Musuh Masa Lalu

2137 Words
“Ada apa? Ryu Sensei, apa yang kalian lakukan di luar?” Ryunosuke dan Haruka menoleh. Seorang wanita paruh baya menghampiri mereka dengan terburu-buru. Haruka melirik Ryunosuke yang langsung memasang sikap sopan kepada wanita itu. “Maaf Maiko-san, hanya sedikit urusan dengan orang asing ini.” “Ah! Aku partner-mu Ryu-chan! Tega-teganya kau bilang aku orang asing.” Seru Haruka tidak terima. Semuanya terlonjak kaget dengan teriakan cempreng Haruka. Bahkan Taiga sampai menutup telinganya sendiri saking kerasnya. Ryunosuke hanya bisa menghela napas, menahan dirinya agar tidak khilaf memukul kepala si bodóh di dekatnya itu. Wanita paruh baya yang dipanggil Maiko itu tersenyum lembut menatap Haruka. “Partner? Baiklah, ayo semuanya masuk. Siapa namamu, Nak?” “Haruka.” “Ayo ikut ke dalam Haruka-kun. Tampaknya anak-anak menyukaimu.” “Eh? Tapi aku—“ Haruka tidak bisa melawan ketika wanita bernama Maiko menyeretnya masuk dengan ekspresi senang. Taiga bahkan bersorak senang bersama anak-anak lainnya. Mereka benar-benar tampak menyukai Haruka dan Haruka tidak bisa melawan sama sekali. Haruka kira anak-anak yang berada di Daycare itu hanya Taiga dan gerombolannya, tetapi Haruka salah. Ketika Maiko mengajaknya masuk, ada beberapa kelas yang terdiri dari beberapa usia. Haruka bahkan melihat beberapa pengasuh lainnya yang langsung tersenyum begitu tidak sengaja bertemu pandang dengan Haruka. Astaga, Haruka benar-benar kikuk. Terutama karena anak-anak di kelas yang ia lewati mendadak berlari keluar dan menghampirinya dengan mata berbinar-binar. “Haruka-kun, sepertinya kau memiliki daya tarik kepada anak-anak.” Ucap Maiko sembari tertawa kecil. Haruka tersenyum kaku, sama sekali tidak bisa melawan ketika anak-anak itu mulai melompat-lompat dan bersorak riang kepadanya. Mereka terlihat lebih muda dari kelompok Taiga, dan mendadak ribut ketika kelompok Taiga datang dan memasang eskpresi seolah mereka lebih dulu mengenal Haruka sehingga lebih berhak atas dirinya. Astaga, apa lagi ini? “Hei, jangan ribut!” Seru Ryunosuke tegas. Semuanya mendadak diam termasuk Taiga yang langsung menggenggam telapak tangan Haruka erat-erat. Bocah kecil itu tampaknya hanya sok berani, namun ciut ketika Ryunosuke mulai bertindak. “A-Aku ada urusan, aku harus pulang.” Ucap Haruka pelan. Taiga menahan telapak tangannya. “Ah! Onii-chan jangan pergi!” Haruka melepas paksa genggaman tangan Taiga dan membungkuk singkat sebagai bentuk sopan santun kemudian langsung berlari keluar mengabaikan Maiko yang berteriak melarangnya pergi. Haruka membuang napas berat ketika berhasil keluar dari Daycare. Ia tidak mengira bahwa orang-orang Daycare akan membiarkannya masuk dengan santai. Apakah wajah Haruka tidak tampak mengintimidasi? Bahkan anak-anak itu langsung tertarik padanya. Jujur saja, Haruka kecewa. Jika anak-anak menyukainya, berarti ia tidak tampak seram seperti yang selama ini ia bayangkan. Apa karena wajahnya tidak tampak mengintimidasi seperti Ryunosuke makanya musuh-musuh mereka selalu menyasar Haruka ketika ada masalah dengan Ryunosuke? Haruka tidak keberatan sih. Ia malah senang didatangi oleh musuh, karena dengan begitu Haruka bisa terus melatih kemampuan fisiknya dengan menghajar mereka semua. Haruka mengusap-usap dadanya. Jantungnya berdetak sangat kencang sampai napasnya tidak beraturan. Ia menggeleng pelan. “Gilá, Daycare adalah tempat yang menyeramkan.” Gumamnya pelan. “Ternyata benar, Shirai Haruka.” Haruka terkejut ketika mendengar seseorang menyebut nama lengkapnya. Ia menoleh dan mendapati tiga orang pria berdiri menatapnya dengan seringai mengerikan. Haruka tidak ingat siapa mereka, atau setidaknya apakah mereka pernah bertemu sebelumnya? “Apa aku mengenal kalian?” “Oh? Apakah pukulan lima tahun silam membuatmu hilang ingatan?” Haruka mengerjap pelan. Beberapa memori tentang tragedi lima tahun silam mendadak masuk dan membuat kepalanya pusing. Tidak, ia sama sekali tidak memiliki penyakit semacam hilang ingatan. Lagipula ia ingat semua yang terjadi di Ueno, ia ingat dengan Kakaknya, ia juga ingat dengan Ryunosuke. Jadi mengapa Haruka tidak bisa mengingat siapa tiga orang yang tiba-tiba datang dengan ekspresi menantang seperti ini? “Kalian salah satu bawahan Bakuto yang mengeroyokku lima tahun silam?” “Dan kami menyesal tidak langsung membunuhmu hari itu.” Telapak tangan Haruka mengepal erat sampai kuku-kukunya memutih. Bahkan setelah lima tahun berlalu, Haruka masih ingat rasa sakitnya. Tidak hanya itu, ia merasa kecewa karena tidak berhasil melawan mereka. Hari itu juga, adalah terakhir kalinya ia melihat Ryunosuke sebelum sahabatnya itu tiba-tiba pindah ke Shibuya tanpa mengatakan apa-apa padanya. Haruka tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menyalahkan Bakuto mengenai kepindahan Ryunosuke. Pemuda itu pasti bosan karena terus diganggu oleh orang-orang Bakuto. Mungkin juga Ryunosuke lelah harus selalu menolong Haruka yang menjadi sasaran mereka. Seandainya saja Bakuto tidak pernah mengincar Ryunosuke, Haruka tidak perlu kehilangan sahabatnya. Mereka pasti masih berada di Asakusa sekarang. Haruka berkali-kali menoleh ke arah Daycare. Ia khawatir tiga pria di depannya melihat Ryunosuke dan kembali mengganggunya. Jika pun harus memilih secara terpaksa, Haruka akan memilih Ryunsouke tetap di Daycare daripada harus bersama dengan para bájingan Bakuto. “Jika kau berada di sini, itu berarti Mamizuka Ryunosuke juga ada di sekitar sini. Benar ‘kan?” Haruka meneguk ludahnya susah payah. Ia benar-benar ingin langsung melompat dan menendang tiga pria di hadapannya, tetapi kemudian ingat bahwa ia sudah berjanji kepada Ryunosuke bahwa ia tidak akan berkelahi lagi. Haruka juga bukannya akan berhenti berkelahi, tetapi ia harus menahan dirinya ketika berada di sekitar Daycare. Ryunosuke akan marah besar jika sampai melihat Haruka berkelahi, dan rencananya untuk mengembalikan Ryunosuke ke sosoknya yang dulu serta membawa pulang pemuda itu ke Asakusa akan gagal total. “Jadi, di mana Mamizuka Ryunosuke?” “Aku tidak bersamanya, jadi kalian pergilah.” Salah satu pria yang memakai kemeja hitam dengan dua kancing atas terbuka maju mendekati Haruka. Dia yang paling seram dari ketiganya. Masing-masing dari mereka memiliki banyak tato di sekitar lengan, d**a, sampai ke leher, dan jujur saja penampilan mereka akan mengintimidasi orang lain secara otomatis. Haruka tebak, tiga orang ini mungkin bukan sekadar anggota biasa di organisasi Bakuto. “Kau tidak berubah, wajahmu tetap saja menunjukkan bahwa kau tidak pandai berbohong. Kusarankan padamu, berhentilah bermain-main di dunia seperti ini dan berubahlah menjadi pemuda normal. Kau terlalu lembut untuk berada di dunia yang keras seperti kami. Ah, anggap saja peringatan ini sebagai bentuk kebaikanku. Aku tidak tahu kapan akan berhasrat membunuhmu lagi jika kau masih saja menghalangiku mendapatkan Mamizuka Ryunosuke untuk Bakuto.” Haruka menampik keras telapak tangan pria itu yang sejak tadi memegang dagunya. “Kau tidak mengenalku, apapun yang terjadi aku tidak akan membiarkanmu mendapatkan Ryu-chan.” Pria Bakuto itu mengangguk. “Baiklah, kalau begitu aku tidak perlu menahan diri lagi.” Haruka melompat mundur ketika kepalan tangan pria itu nyaris mengenai dagunya. Jantungnya berdegup cepat. Haruka bernapas lega saking kagetnya. Gerakan pria di hadapannya benar-benar gesit, membuatnya nyaris tidak melihat sama sekali gerakannya. “Menarik, kau lebih gesit dari yang kuingat.” Tidak. Haruka sungguh tidak gesit. Ia hanya secara reflek bergerak ketika melihat kepalan tangan pria di hadapannya. Haruka tidak ingin memulai keributan apapun. Ia sudah berjanji dan tidak ingin melanggarnya. Namun bagaimana caranya menjauhkan pria-pria ini dari area Daycare agar Ryunosuke tidak melihatnya? “Kalian tidak malu? Mengeroyok satu orang di depan sebuah Daycare?” Pancing Haruka. “Kau menantangku.” “Yeah.” Haruka berlari menjauh, dan beruntung karena orang-orang Bakuto selalu gampang untuk dipancing sampai marah. Mereka terlalu mudah termakan amarah. Sesi kejar-kejaran mereka tidak luput dari perhatian beberapa orang yang lewat. Haruka tidak peduli, yang penting ia bisa membawa tiga orang itu menjauh dari area Daycare dan meminimalisir kemungkinan bertemu dengan Ryunosuke. Pelarian Haruka sampai ke sebuah gang sempit di sekitar pertokoan Shibuya. Tempat itu masih tidak terlalu jauh dari area Daycare, tetapi setidaknya apapun yang terjadi Ryunosuke tidak akan melihatnya dan tidak pula mengganggu aktivitas yang ada di Daycare. Gang sempit di pertokoan itu adalah gang buntu. Haruka salah memilih gang, ia seharusnya memilih gang yang memiliki jalan keluar ke ujung sebaliknya. Sayang sekali, ia sudah terlanjur masuk dan tiga pria Bakuto itu juga sudah menghadang jalan keluar. “Kau memilih tempat yang salah.” Haruka tertawa. “Oh ya? Aku sengaja memilih tempat seperti ini agar orang lain tidak perlu menemukan mayat kalian.” Haruka memang pandai dalam memprovokasi, dan bodohnya ia karena lupa bahwa Bakuto adalah orang yang begitu gampang termakan provokasi. Mereka pasti sangat ingin membunuhnya sekarang. Haruka harus kembali meneguk ludah susah payah ketika salah satu dari mereka mengeluarkan pistol dan dua lainnya menarik belati kecil dari saku celana. Astaga, Haruka bahkan tidak membawa senjata sama sekali karena ia merasa tidak sedang membutuhkannya. “Terbalik, kau yang harus menerima jika mayatmu tidak akan ditemukan siapa pun di gang sempit nan bau ini.” Haruka mengangguk. “Yeah, mari buktikan.” Haruka tidak memiliki pilihan lain. Ia menyerang dengan sepenuh hati. Sekian lama dirinya tidak berkelahi dengan begitu serius, dan sekarang ia harus menghadapi orang-orang Bakuto yang masih saja mengincar Ryunosuke. Lima tahun berlalu sejak kejadian di Ueno malam itu. Haruka masih ingat semua yang dilakukan Bakuto padanya seolah kejadian itu baru terjadi kemarin. Berkat hal itu pula lah, Haruka mendapatkan kekuatan untuk melawan tiga orang berbahaya di hadapannya. Nahas, sekali lagi Haruka harus menelan pahitnya kekalahan. Ia berlutut dengan wajah penuh darah. Bagian perutnya terasa amat sakit karena diinjak berkali-kali, dan bahkan Haruka yakin beberapa bagian kaki dan lengannya patah. Rambut Haruka yang agak panjang ditarik ke atas, membuatnya terpaksa mendongak dengan sisa-sisa tenaganya. Bahkan untuk bernapas pun Haruka kesulitan. “Aku sudah mengingatkanmu, kau terlalu lembut untuk dunia seperti ini. Sekarang kau rasakan sendiri akibatnya. Mungkin, jika kau masih saja tidak kapok, aku bisa membantumu lupa ingatan agar kau tidak kembali ke dunia seperti ini lagi.” Haruka meludah bercampur darah. “Sampai kapan pun, aku tidak akan mendengarkan kalian.” “Baiklah, anggap saja aku sedang berbaik hati lagi kali ini. Kulepaskan dirimu untuk berpikir lebih baik lagi. Kami akan kembali untuk mengambil Mamizuka Ryunosuke.” Haruka didorong dengan kuat hingga tubuhnya tersungkur di dalam gang. Napasnya tidak beraturan. Ia merasa benar-benar lemas hanya untuk mengangkat kepalanya. Beruntung mereka tidak menembak Haruka saat itu juga. Tetapi itu tidak berarti bahwa Haruka harus merasa senang. Masing-masing dari mereka menyayat-nyayat kulit Haruka dengan belati yang mereka bawa. Luka-luka sayatan itu mungkin tampak tidak dalam, tetapi amat menyakitkan. “Ara… ara… kasihan sekali, kau butuh bantuan?” Haruka bersusah payah untuk mendongak ketika melihat telapak tangan terulur di hadapannya. Seorang pria dewasa dengan rambut hitam panjang yang diikat ke samping bahu dan memakai yukata berwarna biru tua tersenyum lembut kepadanya. Wajahnya tampak cantik meski Haruka tahu bahwa yang berada di hadapannya adalah seorang pria. Haruka mengenali hal itu terutama dari suara beratnya. “Siapa?” “Nakazawa Naofumi. Ayo, aku bantu.” Pria itu berjongkok dan membantu Haruka bangun. Haruka berkali-kali mengerang kesakitan karena luka-lukanya. Pria bernama Nakazawa Naofumi itu bahkan melepas haori yang ia pakai di luar yukata-nya untuk menutupi tubuh Haruka yang babak belur dan kotor karena debu dan darah. “Siapa namamu?” “Shirai Haruka.” “Haruka-kun, bagaimana bisa kau berakhir seperti ini? Seorang penjahat mengincar dirimu?” Haruka merasa aneh ketika orang asing yang baru dikenalnya tiba-tiba memanggil namanya. Tetapi entah bagaimana, sejak dulu orang-orang yang berkenalan dengannya selalu secara santai memanggil namanya. “Um, Nakazawa-san, aku baik-baik saja.” “Naofumi.” “Huh?” “Panggil aku Naofumi, Haruka-kun. Nama keluarga tidak terlalu enak untuk dijadikan panggilan.” “T-Tapi—“ “Panggil aku Naofumi, Haruka-kun.” Ulang Nakazawa Naofumi lebih tegas. Haruka tidak memiliki pilihan selain mengangguk. Anggap saja sebagai bentuk rasa terima kasih karena pria itu telah berinisiatif menolongnya. Padahal dia bisa saja mengabaikan Haruka dan mengganggapnya sebagai berandalan biasa yang baru selesai bertarung. Meski merasa aneh karena mendapati seorang pria yang memakai yukata di luar rumah, Haruka berusaha berpikir positif bahwa mungkin Nakazawa Naofumi adalah seseorang yang menyukai hal-hal tradisional. “Tempat tinggalku ada di dekat sini, ayo ke rumahku dan obati luka-lukamu. Aku memiliki dokter pribadi.” “E-Eh? Tidak perlu repot-repot, aku baik-baik saja, Naofumi-san.” Nakazawa Naofumi menggeleng. “Dengan begitu banyak luka seperti ini kau bilang baik-baik saja? Kau cukup kuat, Haruka-kun.” Haruka tidak berani menjawab apa-apa lagi ketika Nakazawa Naofumi terus mengomentari luka-lukanya. Pria itu membantunya berjalan keluar dari gang, dan Haruka kembali terkejut ketika melihat sebuah mobil yang berhenti di pinggir jalan dengan seorang supir berpakaian jas rapi membukakan pintu penumpang. Gilá, apakah secara tidak sengaja Haruka sedang bertemu dengan seorang Bos kaya raya? Jika memang seperti itu, maka tak heran jika Nakazawa Naofumi tampak berbeda. Masalahnya, orang kaya macam apa yang berjalan-jalan sendirian dan secara random menolong pemuda babak belur di dalam gang pertokoan? Aneh sekali. “Naofumi-san?” “Ayo, aku akan dokter pribadiku akan menolongmu.” Haruka hanya pasrah ketika Nakazawa Naofumi membantunya masuk ke dalam mobil. Pria itu bahkan duduk di sampingnya dan berkali-kali mengusap rambutnya yang kusut seolah sedang menghibur anaknya sendiri. Haruka yakin sekali pria di sampingnya tidaklah terlalu tua. Mungkin berumur tiga puluhan? Tetapi sikapnya dalam memperlakukan Haruka seolah ia adalah Ayah baik yang sedang menghibur anaknya. Haruka benar-benar bingung, siapa sebenarnya Nakazawa Naofumi yang menolongnya ini? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD