar bantal ke arah sang sahabat yang duduk di hadapannya. “Gue ngakak keinget sejarah pohon jambu warna-warni, Di.” Lisa membela diri. “Sorry, deh.” “Terserah, lah! Yang penting lo jawab pertanyaan gue!” Lisa otomatis terdiam setelah mendapat ultimatum seperti itu. Dia baru menyadari bahwa bahasan utama Diandra adalah tentang Nando dan dirinya yang tetanggaan. Hatinya pun kembali menjadi tidak nyaman. Semua hal tentang Julian Nando ingin dia kubur dalam-dalam. Akan tetapi, kenyataannya sangat sulit. Julian Nando adalah bahan obrolan di mana-mana. “Lisa!” Diandra tidak sabar untuk mendengar jawaban dari sang sahabat. Sebagai anggota Nando Fans Club, Dirinya tidak mau melewatkan kesempatan untuk mengorek sesuatu tentang si penyanyi. Dia bersemangat ketika tahu bahwa sahabatnya merupakan tetangga dari sang idola. “Pernah, tapi beberapa kali doang,” jawabnya secara spontan. Sensor kebohongan dalam tubuhnya seolah aktif secara otomatis jika menyangkut mantannya itu. Demi menjaga masa lalunya, agar tidak ada yang tahu tentang status hubungan mereka. “Serius lo? Pasti ganteng banget, ya? Ya, ampun! Lo hoki banget, tahu!” Reaksi Diandra yang histeris membuat Lisa menutup telinga dan menatap sang sahabat dengan tatapan sebal. Julian Nando memang ganteng. Lisa tidak akan memungkiri hal itu. Akan tetapi, kenangan buruk bersama cowok itu, membuatnya menutup mata dari segala hal yang berkaitan dengan nama tersebut. “Biasa aja.” Lisa menjawab dengan datar, kepalanya menunduk untuk menyembunyikan ekspresi kesalnya. “Cowok kayak Nando banyak di kampus.” “Gantengnya, sih, banyak. Berbakat, terkenal, dan baik hatinya nggak mungkin sama.” Penilaian Diandra tentang Nando, bisa jadi sama dengan dirinya menilai para penyanyi kesukaannya. Dia juga memercayai bahwa Choi Siwon adalah anak Tuhan yang taat. Berbeda dengan penyanyi lain. Akan tetapi, ketika mendengar hal itu dari orang lain, tentang seseorang yang dia tahu masa lalunya, membuat cewek itu enggan memenuhi janji untuk berpikiran terbuka terhadap segala hal. Julian Nando tidak sebaik yang dipikirkan kebanyakan orang. Hanya itu yang dia ucapkan dalam hati, untuk merespons ungkapan Diandra. “Terserah!” Diandra berdecak kesal. Cewek itu tidak lagi memberondong Lisa dengan pertanyaan-pertanyaan tentang seorang Julian Nando yang merupakan tetangga sang sahabat. Dia memutuskan untuk diam dan kembali sibuk dengan ponsel di tangannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Long Road

read
118.3K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.5K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Fake Marriage

read
8.5K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.3K
bc

Escape from Marriage - Kabur dari Derita Pernikahan Kontrak

read
257.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook